Menuju konten utama

Saksi Jelaskan Selebaran Tolak Ahok di Pilgub Babel 2007

Ahok pernah mencalonkan diri sebagai gubernur Bangka Belitung 2007 berpasangan dengan Eko Cahyono namun kalah oleh rival politiknya Eko Maulana Ali Suroso.

Saksi Jelaskan Selebaran Tolak Ahok di Pilgub Babel 2007
Warga melakukan aksi penolakan di tempat yang akan dikunjungi calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk berkampanye di kawasan Kedoya, Jakarta, Kamis (10/11). Ahok membatalkan kampanye dengan cara "blusukan" ke kawasan Kedoya karena adanya aksi penolakan dari warga. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Sopir terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bernama Suyanto, dari Belitung Timur membenarkan adanya selebaran memilih pemimpin muslim menjelang Pilkada Bangka Belitung (Babel) 2007. Hal itu disampaikannya saat menjadi saksi fakta dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (14/3/2017).

"Selebaran yang surat Al Maidah semenjak Pak Ahok jadi Bupati pun sudah beredar. Jadi beredarnya di setiap persimpangan jalan. Cuma saya sebagai sopirnya tidak pernah tahu isinya. Saya dapat info dari teman," kata Suyanto yang dihadirkan tim kuasa hukum Ahok saat memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang Ahok.

Sebagaimana diketahui, Ahok juga pernah mencalonkan diri sebagai gubernur Bangka Belitung 2007 berpasangan dengan Eko Cahyono namun kalah oleh rival politiknya Eko Maulana Ali Suroso.

Terkait dengan itu, Suyanto menceritakan bahwa Presiden keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah berkampanye untuk mendukung pasangan Ahok-Eko Cahyono pada Pilkada Bangka Belitung 2007.

"Saya masih ingat yang waktu di Tanjung Pandan. Jarak saya dengan panggung 50 meter. Beliau (Gus Dur) mengatakan 'kita tidak apa-apa memilih pemimpin di luar muslim, cuma buat agama atau salat tetap seorang Islam, seorang Muslim'", kata Suyanto dikutip dari Antara.

Untuk diketahui, peristiwa dugaan penistaan agama ini bermula saat Ahok melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada Selasa, 27 September 2016. Saat berpidato di hadapan warga, Ahok menyatakan tidak memaksa warga untuk memilih dirinya pada Pilkada 2017. Pernyataan itu disertai kutipan surat Al Maidah ayat 51 yang menuai reaksi publik.

Pada Kamis, 6 Oktober 2016, video Ahok yang menyebut surat Al Maidah ayat 51 itu viral di media sosial lewat jejaring facebook milik Buni Yani. Video ini lantas memicu kemarahan sebagian besar umat Islam.

Pada 7 Oktober 2016, Ahok dilaporkan oleh Novel Chaidir Hasan yang berprofesi sebagai alim ulama, sebagaimana Laporan Polisi Nomor LP/1010/X/2016 Bareskrim. Ahok dilaporkan karena diduga melakukan tindak pidana penghinaan agama.

Setelah menjadi sorotan, pada Senin, 10 Oktober 2016, Ahok meminta maaf atas pernyataannya tersebut. Ahok menyatakan tidak bermaksud menyinggung umat Islam. Nyatanya pernyataan Ahok terkait dugaan penistaan agama masih memantik reaksi, demonstrasi pun pecah di depan balai kota DKI Jakarta pada Jumat, 14 Oktober 2016.

Ahok pun mendatangi Bareskrim Mabes Polri pada Senin, 24 Oktober 2016 untuk memberi klarifikasi terkait pernyataannya di Kepulauan Seribu. Namun, kekecewaan publik atas dugaan penistaan agama tersebut nyatanya tak terbendung lagi. Jumat, 4 November 2016, massa dari berbagai daerah memadati sejumlah titik di jantung ibukota termasuk di kawasan ring 1 Istana Negara.

Atas nama kebebasan demokrasi, massa turun ke jalan menuntut proses hukum Ahok atas dugaan penistaan agama segera dituntaskan. Pintu Istana akhirnya terbuka, Wakil Presiden Jusuf Kalla membuka dialog dengan perwakilan demonstran. Kata sepakat pun tercapai. Pemerintah menjanjikan proses hukum Ahok akan dilakukan dengan cepat dan transparan.

Ahok, terlapor dugaan penistaan agama pun memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri, Senin, 7 November 2016. Proses penyelidikan terkait dugaan penistaan agama tersebut ditangani langsung oleh Kepolisian Republik Indonesia. Beberapa saksi ahli dihadirkan untuk memeriksa apakah dugaan penistaan, benar dilakukan oleh sang terlapor. Proses hukum berjalan sesuai dengan konstruksinya.

Setidaknya sudah 22 saksi yang telah diperiksa, terdiri dari 10 saksi ahli dari tiga bidang yaitu ahli bahasa dari UGM, ahli agama dari MUI dan ahli hukum pidana dari UI dan Universitas Islam Indonesia. 12 saksi lain adalah pegawai pemerintah provinsi DKI Jakarta, warga Kepulauan Seribu dan Staf Ahok.

Bareskrim Polri pun langsung melakukan gelar perkara secara terbuka pada Selasa, 15 November 2016. Meski awalnya terbuka, gelar perkara yang dimulai pukul 09.00 WIB itu berlangsung tertutup. Gelar perkara ini dihadiri kelompok pelapor dan kelompok terlapor. Dari pelapor hadir sejumlah saksi ahli, termasuk di antaranya pemimpin FPI Rizieq Shihab.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto