Menuju konten utama

Saat Gucci dan Louis Vuitton Tergiur Pasar Milenial Asia

Tingkat kemakmuran orang Asia meningkat, selera berbusana pun bergeser.

Saat Gucci dan Louis Vuitton Tergiur Pasar Milenial Asia
Gerai Louis Vuitton di Chengdu, Cina. REUTERS/Benoit Tessier

tirto.id - Manchu, kelompok minoritas di Tiongkok berhasil mengambil alih kebesaran era Qing Dynasty yang berlangsung sejak tahun 1644-1911. Orang-orang Manchu yang berkuasa itu punya pengaruh terhadap gaya berbusana wanita Tiongkok. Di era tersebut cheong sam lahir. Kepopuleran gaya busana ini dimulai pada tahun 1911. Para wanita gemar memakai atasan berkerah bundar dan rok bermodel A line.

Seratusan tahun kemudian, model busana cheong sam sampai di panggung mode Milan Fashion Week 2017 dalam show Gucci Spring Summer 2018 di bulan Oktober 2017. Alessandro Michele, direktur kreatif Gucci terinspirasi dengan gaya busana tradisional Tiongkok. Dari sana, ia merancang desain setelan baru yang membuat siluet tubuh wanita terlihat lebih ramping dan terkesan elegan.

Alessandro mendesain empat busana yang terinspirasi dari budaya Tiongkok. Dua busana lain berbentuk seperti kimono dan tampak seperti perpaduan cheong sam dengan busana wanita Tiongkok zaman dinasti Song (960-129 AD) dan dinasti Ming (1368-1644 AD).

Di Asia koleksi itu hadir di gerai Gucci Singapura pada awal Desember 2017. Sejumlah media massa gaya hidup dan blogger milenial dari Asia diundang untuk melihat koleksi yang baru saja datang.

Bergabungnya Alessandro di Gucci, seperti diwartakan BBC, selama 2,5 tahun terakhir membuat Gucci mulai diminati oleh konsumen muda.

“Gucci telah menjual 50 persen penjualan pada demografi ini. Hal itu menandakan bahwa konsumen inti kami berada dalam rentang usia 25 hingga 35 tahun. Konsumen yang usianya berada di bawah 35 tahun diproyeksikan akan memegang 45% penjualan pada tahun 2025. Daya beli dari kalangan ini juga berdampak pada pengembangan jenis produk. Daya tarik terhadap adibusana dan ready to wear lebih menarik pandangan mereka ketimbang orang yang lebih tua,” kata Francois Henri Pinault, chief executive Kering, grup yang menaungi Gucci.

Gaya desain Alessandro yang kaya warna dan eklektik menjadi daya tarik bagi konsumen. Hal itu berdampak pada peningkatan keuntungan global Gucci sebanyak 42 persen. Penjualan di kawasan Asia Pasifik sendiri meningkat sebanyak 55 persen. Konsumen asal Tiongkok memegang peran dalam membuat peningkatan itu terjadi. Terlebih saat Gucci meluncurkan situs e-commerce pada Juli 2017.

Riset yang dilakukan McKinsey mengungkapkan bahwa masyarakat Tiongkok menjadi kaya dalam waktu yang cukup cepat. Pemasukan konsumer dapat meningkat dua kali lipat di antara tahun 2010 hingga 2020 dari jumlah awal 4000 US Dollar menjadi 8000 US Dollar.

Sementara itu, Boston Consulting Group memperkirakan terjadinya peningkatan daya beli dari kelas menengah atas Tiongkok sebanyak 3,8 trilun US Dollar pada tahun 2020.

“Kelas menengah ke atas Asia terus bertumbuh dan menjadi kekuatan ekonomi—canggih, berpengaruh, dan kaya. Sejumlah perusahaan telah memanfaatkan kesempatan tersebut. Perusahaan lain akan mengikutinya,” demikian tertulis dalam artikel berjudul "Capitalizing on Asia’s Booming Upper Middle Class."

“Saya tidak melihat awan gelap di Asia,” kata Michael Burke, Chief Executive Officer Louis Vuitton. Louis Vuitton berada dalam grup LVMH Moët Hennessy (LVMH), grup ritel premium peringkat satu di dunia. Riset yang dilakukan Millward Brown menyatakan Louis Vuitton sebagai most valuable luxury brand worldwide. Tingkat penjualan tertinggi mereka ada di Asia. Tiga tahun terakhir, jumlah keuntungan penjualan terus meningkat. Angkanya lebih besar dari penjualan yang dilakukan di Eropa dan Amerika.

Infografik lini mode premium asia

Bila direktur kreatif Gucci memutuskan untuk menyematkan unsur Asia di koleksi terbaru, direktur kreatif Louis Vuitton, Nicholas Ghesquiere membuat busana yang terinspirasi dari budaya Jepang pada koleksi Cruise 2017. Koleksi tersebut dipamerkan di galeri seni Miho Museum, Kyoto, Jepang pada Mei 2017 lalu.

Ghesquiere terinspirasi dari produk budaya populer Jepang yakni film Stray Cat Rock. Film drama/trhiller tahun 1970an yang menampilkan para wanita anggota geng motor. Busana karya Ghesquiere nampak serupa dengan busana yang ada di film tersebut. Elemen budaya tradisional Jepang ditampilkan Ghesquiere melalui karya kolaborasi dengan Kansai Yamamoto, seniman Jepang.

Artikel "The Success of Louis Vuitton (LV) in Japan" menyebutkan bahwa Jepang ialah pasar vital bagi LV dan menjadi sumber utama penghasilan LV di Asia. Memenangkan hati konsumen Jepang, tak membuat rumah mode ini berbangga hati. Mereka berupaya meraih lebih banyak pembeli di kawasan Tiongkok dengan cara menggandeng Alibaba Grup.

Bloomberg menyebutkan bahwa konsumen Louis Vuitton dapat menggunakan Alipay milik Alibaba dan pembayaran obline dari We Chat dalam situswebnya. LVMH juga membangun strategi digital dengan memperkenalkan situs e-commerce 24Sevres.com.

Baca juga artikel terkait FASHION atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Marketing
Reporter: Joan Aurelia
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Maulida Sri Handayani