tirto.id -
"Meskipun harapan KPK, para pelaku korupsi ini dibatasi semaksimal mungkin agar tidak lagi memimpin masyarakat," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (11/12/2019) malam.
Sebab para mantan terpidana korupsi itu, menurut Febri, telah menciderai kepercayaan masyarakat dengan kewenangan yang disalahgunakan oleh mereka.
"Tetapi bagaimana juga karena MK adalah salah satu kekuasaan Kehakiman. Tetap kami hormati dan KPK hargai itu," ujarnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Uji materi ini diajukan dua lembaga swadaya masyarakat yang fokus terhadap isu pemilu dan korupsi, yaitu: Perludem dan ICW.
Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati dan wali kota. Mahkamah Konstitusi mengubah isi Pasal 7 ayat 2 huruf g sehingga calon kepala daerah harus memenuhi sejumlah syarat.
Salah satu isinya yakni calon kepala daerah yang mantan terpidana harus melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.
KPK juga menilai keputusan itu sudah membatasi ruang gerak para mantan terpidana korupsi untuk melibatkan diri dalam pemilihan kepala daerah. KPK tinggal menunggu saja implementasi serta integrasi oleh KPU.
"Tinggal dibuat aturan yang lebih rinci di PKPU. Agar upaya kita membatasi ruang gerak koruptor memimpin sebuah daerah itu bisa lebih jelas dasar hukumnya dan lebih kuat," ujarnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri