tirto.id -
Sebelumnya, rupiah terus menunjukkan sinyal positif dalam empat hari terakhir. Pada Jumat (16/11/2018) pagi, nilai tukar rupiah bergerak menguat sebesar 70 poin ke posisi Rp14.595 dibandingkan sebelumnya Rp14.665 per dolar AS.
Pada transaksi antarbank di Jakarta Kamis (15/11/2018) sore, pergerakan nilai tukar rupiah juga menguat sebesar 100 poin dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.765 per dolar AS.
Pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dinilai wajar oleh analis karena ada aksi ambil untung oleh sebagian pelaku pasar, sehingga pada Senin pagi bergerak melemah tipis lima poin Rp14.600 dibandingkan sebelumnya Rp14.595 per dolar AS.
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada di Jakarta, Senin, mengatakan laju rupiah sedikit tertahan setelah pergerakannya cenderung menguat pada pekan lalu.
"Pelemahan rupiah relatif wajar, sebagian pelaku pasar mengambil posisi ambil untung," katanya.
Kendati demikian, menurut dia, pelemahan rupiah cenderung terbatas karena cukup maraknya sentimen positif dari dalam negeri, di antaranya kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi enam persen dimana bertujuan untuk menyelamatkan defisit transaksi berjalan.
Selain itu, ia menambahkan, Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 oleh Pemerintah yang di antaranya berisikan perluasan industri yang mendapatkan fasilitas tax holiday turut menjadi sentimen positif bagi rupiah.
"Pelaku pasar akan merespon positif kebijakan itu karena nantinya diasumsikan dapat mendorong sejumlah industri berkembang yang pada akhirnya dapat meningkatkan investasi dan perolehan pajak sehingga pertumbuhan ekonomi dapat meningkat," katanya.
Ia memproyeksikan, kurs rupiah akan bergerak di kisaran Rp14.595-Rp14.615 per dolar AS. Diharapkan kembali bergerak ke area positif seiring masih adanya sejumlah sentimen positif dari dalam negeri.
BI merilis suku bunga acuan yang naik 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen dengan alasan untuk mempertahankan posisi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) di sepanjang tahun ini tetap berada di bawah 3 persen dari PDB.
Di sisi lain, meski terdapat kekhawatiran kenaikan tersebut akan membuat perbankan menyesuaikan suku bunga kreditnya namun, optimisme OJK yang memperkirakan penyaluran kredit dapat bertumbuh 13 persen secara tahunan (yoy) dan perkiraan kondisi likuiditas perbankan yang masih cukup bagus membantu penguatan Rupiah.
Tak ketinggalan, penerbitan aturan transaksi derivatif suku bunga Rupiah, yaitu "Interest Rate Swap" dan "Overnight Index Swap", serta adanya penilaian posisi defisit neraca perdagangan sebesar 1,82 miliar AS pada Oktober 2018 tidak akan memicu pelebaran defisit transaksi berjalan ke kisaran di atas 3 persen, turut direspon positif.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri