Menuju konten utama

Resolusi Sawit Uni Eropa Dibalas Mentan dengan Ancaman

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman berang setelah Parlemen Uni Eropa mengeluarkan Resolusi yang menuduh industri sawit Indonesia memicu masalah deforestasi, degradasi habitat satwa, korupsi, pekerja anak dan pelanggaran HAM. 

Resolusi Sawit Uni Eropa Dibalas Mentan dengan Ancaman
Hamparan perkebunan kelapa sawit membentuk pola terlihat dari udara di Provinsi Riau, Selasa (21/2/2017). Pemerintah Indonesia berupaya menyempurnakan kebijakan moratorium sawit yang diberlakukan selama lima tahun sejak 2016 untuk menekan laju konversi hutan dan lahan gambut dengan tetap memperhatikan kelangsungan bisnis supaya produktivitas sawit meningkat dari luas perkebunan yang sudah ada. ANTARA FOTO/FB Anggoro.

tirto.id - Resolusi sawit Parlemen Uni Eropa yang keluar baru-baru ini membuat Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman meradang. Dia menilai resolusi itu bentuk kampanye hitam yang merugikan industri sawit Indonesia.

Amran mengancam akan mengevaluasi kerja sama perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa, terutama yang berkaitan dengan ekspor sawit dan biodiesel berbahan sawit ke benua itu.

"Kalau ada kerja sama yang telah kami tandatangani, kami evaluasi," kata Amran di Semarang pada Rabu (12/4/2017) seperti dilansir Antara.

Amran menyatakan pasar sawit Indonesia tidak hanya di Eropa karena masih ada pasar potensial lain di India, China, Pakistan, Bangladesh, Turki dan lainnya.

Karena itu, menurut dia, pemerintah semestinya tidak gentar bila negara-negara Uni Eropa bersepakat melarang peredaran sawit Indonesia.

Dia mengaku berencana meminta pelaku-pelaku eksportir sawit segera menghentikan ekspornya ke Eropa. "Indonesia jangan mau didikte Uni Eropa. Kalau perlu hentikan ekspor sawit kesana," ujar dia.

Amran mengklaim penghentian ekspor sawit Indonesia ke Eropa tidak akan merugikan industri sawit nasional. Menurut dia, saat ini Indonesia sudah melakukan konversi ke Biofuel B-20 sebanyak 3,2 juta ton. Sementara Eropa mengimpor 7 juta ton.

"Kita masih punya B-30 dan itu kita butuh 13 juta ton. Artinya ekspor kita nanti berkurang dan kita jadikan biodiesel," ujar dia.

Amran menilai resolusi Parlemen Uni Eropa ini menyinggung kedaulatan Indonesia. Menurut dia, Uni Eropa tak berhak ikut campur di soal kebijakan Indonesia di sektor perkebunan sawit.

Selain itu, Amran beralasan Indonesia telah memiliki standar sertifikasi produk sawit dan turunannya yang disebut Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Indonesia juga telah bekerjasama dengan Malaysia dalam hal sertifikasi produk sawit melalui Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO).

Amran mengaku tak segan mengevaluasi beberapa kerja sama dengan negara-negara Eropa, khususnya Prancis. Pasalnya Indonesia memiliki posisi yang kuat sebab bersama Malaysia menguasai 80 produksi Crude Palm Oil (CPO) dunia.

Dia juga menilai resolusi itu berpotensi merugikan belasan juta rakyat Indonesia yang selama ini mendulang penghasilan dari sawit. Bila resolusi itu membuat harga sawit Indonesia merosot di pasar dunia, menurut dalih Amran, banyak orang justru berisiko beralih mencari penghasilan dengan membabat hutan.

Ancaman Amran ini muncul sebab Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit, dengan sorotan utama Asia Tenggara, terutama Indonesia.

Berdasar siaran pers Parlemen Uni Eropa pada pekan kemarin, Resolusi itu menilai industri sawit menciptakan masalah deforestasi, degradasi habitat satwa, korupsi, pekerja anak dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Resolusi itu secara khusus menyebut industri sawit Indonesia sebagai salah satu pihak pemicu masalah-masalah tersebut.

Resolusi ini disetujui 640 anggota Parlemen Uni Eropa, ditolak 18 lainnya serta 28 sisanya abstain. Laporan itu akan diserahkan ke Komisi dan Presiden Uni Eropa.

Parlemen Uni Eropa mendesak Komisi Uni Eropa menerapkan skema sertifikasi tunggal bagi produk sawit impor demi menghentikan dampak buruk industri ini. Resolusi itu juga menyarankan penghentian penggunaan minyak nabati secara bertahap sampai 2020.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI SAWIT atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom