Menuju konten utama

Rumah Adat Tongkonan Sulawesi Selatan & Nilai-Nilai Luhurnya

Rumah tongkonan memiliki arsitektur yang unik dan mengandung nilai-nilai luhur yang dijunjung oleh masyarakat setempat.

Rumah Adat Tongkonan Sulawesi Selatan & Nilai-Nilai Luhurnya
Rangka atap rumah adat Toraja, Tongkonan menggunakan bambu, Sangalla Utara, Toraja, Sulawesi Selatan. tirto.id/Hafitz Maulana

tirto.id - Tongkonan merupakan rumah adat masyarakat Toraja di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Sebagaimana sebuah rumah adat, tongkonan memiliki arsitektur yang unik dan mengandung nilai-nilai luhur yang dijunjung oleh masyarakat setempat.

Namun, sebelum mengenal rumah tongkonan, ada baiknya mengetahui dulu apa itu rumah adat. Rumah adat adalah rumah bagi penduduk asli suatu wilayah.

Menurut e-modul Keberagaman di Sekitarku rumah adat merupakan hasil dari penggunaan peralatan dan teknologi.Mengingat setiap penduduk memiliki kepercayaan, lingkungan, dan teknologi yang berbeda, maka rumah adat di Tanah Air sangat beragam serta memiliki ciri khas.

Ciri khas yang dimaksud juga dimiliki oleh rumah adat Tongkonan. Ciri khas tersebut tentunya dipengaruhi oleh budaya hingga sistem kepercayaan masyarakat Sulawesi Selatan.

Pengertian Rumah Adat Tongkonan

Menurut Balai Bahasa Sulsel, rumah adat tongkonan berasal dari kata tongkon. Kata tersebut berasal dari bahasa setempat yang artinya 'duduk.' Kata tongkonan sendiri memiliki penambahan akhiran '-an' sehingga diartikan secara lengkap sebagai tempat.

Rumah adat suku Toraja disebut sebagai tongkonan karena dulu digunakan sebagai 'tongkonan' untuk berkumpul dan bermusyawarah. Tongkonan juga menjadi tempat tinggal bagi penguasa adat.

Selain itu, tongkonan juga jadi tempat tinggal yang diwariskan dari orang tua ke anak-cucu. Menurut Weni Rahayu dalam Tongkonan Mahakarya Arsitektur Tradisional Suku Toraja dibangun atas hubungan kekerabatan atau keturunan.

Artinya, rumah adat ini tidak dibangun secara individu, melainkan diwariskan dari generasi ke generasi oleh masyarakat suku Toraja.

Struktur Bangunan Rumah Adat Tongkonan

Rumah adat tongkonan paling mudah dikenali dari bentuk atapnya yang menjulang di sisi depan dan belakangnya. Jika dilihat secara sekilas, atap rumah adat tongkonan mirip seperti perahu.

Badan rumah berupa panggung yang ditopang menggunakan tiang-tiang tinggi. Konstruksi utama rumah menggunakan bahan utama kau uru yang banyak ditemui di Sulawesi.

Kolong-kolong rumah memiliki luas yang sama seperti badan rumah. Biasanya, masyarakat Toraja memanfaatkan kolong rumah sebagai kandang kerbau.

Pada bagian depan rumah, masyarakat Toraja biasanya memasang tanduk-tanduk kerbau di tiang utama (tulak somba). Tanduk-tanduk kerbau tersebut didapat dari pengorbanan ketika upacara kematian anggota keluarga pemilik rumah.

Menurut Rahayu, semakin banyak tanduk kerbau yang terpasang pada tulak somba semakin tinggi pula status sosial pemilik rumah. Hal ini karena tanduk kerbau menandakan kemampuan ekonomi pemilik rumah, mengingat harga kerbau dan biaya upacara kematian Toraja sangat mahal.

Rumah tongkonan biasanya terdiri dari dua bangunan, yang bernama banua sura' dan alang sura'. Bangunan banua sura' adalah bangunan utama yang diukir, sementara bangunan alang sura' adalah lumbung padi yang diukir.

Keduanya melambangkan orang tua, dimana banua sura' adalah ibu yang melindungi anak-anaknya dan alang sura' adalah ayah yang menafkahi keluarganya.

Infografik SC Rumah Adat Tongkonan

Infografik SC Rumah Adat Tongkonan. tirto.id/Tino

Nilai-nilai Luhur dalam Rumah Adat Tongkonan

Danang Wahju Utomo dalam "Nilai-nilai Luhur Arsitektur Rumah Adat "Tongkonan" Toraja" menyebutkan ada tiga nilai-nilai luhur yang dapat dipelajari dari rumah Tongkonan. Ketiga nilai-nilai tersebut antara lain:

1. Nilai-nilai persatuan

Nilai-nilai persatuan dari rumah adat tongkonan tergambar dari proses pembangunan hingga pemeliharaan rumah.

Faktanya, rumah adat tongkonan merupakan salah satu jenis rumah adat yang sulit dan mahal dibangun. Sehingga pemilik rumah akan membutuhkan bantuan kerabat untuk membangun rumah tersebut, baik dari fisik hingga finansial.

Setelah tongkonan didirikan, pemilik rumah akan mengadakan upacara syukuran dengan mengundang kerabat dan tetangga. Upacara dilakukan dengan menyembelih babi dan ayam sebagai jamuan undangan.

Tidak selesai sampai disana, seluruh anggota keluarga dan keturunannya wajib bekerja sama merawat rumah tongkonan yang diwariskan. Pemeliharaan rumah wajib dilakukan oleh seluruh anggota keluarga dan memerlukan musyawarah dari anggota keluarga apabila perlu dilakukan pemugaran.

Sehingga, nilai-nilai persatuan yang paling terlihat dari pembangunan rumah adat ini berupa musyawarah, gotong royong, dan kebersamaan.

3. Nilai-nilai filosofis

Nilai-nilai filosofis rumah tongkonan berkaitan erat dengan sistem religi masyarakat setempat. Menurut Utomo, tongkonan menggambarkan dunia secara mikrokosmos, dimana aktivitas di awal kehidupan hingga kematian dimulai dari tongkonan.

Hal ini tergambar dari berbagai upacara adat masyarakat Toraja yang melibatkan tongkonan hingga struktur bangunan dari rumah adat itu sendiri.

Beberapa poin nilai filosofis yang disebutkan oleh Utomo yang berkaitan dengan struktur rumah adat tongkonan termasuk:

  • Bagian depan rumah adat tongkonan selalu menghadap utara yang dihubungkan dengan arah Sang Pencipta, yaitu Puang Matua.
  • Atap tongkonan dibuat lubang sebagai jalan masuknya rahmat dari Puang Matua dan tempat dilepaskannya segala kesusahan.
  • Atap digambarkan sebagai dunia atas, badan sebagai dunia tengah tempat kehidupan, dan kolong sebagai dunia bawah yang kotor sehingga difungsikan sebagai kandang ternak.
  • Ukiran-ukiran yang terpahat di sekitar rumah menyerupai daun sirih, yaitu tanaman yang banyak digunakan sebagai persembahan kepada dewa.

4. Nilai-nilai pelestarian alam

Masyarakat Toraja memiliki kesadaran tinggi untuk melestarikan hutan. Hal ini karena hutan bukan hanya tempat untuk mencari makan, tetapi juga mencari bahan untuk membangun rumah.

Sehingga, ketika membangun rumah tongkonan, masyarakat Toraja tidak sembarangan menebang pohon yang ada di hutan. Masyarakat melakukan tebang pilih untuk mempertahankan kelestarian hutan di masa depan.

"Kebiasaan ini membuat hutan-hutan di Toraja selalu menyediakan cukup kayu dan bambu untuk dipakai sebagai bahan baku dalam mendirikan sebuah tongkonan," jelas Utomo dalam jurnalnya.

Baca juga artikel terkait RUMAH ADAT atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yantina Debora