Menuju konten utama

Riau dan Sumsel Siaga Karhutla Maret, Puncaknya Juni 2017

Dua provinsi yakni Riau dan Sumatera Selatan telah berstatus siaga bencana penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 2017 pada Maret ini, yang akan mencapai puncak musim kemarau pada Juni 2017.

Riau dan Sumsel Siaga Karhutla Maret, Puncaknya Juni 2017
Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman (tengah) menjawab pertanyaan wartawan usai menetapkan status siaga darurat pada rapat koordinasi penetapan status siaga darurat bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan Provinsi Riau 2017 di Kantor Gubernur Riau, di Pekanbaru, Riau, Selasa (24/1). ANTARA FOTO/Rony Muharrman/pd/17

tirto.id - Dua provinsi yakni Riau dan Sumatera Selatan telah berstatus siaga bencana penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 2017.

Kepala Badan Nasional Penanggangan Bencana Willem Rampangilei seusai apel siaga karhutla di Palembang, Sabtu, mengatakan dengan status tersebut mengharuskan semua pihak terkait untuk fokus pada upaya pendekteksian dini karhutla.

"Tantangan dan tugas pada 2017 jauh lebih berat jika dibandingkan 2016 karena cuaca diprediksi bakal lebih panas dibanding dua tahun sebelumnya. Karena itu, semua pihak harus benar-benar lebih memaksimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan," kata dia.

Ia mengatakan pada 2016, jumlah luasan karhutla lebih kecil jika dibanding 2015 karena terdapat pengaruh La Nina sehingga curah hujan lebih banyak melanda Indonesia.

Namun, situasi akan berbeda pada 2017 karena kemarau diperkirakan akan terjadi pada Maret hingga kurang lebih 5-6 bulan dan puncaknya pada Juni.

Untuk itu perlu dilakukan langah antisipasi yang bukan hanya pemerintah saja yang aktif tapi juga dibantu para pemangku kepentingan, relawan, dan sebagainya.

Di Sumsel, ia menilai, persiapannya sudah cukup matang dan upaya sudah dilakukan tersinergi dengan baik.

"Jangan sampai kita lengah, tingkatkan kewaspadaan. Rencananya akan dikirim 2 unit heli waterbombing ke Sumsel dan ini sedang dalam proses," ungkap Willem.

Bantuan juga akan difokuskan ke Riau, karena saat ini karhutla sudah terjadi di daerah tersebut. Namun pemerintah Riau juga telah menggalakkan upaya pemadaman karhutla di daerahnya sehingga kebakaran tak meluas.

Kepala Staf Kepresidenan RI, Teten Masduki mengungkapkan, upaya meminimalisir adanya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sudah menjadi prioritas bagi semua pihak agar karhutla dapat dikendalikan sejak dini.

"Pesan Presiden Joko Widodo soal asap, penanggulangannya ini menjadi perhatian. Presiden sudah memanggil Badan Restorasi Gambut untuk memastikan target dan rencana BRG untuk ribuan hektare lahan dalam kondisi siap," kata dia.

Untuk itu juga, peran kerja sama dengan pihak perkebunan yang mendapat izin mengelola lahan sangat penting. Ia meminta agar setiap perkebunan dapat menjaga lahannya masing-masing dan bertanggung jawab bila ada kebakaran sekecil apapun.

"Perkebunan harus memiliki manajemen baik alat pendeteksi elektronik yang dapat mengukur muka air gambut. Memastikan keberadaan sumur bor, tower pemantau adanya kebakaran dan kelengkapan sarana serta prasarana kebakaran hutan dan lahan," kata dia.

General Manager Fire Management APP Sinarmas Sujica Lusaka mengatakan saat ini Sinarmas telah mengaktifkan ruang kontrol pusat pemantauan hotspot di Jakarta, Riau, Jambi dan Sumsel.

"Pusat kontrol ini akan menjadi tempat berbagai sumber saling berkoodinasi dalam pendeteksian dini kebakaran hutan dan lahan. Dengan diaktifkannya situation room ini maka jika ada titik api di sekitar areal konsesi Hutan Tanam Industri yang menjadi pemasok perusahaan maka akan muncul di layar pusat pemantau secara realtime," kata dia.

Ia menjelaskan bahwa data realtime itu dapat diperoleh karena sistem menggunakan teknologi mutahir yakni mengambil data dari Geospasial Information System (GIS) yang dipadukan dengan data yang diambil secara langsung melalui pesawat udara yang dilengkapi alat canggih kamera geothermal.

"Perpaduan data ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi dan kecepatan pendeteksian titik api, tidak seperti tahun sebelumnya yakni data hotspot diperoleh dari satelit sehingga ada waktu delay saat informasi pertama diterima hingga sampai ke petugas di lapangan," kata Sujica.

Baca juga artikel terkait KARHUTLA atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri