Menuju konten utama

Risiko Keselamatan, Pengamat Minta Tarif Pesawat Tak Dipaksa Turun

Menurut pengamat harga tiket pesawat memiliki rumusnya sendiri dan tidak bisa diotak-atik sembarangan.

Risiko Keselamatan, Pengamat Minta Tarif Pesawat Tak Dipaksa Turun
Penumpang pesawat udara berjalan menuju terminal kedatangan saat tiba di Bandara Internasional Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (14/1/2019). ANTARA FOTO/Septianda Perdana/wsj.

tirto.id - Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan pemerintah tak seharusnya memaksakan penurunan harga tiket pesawat. Ia mengkhawatirkan bila maskapai sampai harus melakukan penghematan yang berujung pada aspek keselamatan penumpang.

Menurut Agus saat ini maskapai di Indonesia tengah menghadapi berbagai kenaikan harga yang membebani operasional pesawat. Hal ini katanya berbeda dengan situasi pada beberapa tahun ke belakang saat harga tiket pesawat masih dapat dibandrol cukup murah.

Meskipun pada akhirnya masyarakat terbiasa dengan harga tiket yang murah, ia menuturkan kenaikan harga yang terjadi saat ini seharusnya dimaklumi.

"Ketika ditekan dengan peraturan yang engak pas itu bahaya. Kalau operasional ditekan kan efeknya mengkhawatirkan. Ini tarif yang ada seperti itu. Turun itu sulit" ucap Agus dalam siaran langsung Perspektif Indonesia di Gado-gado Boplo, Cikini pada Sabtu (15/6/2019).

Agus menjelaskan harga tiket pesawat memiliki rumusnya sendiri. Hal ini menjadi fakta bahwa tiket pesawat tidak bisa sembarang diotak-atik apalagi dipaksa untuk turun.

Ia mencontohkan dalam rumusnya, tiket pesawat dipengaruhi oleh harga avtur yang kerap bergejolak di daftar komoditas internasional. Lalu ada juga ongkos navigasi yang harus dibayarkan pada Airnav.

Di samping itu ada juga biaya iuran kepada Jasa Raharja, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke Badan Pengatur Hulu Migas.

Menurutnya semua biaya itu juga umumnya masih akan dikenakan PPN. Belum lagi biaya jasa ke bandara dan para makelar leasing pesawat yang menurutnya jarang tersorot publik.

Namun, paling utama bergantung pada kurs mata uang rupiah. Pasalnya biaya yang bergantung pada kurs Dolar AS juga banyak seperti avtur, leasing pesawat, maintanance, hingga pelatihan kru yang kabarnya masih perlu mengandalkan simulator luar negeri.

"Kapan mau turun? ya itu tadi kursnya harus turun atau rupiah menguat. Kalau harga avtur ditekan lagi ya gak bisa itu tetap tinggi karena kurs mahal. Itu ada itungan semua tidak bisa diakal-akali," ucap Agus.

Karena itu ia pun tak heran bila saat Menteri Koordinator Perekonomian dan Kemaritman sampai harus turun tangan seolah Menteri Perhubungan dianggap tak berdaya.

Walaupun demikian, ia juga menuturkan bahwa Menko yang kemudian turun tangan pun juga mengalami kesulitan lantaran sulit mengatur komponen tiket yang menjadi sebab nilainya begitu tinggi.

"Lalu ini ditarik ke Menko Maritim dan Menko Perekonomian. Memang batasnya Menhub disitu. Dia gak ngatur tarif tapi itu batas atas bawahnya. Tapi para menko juga pusing kan. Gak ada yang bisa diturunkan. Gak bisa semua diturunkan," ucap Agus.

Baca juga artikel terkait HARGA TIKET PESAWAT atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Irwan Syambudi