tirto.id - Manchester United dipermalukan Barcelona 0-1 dalam pertandingan leg pertama perempat final Liga Champions di Stadion Old Trafford, Kamis (11/4/2019) dini hari waktu Indonesia. Tim tamu memastikan kemenangan setelah bek MU, Luke Shaw, melakukan gol bunuh diri pada menit ke-12.
Apa yang terjadi dini hari tadi membuat saya ingat pada perkataan pelatih Liverpool, Jürgen Klopp, saat timnya menang 1-2 atas Tottenham Hotspur dalam pertandingan Liga Inggris beberapa pekan lalu. Kala itu kemenangan Liverpool ditentukan oleh gol bunuh diri bek Spurs, Toby Alderweireld.
Setelah laga Klopp berkata: "ada 500 ribu cara bagi sebuah tim untuk meraih kemenangan. Hari ini kami menang dengan cara yang buruk, tapi saya menegaskan kepada para pemain bahwa kami layak untuk menang."
Sebagaimana Liverpool, dini hari tadi Barcelona memang layak menang, tapi mereka menempuhnya dengan jalan yang biasa saja--kalau tak ingin dibilang buruk.
Ini bukan semata karena mereka menang lewat gol bunuh diri lawan, tapi juga lantaran pelatih Ernesto Valverde memakai pendekatan yang usang. Tidak ada kreativitas atau daya tarik secara taktikal jika dibandingkan kemenangan-kemenangan Blaugrana di kebanyakan pertandingan musim ini.
Dan ironisnya, melebihi Barca, MU terlihat konyol karena tak bisa meladeni taktik usang Ernesto Valverde.
Alba dan Messi Leluasa
Sebelum pertandingan, kami memprediksi duet Jordi Alba dan Lionel Messi akan memegang peranan penting sepanjang pertandingan. Dan itulah yang benar-benar terjadi.
Tampil penuh 90 menit, Messi--yang dalam formasi 4-3-3 Valverde diplot sebagai winger kanan--kerap turun ke lini tengah dan berpindah menuju sisi kiri untuk merancang serangan bersama Alba.
Setidaknya jika kita melihat heatmaps yang disajikan Whoscored, tergambar jelas kalau dari total 92 sentuhan yang dilakukan pemain nomor punggung 10 itu, mayoritas terjadi pada posisi di mana Alba juga banyak bergerak.
Di saat bersamaan, pemain MU yang seharusnya meng-cover area Alba, Ashley Young malah lebih kerap out of position.
Saat MU membangun tekanan, Young terlalu memaksakan diri untuk menggiring bola ke depan. Akibatnya, begitu MU kehilangan bola dan Barca berbalik menekan (lewat pergerakan Alba dan Messi), penggawa Timnas Inggris itu sering terlambat turun.
Ujungnya, dia gagal memotong suplai bola ke dan dari arah Alba.
Melihat angka statistik pertandingan, kegagalan Young dan para pemain belakang MU mengantisipasi versatilitas Alba tergambar jelas. Selama 90 menit, Alba adalah pemain dengan umpan terbanyak, 41 kali.
38 di antaranya (93 persen) berhasil sampai ke kaki pemain Barca lain.
Alba juga jadi pemain dengan jumlah sentuhan bola paling banyak. Dia tercatat menyentuh si kulit bundar 132 kali. Angka ini bahkan masih lebih banyak dari gabungan jumlah sentuhan bola dua fullback MU, Ashley Young (80 kali) dan Diogo Dolot (49 kali).
Muara dari partisipasi Alba dalam serangan Barca pun cukup jelas: terjaminnya suplai bola untuk Messi. Pemain asal Argentina itu kemudian memperluas spektrum aliran bola dari kaki Alba ke pemain-pemain lain di berbagai penjuru.
Otak Messi ibarat sebuah tangan, kakinya seperti busur dan tali, dan bola yang dia kendalikan bak anak panah yang bisa menusuk ke sisi mana pun sewaktu-waktu.
Puncaknya, kontribusi Messi yang paling jelas adalah umpan kepada Luis Suárez yang berujung gol bunuh diri Shaw.
Daerah jelajah Messi saat menginisasi gol bunuh diri Shaw sebenarnya adalah area yang jadi tanggung jawab Chris Smalling. Namun bek berkebangsaan Inggris itu terlihat benar-benar berada di dunia yang berbeda dengan Messi. Dia tak berkutik untuk membatalkan proses terjadinya gol.
Menurut analis sepakbola The Guardian, Barney Road, kejadian itu membuktikan bahwa para pemain belakang MU sejauh ini urung bisa menunjukkan kapasitasnya di panggung tertinggi sepakbola Eropa.
Apalagi, pada wawancara di berbagai media sebelum pertandingan, Smalling sempat berlagak menantang Messi agar menghadapinya sekuat tenaga di atas lapangan.
“Ada lelucon yang sangat kontras jika melihat komentar Smalling sebelum laga, saat dia menantang Messi datang dan menghadapinya dengan kemampuan terbaik. Padahal Smalling sendiri tahu kalau Messi adalah manusia terhebat dalam sejarah sepakbola. Ayolah, Chris, itu sangat konyol. Saya rasa dia tidak boleh lagi bersikap seperti itu. Dia harus belajar berhenti,” tulisnya.
MU Mempersulit Diri Sendiri
Tak cuma performa buruk barisan pertahanan MU, keberhasilan taktik usang Valverde tidak terlepas dari buruknya kualitas serangan yang dibangun tuan rumah. Sepanjang pertandingan, MU tercatat menghasilkan nol tembakan tepat sasaran.
Mereka 10 kali menembak, tapi tak ada satu pun mengarah ke gawang.
Rapor itu sangat memalukan untuk tim dengan reputasi sekelas MU. Menurut catatan OptaJoe, laga dini hari tadi bahkan jadi kali pertama Setan Merah gagal membuat satu pun shot on target selama 14 tahun terakhir (khusus pada kompetisi Liga Champions).
Kali terakhir MU mendapat rapor merah serupa adalah saat takluk 0-1 dari AC Milan pada Liga Champions 2005.
2005 - Manchester United have failed to have a shot on target in a Champions League game for the first time since March 2005, in a 0-1 defeat at AC Milan. Timid. #MUNBAR
— OptaJoe (@OptaJoe) April 10, 2019
Kebuntuan rupanya bukan cuma terjadi dalam aspek penyelesaian akhir. Sejak merancang serangan, para penggawa Setan Merah memang tidak mengalirkan bola dengan baik.
MU lebih banyak menyerang dengan mengandalkan umpan-umpan panjang. Pengamat sepakbola The Times, Oliver Kay, berargumen langkah ini ditempuh Ole dengan landasan pengalaman yang dilalui sosok panutannya, Sir Alex Fergusson.
Suatu saat, ketika masih melatih MU dan timnya kalah mengenaskan pada final Liga Champions kontra Barca tahun 2009 dan 2011, Fergie pernah berkata kalau Barcelona memainkan umpan-umpan pendek menyusur tanah yang bisa membikin para pemain lawan pusing bagaikan sedang menaiki komidi putar.
"Mereka [Barcelona] akan membuat tim Anda seperti menaiki komidi putar. Dengan umpan-umpannya Barcelona bisa meninggalkan Anda dengan kondisi pusing," kata Fergie saat itu.
Sayangnya, masih menurut Kay, Ole terlalu berlebihan memahami kalimat Fergie yang sebenarnya cuma dimaksudkan sebagai candaan. Jika ingin benar-benar mengalahkan Barca, Kay mengatakan langkah Ole yang sekadar menghindari bola-bola bawah adalah sesuatu yang kelewat naif.
"Jika tendensi MU adalah memperlambat apa yang disebut Ferguson sebagai 'umpan komidi putar' Barcelona, cara tadi jelas tidak bekerja. Karena pada akhirnya Barcelona tetap menguasai bola, memilih umpan dan merancang serangan dengan baik sebagaimana yang terjadi pada gol di menit 12," tulis Kay.
Cara yang ditempuh Ole sebenarnya tidak bisa sepenuhnya dicap keliru. Metode umpan panjang barangkali bisa bekerja, namun langkah itu gagal karena tidak sesuai dengan kapasitas pemain-pemain yang dimiliki MU. Mereka sama sekali terlihat belum terlatih memainkan umpan-umpan panjang secara akurat.
Sepanjang pertandingan, MU juga lebih banyak mengakhiri serangan baliknya dengan umpan silang (crossing). Namun Whoscored mencatat, crossing yang dilepaskan para pemain MU jauh dari kata efektif. Dari 18 crossing, hampir seluruhnya berhasil diredam para bek Barcelona.
Akibat catatan itu, kapten Setan Merah, Ashley Young, dibully habis-habisan dan jadi trending topic di Twitter. Soalnya, Young mencatatkan 11 crossing di laga tersebut (lebih dari setengah total yang dilakukan MU), namun tak satu pun yang akurat.
Dia dicap sebagai sosok yang paling sering membuang momentum serangan balik MU.
Statistik itu lagi-lagi mengarahkan tanda tanya besar untuk MU yang selama ini dikenal sebagai tim dengan serangan balik mematikan. Kalau melakukan hal yang jadi kelebihannya saja tidak becus, lantas apa yang bisa mereka perbuat?
Editor: Rio Apinino