Menuju konten utama

Ribuan Warga Hong Kong Unjuk Rasa Tuntut Pembebasan Aktivis

Polisi Hong Kong mengatakan sekitar 22.000 orang hadir pada puncak aksi unjuk rasa yang memprotes pemenjaraan aktivis. Angka itu adalah salah satu jumlah terbesar sejak demonstrasi demokrasi tahun 2014.

Ribuan Warga Hong Kong Unjuk Rasa Tuntut Pembebasan Aktivis
Pemimpin mahasiswa Nathan Law dan Joshua Wong berjalan menuju Pengadilan Tinggi untuk mendengarkan keputusan atas tuduhan terkait Gerakan Payung pro-demokrasi pada 2014, di Hong Kong, Kamis (17/8). ANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu

tirto.id - Puluhan ribu orang berbaris melewati jalan-jalan di Hong Kong untuk memprotes pemenjaraan tiga aktivis pro-demokrasi.

Joshua Wong, Nathan Law, dan Alex Chow pada awalnya diberi hukuman non-kustodian atas keterlibatan mereka dalam demonstrasi massa pada tahun 2014. Namun, Kamis (17/8/2017) lalu pengadilan banding memberikan hukuman penjara antara enam sampai delapan bulan terhadap mereka.

Pendukung mereka mengatakan bahwa hukuman penjara itu bermotif politik.

Namun, departemen kehakiman telah menolak klaim tersebut sebagai "tanpa dasar" dan menegaskan bahwa independensi peradilan Hong Kong tidak diragukan lagi.

Pada Minggu (20/8/2017) waktu setempat, tanpa menghiraukan suhu yang terik di atas 30 derajat celcius, para pemrotes melakukan aksi turun ke jalan hingga depan pengadilan tertinggi Hong Kong, Pengadilan Banding Final, tempat ketiga orang tersebut akan membawa kasus mereka.

Mereka meneriakkan: "Lepaskan semua tahanan politik", sementara beberapa membawa spanduk besar bertuliskan: "Bukan sebuah kejahatan untuk melawan totalitarianisme."

"Ini menunjukkan bahwa pemerintah Hong Kong, rezim komunis Cina dan pengadilan melakukan konspirasi untuk mencegah orang-orang Hong Kong terus berpartisipasi dalam politik serta untuk memprotes penggunaan undang-undang dan hukuman keras yang telah benar-benar gagal," kata penyelenggara demonstrasi dan mantan pemimpin mahasiswa Lester Shum, dikutip dari BBC.

Seorang pemrotes lainnya, pensiunan guru Jackson Wai, mengatakan kepada kantor berita AFP: "Orang-orang muda ini adalah harapan kami untuk masa depan. Kami seharusnya tidak memperlakukan mereka seperti ini."

Polisi Hong Kong mengatakan sekitar 22.000 orang hadir pada puncak aksi unjuk rasa itu. Angka itu adalah salah satu jumlah terbesar sejak demonstrasi demokrasi tahun 2014.

Dalam sebuah pernyataan setelah pawai hari Sabtu, pemerintah Hong Kong menegaskan bahwa tidak ada pertimbangan politis di pengadilan banding. Namun, mereka mengetahui bahwa anggota masyarakat memiliki "pandangan berbeda mengenai penghakiman."

Disebutkan, para terdakwa telah mengindikasikan akan mengajukan banding. Pemerintah Hong Kong menambahkan: "Kasus harus ditangani sesuai dengan prosedur peradilan."

Wong (20), Law (24), dan Chow (27) dihukum karena dianggap telah melakukan pertemuan ilegal yang memicu demonstrasi massa di Hong Kong, dikenal sebagai Umbrella Movement.

Mereka termasuk di antara sekelompok pemrotes mahasiswa yang menurunkan pagar di sekitar markas legislatif Hong Kong dan menempati halaman bangunan tersebut.

Pemindahan mereka oleh polisi membuat marah masyarakat dan membawa puluhan ribu orang ke jalan-jalan di hari-hari berikutnya.

Ketiganya dijatuhi hukuman tahun lalu dengan persyaratan non-penjara termasuk pengabdian masyarakat. Namun, departemen peradilan, yang sedang berupaya untuk melakukan hukuman penjara terhadap mereka, mengajukan peninjauan ulang.

Hukuman penjara secara efektif menghentikan mereka untuk tidak hadir dalam pemilihan umum di Hong Kong yang akan datang. Siapa pun yang dipenjara lebih dari tiga bulan didiskualifikasi dari mengikuti pemilihan lokal di Hong Kong selama lima tahun.

Nathan Law yang terpilih ke dalam legislatif Hong Kong tahun lalu, menjadi legislator termuda yang pernah ada. Namun, dia didiskualifikasi bulan lalu ketika pengadilan tinggi kota tersebut memutuskan bahwa dia tidak layak mengambil sumpahnya.

Sementara itu, Gubernur Inggris terakhir Hong Kong, Chris Patten, berbicara menentang keputusan untuk memenjarakan ketiganya. Patten menulis dalam sebuah surat kepada Financial Times pada hari Sabtu: "Nama Joshua Wong, Alex Chow dan Nathan Law akan diingat lama bahkan setelah nama-nama yang telah menganiaya mereka telah dilupakan dan masuk ke dalam tong sampah sejarah."

Amnesty International juga mengkritik pihak berwenang karena memperjuangkan hukuman penjara bagi para aktivis, menyebutnya sebagai "serangan balas dendam" terhadap kebebasan berekspresi.

Asosiasi Hukum Hong Kong dan Masyarakat Hukum telah berbicara mengenai keputusan pengadilan tersebut, dengan menuding bahwa hukuman tersebut bermotif politik serta "tidak dapat dibenarkan dan merusak sistem hukum kita".

Baca juga artikel terkait AKTIVIS HONG KONG atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari