tirto.id - Kabar gembira untuk pria dan pasangan rumah tangga. Vasektomi kini ada bentuk gelnya. Nama produknya Vasalgel, didesain untuk menjadi kontrasepsi alternatif berbentuk gel yang disuntik ke saluran sekaligus tempat sperma (vas diferens) tanpa operasi minor. Prosedur ini bertujuan untuk mencegah ejakulasi sekaligus menggagalkan pembuahan (fertilisasi) pada rahim pasangan perempuan.
Prosedur ini agak berbeda dengan vasektomi konvensional. Sebagaimana prosedur di situs kesehatan WebMD, mulanya testikel dan kantong zakar dibersihkan dengan antiseptik dan pasien diberi obat penenang. Saat posisi saluran sperma dekat skrotum ketemu dan dibius, dokter membuat sobekan kecil di area tersebut.
Saluran sperma dikeluarkan, dipotong, dan kedua ujungnya diikat, dijahit, atau disegel. Saluran ini akhirnya dimasukkan kembali dan bekas sobekannya dijahit. Prosedur ini berlangsung antara 20-30 menit.
Sebelum Vasagel ditemukan, prosedur vasektomi alternatif ada yang dilakukan tanpa menggunakan pisau. Pisau operasi sebagaimana yang dipakai dalam vasektomi konvensional digantikan dengan penjepit kecil berujung runcing yang ditusukkan secara hati-hati ke kulit skrotum. Sementara vasektomi implan vasklip menggunakan vasklip yang dipakai ntuk menjepit saluran sperma pada kedua sisi saluran sperma yang terpotong.
Catherine VandeVoort dari California National Primate Research Centre adalah kepala penelitian yang melahirkan Vasalgel. Dalam publikasinya di Jurnal Basic and Clinical Andrology diketahui bahwa riset VandeVoort dan kawan-kawan bersubjek penelitian 16 monyet rhesus jantan yang diberi injeksi gel pada pangkal saluran spermanya dan kemudian dikembalikan ke grupnya, yang juga terdiri dari kurang lebih 9 monyet rhesus betina.
Monyet-monyet itu diawasi sekurang-kurangnya satu musim kawin dan sekitar setengah dari populasi pejantannya hidup berdampingan dengan yang betina selama dua tahun. Hasilnya, Vasalgel sukses mencegah kehamilan para subjek penelitian. Tak ada kehamilan diantara monyet betina. VandeVoort mengklaim keberhasilannya mencapai 100 persen.
Mengingat jumlah sperma monyet lebih banyak daripada manusia, VandeVoort optimis jika tingkat keberhasilan ini akan dicapai juga saat Vasalgel dipakai oleh laki-laki.
Kabar gembira lainnya, monyet-monyet pejantan dalam riset yang dibiayai oleh Persemus Foundations tersebut tak mengalami efek samping baik seperti peradangan atau gejala lainnya. Peneliti lain, Angela Cloagross-Schouten, berkata kepada The Guardian betapa bekerjanya Vasalgel pada semua subjek penelitian meski ini adalah penelitian pertama mereka.
Vasalgel memang bersifat permanen, namun bukan tak mungkin jika ingin dihilangkan dan membuat si penggunanya kembali normal. VandeVoort berkata dalam tes sebelumnya yang diujicobakan pada hewan yang lebih kecil menunjukkan bahwa pemasangan Vasalgel bisa dinonaktifkan dengan cara dibilas keluar dari saluran sperma dengan menggunakan larutan natrium bikarbonat sederhana.
Bukan Zamannya Pria Enggan Berkontrasepsi
Kepada The Gaurdian VandeVoort berkata, “Pilihan untuk kontrasepsi bagi pria tidak mengalami kemajuan dalam beberapa dekade terakhir. Ada vasektomi, yang sayangnya bersifat permanen (selamanya tak dapat membuahi pasangan), dan juga kondom. Jika para pria itu tahu ada alternatif lain yang tak permanen, saya pikir itu menarik untuk mereka.”
VandeVoort memiliki keyakinan serupa dengan ahli kesehatan kandungan lain bahwa kehamilan bukan tanggung jawab si perempuan saja, namun juga laki-laki. Namun kondisi yang terjadi selama ini tak menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Pertama, masih beredarnya pandangan bahwa perempuan lah yang mesti memakai kontrasepsi, jadi si perempuanlah yang mesti menanggung efek sampingnya. Namun laki-laki juga tak bisa sepenuhnya disalahkan sebab pilihan metode kontrasepsinya lebih sedikit dari perempuan.
Secara global kebanyakan laki-laki akan angkat tangan untuk urusan kontrasepsi alias menyerahkannya pada pihak perempuan. Kurang lebih 60 persen perempuan dalam hubungan rumah tangga menggunakan kontrasepsi pil dan beberapa metode kontrasepsi modern lain pada tahun 2015 menurut data PBB. Bahkan 8 persen diantaranya hanya mengandalkan pasangan laki-lakinya untuk menggunakan kondom.
Kehadiran produk seperti Vasalgel bisa menjadi jawaban bagi pasangan di negara berkembang, terutama 225 juta perempuan yang ingin menunda atau menghentikan kesuburannya namun kesulitan mengakses alat kontrasepsi. Alternatif metode kontrasepsi yang banyak dan sesuai kebutuhan akan membantu mengurangi angka aborsi terutama aborsi yang tak aman. Dengan mencegah kehamilan yang tak diinginkan, penggunaan kontrasepsi dalam program keluarga berencana juga mencegah kematian ibu dan anak.
Selain Visalgel, penemuan serupa juga lahir di India. Penemunya adalah Sujoy Guha, insinyur berusia 76 tahun yang menciptakan produk yang nama sementaranya Reversible Inhibition of Sperm Under Gudance atau RISUG, demikian laporan Bloomberg.
Metode RISUG hampir sama dengan Vasalgel yakni dengan mengandalkan gel. Gel RISUG adalah kombinasi Styrene maleic anhydride dan dimetil sulfoksda yang membentuk gel polimer bermuatan positif. Gel disuntikkan ke vas diferens atau saluran sperma dan menempel di dalam dinding saluran. Saat sperma melewatinya, akan terjadi semacam reaksi kimia dimana sperma menjadi netral dan tak bisa dipakai untuk membuahi lagi.
Prosedur ini memiliki tingkat keberhasilan hingga 98 persen, sama dengan tingkat keberhasilan pemakaian kondom. Metode ini efektif bagi pasangan yang tak ingin lagi punya anak dan merasakan perbedaan yang mengganggu dengan pemakaian kondom. Kelebihan lainnya metode ini juga tak memiliki efek samping yang berbahaya.
Kurang lebih ada 540 pria India telah menggunakannya dan telah terbukti mampu menjaga pasangannya tak hamil selama 13 tahun sejak pemakaian RISUG pertama kali.
Dua penemuan penting ini memang kabar yang menggembirakan, namun kedua kelompok peneliti kini sedang terkendala oleh hal mendasar: perusahaan obat dan laboratorium besar (skala global) belum melirik keduanya untuk memproses gelnya secara massal.
Metode baru pengendalian kelahiran khusus kaum ada tersebut memiliki potensi bisnis yang besar. Secara global, mereka bisa meraup untung hingga $10 miliar dari pangsa pasar kontrasepsi perempuan. Barangkali bukan kebetulan juga jika belum ada perusahaan besar yang melirik usaha ini karena keuntungan besar itu juga otomatis akan memotong keuntungan penjualan kondom tahunan sebesar $3,2 miliar.
Fenomena ini juga berhubungan dengan siapa yang berada di balik perusahaan-perusahaan bioteknologi, obat, juga laboratorium besar dunia. Herjan Coeling Bennink, profesor ginekologi yang pernah menjabat sebagai kepala departemen kesehatan perempuan untuk perusahaan farmasi Organon Internasional tahun 1987-200 berkata pada Bloomberg bahwa faktanya perusahaan-perusahaan besar dijalankan oleh pria kulit putih paruh baya yang juga enggan berkontrasepsi, sehingga wajar tak melirik dua riset penting itu.
“Jika perusahaan-perusahaan itu dijalankan oleh perempuan, kondisinya sekarang akan benar-benar berbeda.” ujarnya.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Maulida Sri Handayani