tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkritik keputusan pemberhentian 1.695 guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Meski alasan pemberhentian ribuan guru itu telah sesuai aturan, yakni karena belum memperoleh gelar sarjana, KPAI menilai keputusan tersebut tidak tepat.
Komisioner KPAI bidang pendidikan, Retno Listyarti berpendapat demikian karena banyak daerah masih kekurangan guru. Apalagi, jumlah guru yang diberhentikan di Simalungun mencapai lebih dari 1000 orang. Dia khawatir keputusan tersebut memicu kekurangan tenaga guru di kabupaten itu.
Retno Listyarti mengatakan kekurangan guru secara mendadak dan dalam jumlah banyak akan berdampak pada siswa dan mengganggu sistem pembelajaran di Sekolah.
"Suatu kebijakan di [sektor] pendidikan sejatinya [harus] mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Karena tak mudah mencari guru yang mumpuni di bidangnya dalam waktu singkat," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto pada Kamis (25/7/2019).
Menurut Retno, jika ribuan guru diberhentikan dan sudah ada PNS pengganti yang direkrut sesuai ketentuan dan kebutuhan lapangan maka tidak ada masalah.
Namun, kata dia, apabila pemberhentian ribuan guru itu tidak disertai penyiapan tenaga penggantinya maka akan timbul masalah besar. Sebab, banyak sekolah akan kekurangan tenaga pengajar dan jam pelajaran pun kosong karena tidak ada guru.
"Akibatnya yang dirugikan adalah anak-anak sebagai peserta didik. Jam kosong juga berpotensi menimbulkan kegaduhan di kelas. Bahkan bisa terjadi kekerasan di sekolah yang dilakukan antar sesama siswa," ujar Retno.
Berdasarkan catatan KPAI, 1.695 guru PNS yang dipecat tersebut mengajar di 778 Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan 65 Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Simalungun.
Sementara berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, jumlah guru SD negeri dan swasta di Kabupaten Simalungun mencapai 6.162 orang. Sedangkan di SMP Negeri dan swasta berjumlah 2.394 guru. Adapun jumlah siswa SD di Simalungun sekitar 104.814 anak dan SMP 38.678 siswa.
"Artinya, pemberhentian 1.600-an guru PNS akan berdampak secara signifikan terhadap proses pembelajaran puluhan ribu siswa," kata Retno.
Sedangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy tidak mempersoalkan keputusan pemecatan 1.695 guru PNS tersebut.
"Bupati Simalungun sebelumnya sudah berkonsultasi dengan Kemendikbud terkait guru-guru yang belum S1, karena belum S1 pensiunnya tidak sama dengan guru pada umumnya," kata dia di sela-sela Konferensi SEAMEO Council ke-50 di Selangor, Malaysia, Selasa (23/7/2019) seperti dilansir Antara.
Bupati Simalungun semula menerbitkan SK Nomor 188.45/5929/25.3/2019 tanggal 26 Juni 2019 untuk memberhentikan sementara 992 guru PNS nonsarjana. Kemudian, 703 guru tamatan SMA, yang merupakan pengajar SD dan SMP, juga dipecat.
"Memang mereka (guru yang diberhentikan) itu memang harus pensiun, karena mereka diberi kesempatan untuk melanjutkan ke sarjana tapi mereka tidak mau," kata Muhadjir.
Menurut Muhadjir, jika masa kerja guru-guru tersebut diperpanjang lagi, anggaran daerah Simalungun akan terbebani. Apalagi, sudah ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal hal itu.
"Kemendikbud sudah memberikan lampu hijau dan mereka harus mundur. Kami tidak ingin Pemda terbebani dengan para guru yang sudah diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana ini," ujar Muhadjir.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Addi M Idhom