Menuju konten utama

Saksi Kasus Akil Mochtar Tuding Penyidik KPK Mengancamnya

Saksi kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Niko Panji Tirtayasa alias Miko, mengaku mendapatkan tekanan sekaligus diberikan imbalan.

Saksi Kasus Akil Mochtar Tuding Penyidik KPK Mengancamnya
Terpidana kasus suap Pilkada Muchtar Effendi dan keponakannya Miko Panji Tirtayasa bersiap memberi keterangan dalam rapat dengar pendapat umum dengan Pansus Hak Angket KPK, Jakarta, Selasa (25/7). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Saksi kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Niko Panji Tirtayasa alias Miko, mengaku mendapatkan tekanan sekaligus diberikan imbalan terkait kesaksiannya pada sidang kasus suap Akil Mochtar, Romi Herton dan Budi Antony Aljufri.

Hal itu disampaikan Niko saat memberikan keterangan dalam Rapat Dengan Pendapat Umum (RDPU) Pansus Hak Angket KPK di DPR, Selasa (25/7/2017). Agenda Pansus kemarin mendengarkan keterangan dari Muchtar Effendi dan Niko, keponakan Muchtar.

Dalam keterangannya, Niko melontarkan bahwa penyidik yang menekannya untuk memberi kesaksian palsu adalah Novel Baswedan dari KPK. Ia mengaku mendapat tekanan berupa disuruh mengakui data diri pada hard disc yang dijadikan barang bukti sidang Akil Mochtar, mengakui kegiatan-kegiatan Muchtar Effendi, mengaku bekerja pada Muchtar sejak awal 2013, disuruh mengaku pernah mendengar percakapan Muchtar Effendi dengan Akil Mochtar dan Romi Herton, dan mengaku bahwa kendaraan Muchtar milik Akil Mochtar yang ditangkap karena terlibat kasus suap.

“Kita tukar guling, pidana umum kamu, saya (Novel) cabut dan kamu membantu KPK,” kata Niko menirukan ujaran Novel Baswedan, Selasa (25/7/2017).

Niko mengaku saat itu ia sedang terlibat masalah pidana umum, sehingga menurutnya, Novel berusaha memanfaatkan hal itu ditambah dengan ancaman. “Mereka (KPK) bilang juga mau menjemput anak dan istri saya juga di Bandung. Jadi mereka mau memenjarakan anak dan istri saya melalui bapak Novel. Bilamana tidak mau bekerja sama, maka itu yang terjadi,” pungkasnya.

Niko menambahkan saat diminta diarahkan kesaksiannnya di persidangan, ia diminta bertemu Novel di Hotel Aston dan kantor biro hukum KPK. Selain Novel, ia mengaku juga diarahkan oleh Jaksa Elly Kusumastuti dan Sila Pulungan.

“Saya di sana diarahkan pak harus jawab apa, ngomong apa, dan tidak boleh sidang dengan berbarengan dengan paman saya (Muchtar Effendi),” terangnya.

Niko juga mengaku diperlakukan istimewa dengan diberi fasilitas berupa akomodasi dengan sopir pribadi, makan malam mewah, dan jatah pijat serta spa untuk Niko di hotel Aston. Sedangkan untuk saksi lainnya, Niko menyatakan hanya diberi biaya akomodasi tiket pesawat tanpa diberi fasilitas apa-apa. Niko mengatakan dia sekeluarga bahkan sempat diajak liburan di Raja Ampat dan Bali oleh KPK. Hal ini diminta oleh Niko kepada KPK sebelum sidang vonis Romi Herton.

“Karena kan saya menilai bekerja mengikuti arahan dia sudah, jadi otomatis saya menagih, Pak. Akhirnya saya minta untuk pergi ke sana (Raja Ampat). Langsung ke Novel Baswedan untuk 3 hari,” katanya.

Menurut Niko, seluruh pembiayaan perjalanan Niko berlibur ke Raja Ampat, Bali dan Lombok selama lebih dari seminggu tersebut ditanggung oleh KPK. Ia mengaku semuanya sudah dengan sepengetahuan penyidik KPK, karena kepergian Niko pun tetap disertai oleh tiga orang dari KPK.

“Segala kegiatan saya dan apapun yang dilakukan saya harus seizin Pak Novel Baswedan,” tegasnya.

Sedangkan menurut Febri Diansyah selaku juru bicara KPK, kasus tudingan untuk menyogok ataupun mengancam saksi agar memberikan keterangan di bawah tekanan bukan hanya sekali pernah dilaporkan.

Dalam kasus Miryam S Haryani, KPK juga dituding melakukan hal yang serupa. “Tapi kemudian kita buktikan bahwa yang bersangkutan tidak dalam keadaan tertekan saat diperiksa,” terangnya.

Terkait tuduhan Niko bahwa dia diminta memberi keterangan palsu oleh penyidik KPK, Febri membantah hal tersebut.

"Keterangan palsu tidak akan bermanfaat karena dalam proses di pengadilan keterangan satu saksi diuji dengan saksi lain dan bukti lain,” tegas Febri.

Niko pun rencananya akan mengadukan dirinya sendiri ke Bareskrim pada Selasa (25/7/2017) setelah memberikan keterangan dalam RDPU pansus hak angket.

Ia mengakui bahwa dirinya dipaksa memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan fakta pada kasus Akil Mochtar, Muchtar Effendi, dan Romi Herton. Pada kasus Budi Antony Aljufri, Niko mengaku batal memberi kesaksian karena sudah tidak mau ditakuti lagi oleh KPK.

Menanggapi hal ini, Febri menjawab singkat. “Silakan saja. KPK masih banyak pekerjaan lain yang prioritas saat ini,” jelasnya kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait PANSUS HAK ANGKET atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri