tirto.id -
Dalam dua hari ke depan, kata dia, Kementerian PUPR bakal kembali bertemu dengan Pemprov Jawa Tengah untuk memastikan trase mana saja yang tidak bisa dibangun menjadi jalan tol.
Sehingga kata dia, rute tol Yogya-Solo masih sangat mungkin untuk berubah, namun tidak terlalu jauh dari lokasi yang diusulkan Kementerian PUPR.
"Sudah kami usulkan penentuan lokasinya, tinggal tunggu persetujuan Pak Gubernur Ganjar. Setelah itu kita lelang, semoga akhir tahun ini bisa Kontrak. Kan prakarsanya sudah. Mungkin entah besok atau lusa saya mau ketemu pak gubernur untuk trase-nya, finalisasinya," ucapnya saat ditemui di JI-Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2019).
Sugi menyampaikan, Pemprov Jateng meminta proyek tol Yogya-Solo yang memakan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) untuk dicarikan penggantinya.
Sehingga, PUPR perlu melakukan cek ulang di beberapa wilayah yang akan dilewati proyek ini.
Proyek pembangunan tersebut nantinya akan dimulai dari Jawa Tengah, yakni ruas Kartasura-Prambanan dengan panjang jalan utama 35,18 Km yang masuk seksi satu dan terdapat empat exit tol; Kartasura, Karanganom/Delanggu, Klaten dan Prambanan-Manisrenggo.
"Jangan sampai kita sudah appraisal belum sependapat dengan pemilik wilayah. Itu kan harus omong lah. Ibaratnya kulo nuwun, jangan sampai enggak cocok, misalnya oh ini daerah pemukiman, lahan produktif, kalau ada tanah tegalan tanah tidak subur ya mungkin kita pilih di situ," jelas Sugi.
Menurutnya, gubernur Jateng dan Yogyakarta sudah sama-sama memberikan lampu hijau atas proyek tersebut.
Namun Gubernur Yogyakarta Sultan Hamengkubuwono X, kata Sugi, meminta agar proyek tersebut memperhatikan beberapa trase yang di dalamnya terdapat bangunan-bangunan yang perlu dikonservasi.
"Saya sudah ketemu sama beliau, sama staf ahli nya juga, ngarso dalem. Sudah konsultasi. Jangan sampai nanti trase-nya nabrak candi. Kita ini kan kadang kala di luar kasat mata kan enggak tahu. Dulu di situ pernah ada warisan budaya candi sekian ratus tahun kan saya enggak punya catatan itu," ungkapnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Nur Hidayah Perwitasari