Menuju konten utama

Saat Anak K-Pop Berburu Tiket, Bagaimana dengan Anak Bola?

Tiket konser musik Korea berlipat kali lebih mahal dari tiket sepakbola. Antusiasme penggemar boyband/girlband Korea pun tidak kalah dari suporter bola.

Saat Anak K-Pop Berburu Tiket, Bagaimana dengan Anak Bola?
Seorang suporter sepak bola menunjukkan tiket semi final Piala AFF 2016 di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Jumat (2/12). Sebanyak 10 ribu tiket semi final Piala AFF 2016 khusus kategori dua dijual secara manual dikarenakan banyaknya kendala pemesanan tiket secara online. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww/16.

tirto.id - Alika Nugraha (25) terpana. Ia tak lagi terganggu dengan gemuruh teriakan di sekelilingnya. Matanya hanya fokus pada tata cahaya yang membuatnya begitu terpesona.

“Jauh banget kalau dibandingkan dengan [penyelenggaraan pertandingan] sepakbola,” ucapnya.

Meski telah terjangkit virus hallyu sejak tujuh tahun silam, tapi konser boyband IKON pada awal September lalu menjadi yang pertama buatnya. Alika pada dasarnya lebih sering duduk di tribun stadion menyaksikan pertandingan sepakbola lokal. Ia pun tak segan untuk pergi ke kafe dan mengeluarkan beberapa puluh ribu rupiah untuk nonton bareng pertandingan liga-liga Eropa. Ini yang membuatnya berani membandingkan bagaimana pengelolaan pertunjukkan konser musik Korea dengan pertandingan sepakbola di Indonesia.

“Dari harganya juga memang jauh. Di Bandung (baca: pertandingan Persib), tiket pertandingan paling mahal itu sekitar 100 ribu-an lebih sedikit, kalau nonton Korea paling murah sekitar 10 kali lipatnya,” lanjutnya. “Tentu puas, ya, kalau menonton konser Korea meskipun saya harus bayar mahal untuk itu.”

“Juara banget,” jelas pria penyuka girlband Twice ini. “Untuk ukuran konser K-pop, tata panggung mungkin standar tapi kerennya mereka jago banget memainkan pencahayaan panggung. Ditambah lagi penampilan artisnya. Jadi tambah keren.”

Mahalnya Sebuah Pertunjukkan

Saat ini hampir sulit menemukan konser artis Korea Selatan yang tiketnya dibanderol di bawah satu juta rupiah. Kalaupun ada, bisa dipastikan tempat menontonnya berada di paling belakang, atau artisnya memang tidak terkenal-terkenal amat.

Untuk pertunjukkan musik selama dua setengah jam, harga sebesar itu bisa dibilang masih masuk akal. Namun, pertunjukkan yang melibatkan artis Korea Selatan tidak melulu konser musik karena ada pula yang namanya “jumpa penggemar”.

Mereka yang melakukan “jumpa penggemar” (fan meeting) biasanya aktor yang profesi utamanya bukan di bidang musik. Namun, tetap saja, harga yang ditawarkan masih terbilang tinggi.

Pada 2014 silam, harga tiket jumpa penggemar Kim Soo-hyun berada pada rentang 600 ribu hingga dua juta rupiah. Soo-hyun memang pernah membintangi drama musikal, tapi bakatnya memang bukan di musik. Ia diberkahi wajah tampan dan kemampuan akting yang memukau, tapi kalau soal bernyanyi ia seringkali menempatkan nada di tempat yang salah (baca: fals).

Agenda jumpa penggemar biasanya didominasi acara ngobrol-ngobrol dari sang artis yang tentu berbicara dalam bahasa Korea. Sang artis biasanya akan berinteraksi langsung dengan penonton dengan cara menarik salah satu yang beruntung ke atas panggung. Kelihatannya tidak menarik, bukan?

Anehnya, tidak sedikit dari mereka yang merasa senang sekaligus terhibur dengan pertunjukkan seperti itu.

“Mahal atau tidak itu, kan, relatif. Kebanyakan K-pop-ers itu selalu siap membeli semahal apapun itu. Soalnya, sehabis menonton, mereka selalu merasa puas. Memang mahal tapi worth it, kok,” jelas Adhie Fahmi, pengelola situs IniKpop.

Adhie, yang juga produser acara K-pop di televisi lokal Bandung, menjelaskan kalau ia sudah bertemu banyak penggemar Korea dan tidak semuanya merupakan orang berada.

“Banyak juga anak SMA yang secara ekonomi biasa saja, tapi dia sudah menabung sejak lama. Ini karena promotor biasanya mengumumkan acara konser sejak jauh-jauh hari dan segalanya biasanya sudah fix,” kata Adhie.

Konser yang Maksimal

Salah satu konser musik Korea yang menarik perhatian tahun ini adalah konser SNSD/Girls Generation pada 16 April lalu. Sebagai salah satu pionir gelombang hallyu ke seluruh dunia, SNSD memiliki penggemar dengan tingkat usia maupun kemampuan sosial yang lebih beragam. Menjadi wajar kalau permintaan tiket konser Tiffany dan kawan-kawan melonjak.

Di Indonesia, harga tiket termurah konser SNSD dibanderol 1,25 juta rupiah, sementara yang termahal ada di kisaran 2,55 juta rupiah. Pihak promotor memaparkan bahwa alasan tingginya harga tiket tersebut karena ongkos produksi yang juga tinggi.

Selain itu, sebagaimana grup musik ternama pada umumnya, mereka baru mau datang dengan sejumlah jaminan seperti jumlah penonton dan kualitas dari promotor itu sendiri. Agensi SNSD, SM Entertainment, awalnya sempat meragukan kualitas promotor yang mendatangkan mereka pada tahun ini, Mecimapro, karena belum punya rekam jejak. Namun, setelah Mecimapro menggelar empat konser besar, SM Entertainment pun memberikan lampu hijau.

SNSD sebelumnya pernah melakukan dua kali konser di Indonesia yakni pada 2012 dan 2013. Pada konser 2013, terdapat sejumlah hal yang membuat konser SNSD lebih dari sekadar konser. Ini bisa dilihat mulai dari durasi pertunjukan di mana SNSD manggung selama tiga jam. Durasi selama itu habis bukan hanya untuk bernyanyi, juga diselingi interaksi dengan penggemar.

Lalu terdapat teknologi pencahayaan, sampai kostum yang jumlahnya hingga empat setel. Hal yang paling penting tentu tata panggung mewah. Di setiap konser, SNSD minimal membawa empat kontainer.

Infografik Harga Tiket Mahal

Menghargai Penggemar

Di masa kini, promotor konser K-Pop menjual tiket di situs yang memang biasa menjual tiket. Mereka pun menyertakan sebaran kursi berikut nomer kursi serta ketentuan yang mesti ditaati penggemar, seperti tidak boleh membawa kamera profesional serta makanan dan minuman.

Penjualan secara online akan memudahkan penggemar yang berasal dari luar kota. Selain itu, penukaran tiket pun biasanya dilakukan di venue pada hari-H.

Kebiasaan ini tentu berbeda dengan yang dialami penggemar tim nasionnal Indonesia di semifinal Piala AFF dua pekan lalu. Dalam pertandingan yang dihelat di Stadion Pakansari, Bogor, PSSI selaku “distributor tiket” dikritik habis-habisan.

PSSI juga menjual tiket secara online, tetapi situs yang ditunjuk kerap anjlok. Selain itu, penjualan secara offline pun dikritik. Penjualan di Stadion Pakansari dibatalkan dan jatah tiketnya didistribusikan ke kelompok suporter, sementara penjualan di Stadion Gelora Bung Karno dengan sendirinya menghadirkan antrean panjang.

Tentu, para penggemar tidak mendapatkan tiket secara langsung, melainkan voucher untuk ditukar dengan tiket asli. Di sinilah masalah muncul karena voucher justru ditukar dengan tiket asli di Senayan. Artinya, penggemar dari luar kota mesti singgah dulu ke Jakarta, baru berangkat ke Bogor.

Sebenarnya, keribetan ini juga pernah terjadi di konser K-Pop. R. Arsi Agnitasari (24) menyebut bahwa konser K-Pop yang paling berkesan buatnya itu konser Super Junior yang bertajuk Super Show 4. Alasan utamanya memburu konser tersebut karena melibatkan Super Junior, boyband yang juga menjadi pionir serta ikon hallyu.

Awalnya penjualan tiket dilakukan secara offline di Jakarta. Karena tahu bahwa permintaan tiket akan tinggi, Arsi yang tinggal di Bandung pun berkoordinasi dengan rekannya di Jakarta soal section yang akan dipilih. “Jadinya bikin ribet orang lain karena dia harus antre sejak malam di Jakarta, sedangkan saya di Bandung,” ucap perempuan yang pernah menulis untuk situs khusus K-Pop ini.

“Secara promotor sebenarnya masih kurang banget soalnya waktu itu antrean juga sempat rusuh dan kehujanan karena gak ada tempat antre yang proper. Tapi, Pas hari H konser itu terbayar lunas karena artis dan stage act mereka, sih. Mereka excited banget walaupun menjalani konser tiga hari berturut-turut. Terus keren bisa melihat satu fandom (kelompok fans) bikin MEIS (Mata Elang International Stadum) jadi satu warna yang sama,” ucap Arsi.

"Gesekan" Fans Boy/Girl Band dengan Anak Bola

Perjuangan para penggemar sepakbola biasanya hanya terbayarkan kalau kesebelasannya menang; sementara untuk hasil di luar itu bisa dibilang merupakan kerugian. Soalnya, penggemar yang datang ke stadion umumnya hanya bertujuan untuk menonton pertandingan. Jarang ada pertandingan sepakbola yang memberikan hiburan lain selain pertandingan. Dan pertandingan sepakbola ya begitu-begitu saja. Hampir sulit untuk ditemui gimmic-gimmick yang membuat pertandingan sepakbola lebih menarik di luar pertandingannya itu sendiri.

Usaha untuk membuat gimmick sebenarnya pernah dilakukan saat pertandingan Asian Dreams Cup pada 2014. Park Ji-sung tidak cuma membawa teman-teman pesepakbolanya, seperti Rio Ferdinand, Gianluca Zambrotta, dan Stephan El Sharaawy. Ia juga membawa rekan-rekan artisnya di Korea Selatan seperti Lee Kwang Soo dan kolega yang tergabung dalam variety show “Running Man”.

Kehadiran para artis inilah yang membuat banyak penonton berduyun-duyun hadir ke Stadion Gelora Bung Karno untuk menyaksikan Park Ji-Sung, dkk. Di jeda antar babak dan di akhir pertandingan, penonton pun disuguhi penampilan atraktif girlband Crayon Pop.

Jumlah penontonnya jelas lebih banyak ketimbang pertandingan yang murni sepakbola yang diniatkan sebagai event hiburan. Misalnya, seperti Cesc Fabregas and friends (6 Juli 2016) atau Jakarta All Star Radja Nainggolan (19 Juni 2013). Kedua pertandingan itu juga digelar di Gelora Bung Karno (GBK). Stadion jauh dari penuh. Bahkan walau Radja Nainggolan bertandingan dengan timnas U-23 sekali pun, GBK tetap saja melompong.

Kalau penonton sepakbola hanya mendapatkan kesenangan saat timnya menang, lain halnya dengan penonton konser K-Pop yang tanpa beban. Mereka datang untuk bertemu langsung dengan sosok yang biasanya hanya mereka lihat dari layar kaca. Syukur-syukur kalau konsernya bagus dan megah.

“Terkadang masih ada pikiran di kepala, meskipun Persib menang karena sudah terbayang bagaimana dua jam akan terjebak macet di area stadion (Si Jalak Harupat). Sementara waktu nonton IKON, saya gak ambil pusing karena dari awal sampai akhir konser itu, kan, memang murni hiburan. Malah, mungkin waktu tempuh Jakarta-Bandung bisa lebih cepat daripada perjalanan Jatinangor ke Soreang untuk menonton Persib main,” ucap Alika.

Penggemar musik K-Pop pun kerap mempertanyakan siapa promotor yang menyelenggarakan karena tidak semua promotor menghadirkan layanan yang sama.

“Mereka sering bertanya, ‘Siapa sih promotornya? Oh, yang itu mah jelek, ah’. Tapi sebetulnya mereka tidak punya pilihan lain. Soalnya, promotor lain gak akan ada yang mendatangkan artis itu juga. Jadi, mereka bakal tetep beli tanpa mikirin jelek atau bagusnya konser itu,” papar Adhie.

Tentu, konser musik dan pertandingan sepakbola bukan sesuatu yang bisa dibandingkan. Kalaupun ada itu lebih kepada teknis penyelenggaraannya.

Perkara Tiket Timnas yang Terus Bermasalah

Promotor konser musik internasional secara teknis mungkin lebih siap karena mereka hanya menyelenggarakannya sekali. Dari kesiapan inilah mestinya bisa dipelajari dan diperbaiki penyelenggara pertandingan sepakbola.

Misalnya, pada konser One Direction pada pertengahan tahun lalu. PSSI mencak-mencak karena jadwal konser yang berdekatan dengan pertandingan kualifikasi Piala Asia U-23. PSSI memainkan peran sebagai korban dan secara tidak langsung menuduh konser One Direction sebagai biang keladi kalau-kalau rumput stadion rusak. Sampai-sampai, para suporter timnas, istilahnya: anak bola, meledek habis-habisan para penggemar K-Pop dengan nada yang tidak jarang seksis.

Apa yang dilakukan PSSI sebenarnya hendak menutupi kalau persiapan mereka untuk menggelar babak kualifikasi tidaklah matang. Berbeda dengan promotor konser yang sudah mem-booking GBK lebih dari setahun sebelumnya -- ya, sematang itu!

Soal pemilihan venue pertandingan semifinal pun terkesan tidak matang. Pada 27 November atau enam hari jelang pertandingan, masih belum pasti apakah akan menggunakan Stadion Pakansari atau Stadion Gelora Bandung Lautan Api. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa PSSI pun mungkin “tidak menyangka” kalau timnas akan lolos dari babak grup.

Ketidaksiapan PSSI dalam perkara penyelenggaraan laga timnas sebenarnya cerita lama yang terus berulang. Sengkarut persoalan tiket nyaris selalu muncul tiap kali timnas Indonesia mencapai laga-laga menentukan. Itulah yang terjadi dalam Piala AFF 2010, Sea Games 2011 maupun kualifikasi Piala AFC U-19 pada 2013 silam.

Hal itu kembali terulang pada gelaran Piala AFF 2016 ini. Kehebohan penjualan tiket sudah terlihat saat Indonesia akan menjamu Vietnam di leg kedua semifinal Piala AFF 2016 pada pekan lalu. Hal yang sama kembali terulang menjelang final Piala AFF 2016. Tirto mengalami sendiri persoalan-persoalan dan silang sengkarut persoalan penjualan tiket final Piala AFF 2016 yang menyengsarakan para suporter. Penjualan online melalui kiostix lagi-lagi bermasalah.

Memang harga tiket bisa menentukan kualitas pertunjukkan. Lantas, apakah dengan harga tiket yang lebih murah, penyelenggaraan pertunjukkan/pertandingan bisa digelar seenaknya?

Baca juga artikel terkait MUSIK atau tulisan lainnya dari Frasetya Vady Aditya

tirto.id - Musik
Reporter: Frasetya Vady Aditya
Penulis: Frasetya Vady Aditya
Editor: Zen RS