Menuju konten utama

Saat Pemprov & Pusat Selesaikan Banjir DKI dengan Adu Pernyataan

Saat banjir melanda ibu kota hingga mengakibatkan korban jiwa, Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat justru saling lempar tanggung jawab.

Sebuah truk membawa pengendara motor melintasi banjir yang menggenangi Jalan Dr Sutomo di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (25/2/2020). ANTARAFOTO/Fanny Octavianus.

tirto.id - Wilayah Jakarta terus-menerus dilanda banjir. Dalam kurun waktu Januari hingga Februari 2020, DKI terhitung sudah tujuh kali dilanda banjir besar. Bencana ini mengakibatkan banyak orang terdampak, hingga meninggal dunia.

Pertama terjadi pada awal tahun, 1 Januari 2020. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menerangkan banjir disebabkan oleh curah hujan yang mencapai 377 milimeter/hari. Angka ini lebih tinggi daripada curah hujan yang menenggelamkan sebagian besar wilayah Jakarta pada 2007.

Banjir pada awal tahun membuat 36.445 orang mengungsi di 247 titik, sebanyak 16 jiwa meninggal dunia. Pasca banjir, genangan masih ada di beberapa titik hingga 8 Januari 2020.

Masih pada bulan yang sama, banjir kembali terjadi akibat hujan deras yang terus mengguyur ibu kota pada Sabtu (18/1/2020) dini hari.

BPBD DKI melaporkan ketinggian air beragam, antara 10 cm sampai 70 cm. Akibat banjir tersebut, 17 ruas jalan tergenang dan pemukiman warga di 12 RW juga terdampak.

Banjir berikutnya jelang hari raya Imlek, Jumat (24/2/2020). BPBD DKI mencatat banjir melanda 17 titik yang tersebar di Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Barat. Ketinggian air antara 10 cm sampai 30 cm.

Memasuki awal Februari, banjir kembali melanda DKI, pada 2 Februari, terjadi di 25 ruas jalan yang tersebar di Jakarta yang disebabkan oleh hujan deras. Bahkan Kantor Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara sampai terendam banjir dengan ketinggian 40-50 cm.

Pada waktu yang sama, BPBD DKI mencatat titik banjir di underpass Kemayoran dengan ketinggian 90 cm dan Muara Karang dengan ketinggian 10 cm.

Enam hari berselang, 8 Februari 2020, banjir kembali terjadi. Berdasarkan data BNPB pukul 18.00 WIB, 23 kecamatan yang terdiri dari 2.867 jiwa terdampak banjir. Titik pengungsian sebanyak 24 titik yang tersebar di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.

Pekan lalu, 23 Februari 2020, 55 Kelurahan yang tersebar di 25 Kecamatan terendam banjir. Banjir diakibatkan curah hujan ekstrem di atas 150 mm/hari. Data BNPB pukul 09.00 mencatat 846 jiwa mengungsi di 8 titik.

Saat itu, banjir tersebut pun sampai berdampak ke kompleks Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta terendam. Bahkan, alat-alat medis yang berada di rumah sakit terendam air.

Dua hari berselang, yaitu pada Selasa (25/2/2020), banjir kembali terjadi akibat hujan deras sejak Senin (24/2/2020) malam. Sedikitnya 47 ruas jalan terendam banjir juga permukiman warga serta kawasan industri tergenang air.

Berdasarkan data BNPB pada Rabu (26/2/2020) pukul 11.00 WIB, tercatat 214 kelurahan dan desa di Jabodetabek terdampak banjir. Sebanyak 19.901 warga mengungsi ke 89 titik. Banjir juga mengakibatkan 5 korban jiwa dan 3 hilang.

Saling Lempar Tanggung Jawab

Saat banjir melanda ibu kota hingga mengakibatkan korban jiwa, Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat malah saling lempar tanggung jawab.

Pada saat banjir melanda underpass Kemayoran, Jakarta Pusat misal, Pemprov DKI malah melempar tanggung jawa jika daerah itu merupakan kewenangan pemerintah pusat. Bahkan Pemprov DKI juga mempertanyakan desain underpass tersebut.

Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono pun meminta Pemprov DKI tidak berpolemik lagi. Dirinya mengatakan kepada Anies Baswedan bahwa seluruh wilayah ibu kota merupakan tanggung jawab Pemprov DKI.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pun mengkritik keras Pemprov DKI yang memecah kewenangan ketika banjir terjadi di wilayah mereka. Dia pun meminta pemda tidak memecah kewenangan dalam menangani banjir Jakarta.

“Jakarta ini ibu kota negara, jadi jangan dipecah-pecah kewenangan, kewenangan itu kekuasaan saja. Enggak suka saya [dipecah-pecah kewenangan]. Termasuk saya ini bertanggung jawab kalau banjir di Jakarta,” kata dia di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020).

Saat dipanggil Komisi V DPR RI untuk membahas permasalahan banjir Jakarta, Anies Baswedan malah mangkir dan melemparkan tanggung jawab itu kepada anak buahnya.

“Pak Anies tidak bisa hadir saat ini karena beliau masih di lapangan, meninjau banjir yang kemarin,” kata Asisten Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang Pemprov DKI Jakarta Vera Revina Sari di DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2020).

BANJIR UNDERPASS KEMAYORAN

Sejumlah anak bermain saat banjir menutup terowongan di jalan Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta, Jumat (24/1/2020). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/ama.

Mestinya Saling Kerja Sama

Pengamat perkotaan Nirwono Joga merasa heran dengan sikap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beserta jajarannya yang melempar tanggung jawab kepada pemerintah pusat. Bahkan kedua lembaga negara itu kerap terjadi konflik saat banjir terjadi.

Padahal, kata Nirwono, pada era kepemimpinan Gubernur Sutiyoso, Fauzi Bowo, Jokowi, hingga Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, tidak ada persoalan seperti ini.

“Sekarang saja sejak era Anies yang tampak enggan bekerjasama dengan pemerintah pusat. Tetapi ini lebih pada personalnya si gubernur, bukan pejabat di DKI seperti Sekda [Saefullah] yang sudah lama membantu banyak gubernur dan menjalin hubungan dengan pusat,” kata dia kepada reporter Tirto, Jumat (28/2/2020).

Nirwono berharap Pemprov DKI untuk menyelesaikan perselisihan dengan pemerintah pusat dan tidak lagi saling melempar tanggung jawab ketika banjir terjadi. Sebab dengan pertikaian itu dan permasalahan banjir di ibu kota tidak terselesaikan, maka masyarakat Jakarta yang akan rugi.

Oleh karena itu, kata Nirwono, dibanding terus berseteru, sebaiknya Pemprov DKI bekerja sama dengan pemerintah pusat untuk menangani banjir di ibu kota.

Salah satunya melanjutkan program normalisasi Sungai Ciliwung dengan membebaskan lahan di sekitar daerah tersebut. Kemudian memaksimalkan penggunaan drainase, pompa air, sumur resapan, dan lainnya.

“Pemda harus bekerja sama dengan pemerintah pusat, karena pemda merupakan perwakilan pemerintah pusat. Jika tidak [kerja sama] maka program pembangunan di DKI Jakarta tidak akan berjalan untuk mengantisipasi banjir susulan," kata dia.

Asisten Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang Pemprov DKI Jakarta Vera Revina Sari membantah jika selama ini koordinasi antara pihaknya dengan pemerintah pusat tidak baik.

"Koordinasi sangat baik. Karena ada bagian yang merupakan kewajiban pemerintah pusat, bukan kewenangan daerah," kata dia.

Dalam mengatasi banjir yang ada di Jakarta, Vera mengklaim Pemprov DKI telah mengikuti master plan yang telah diberikan oleh Kementerian PUPR. .

"Kami enggak punya master plan lain selain punyanya PUPR. Karena untuk pengendalian banjir bukan DKI saja,” kata dia.

Baca juga artikel terkait BANJIR JAKARTA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz