Menuju konten utama

Reshuffle di Ujung Pemerintahan Jadi Ajang Jokowi Rangkul Oposisi

Jokowi mungkin akan mengganti sejumlah menteri. Ini juga peluang baginya untuk merangkul oposisi.

Reshuffle di Ujung Pemerintahan Jadi Ajang Jokowi Rangkul Oposisi
Presiden Joko Widodo (kanan) menerima kunjungan Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Istana Negara, Jakarta, Kamis (2/5/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/WSJ.

tirto.id - Sejumlah menteri pada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla diduga terseret kasus korupsi. Kemungkinan perombakan kabinet (reshuffle) di ujung masa jabatan pun mengemuka.

"Kalau habis lebaran, ya mungkin. Ada reshuffle," kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi kepada reporter Tirto, Kamis (9/5/2019).

Beberapa menteri yang dimaksud adalah Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi. Enggar diduga terlibat suap yang melibatkan anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, Lukman Hakim untuk dugaan jual-beli jabatan, dan Imam Nahrawi pada kasus suap penyaluran dana hibah KONI. Ketiganya kini masih berstatus saksi.

"Kalau kemudian KPK menaikkan status mereka menjadi tersangka, tentu akan diganti," katanya. "Tidak ada toleransi lagi."

Rangkul Oposisi

Terlepas dari motif hukum yang Johan Budi sebut, reshuffle pada akhir masa jabatan juga sangat mungkin bermakna politis.

Direktur Eksekutif KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo mengatakan ada kemungkinan yang diminta jadi menteri nanti juga akan menjabat di periode selanjutnya (hitung manual KPU masih menempatkan Jokowi-Ma'ruf Amin unggul di Pilpres 2019). Karena itu pula reshuffle mungkin akan memperlihatkan bagaimana komposisi koalisi ke depan.

Kunto Adi menduga Jokowi akan mempertimbangkan nama-nama dari partai oposisi agar mereka berbalik arah mendukung pemerintah.

Sejauh ini partai oposisi adalah PAN, PKS, Gerindra, Berkarya, dan Demokrat. Beberapa fungsionaris partai telah mengindikasikan pindah haluan, dan mungkin akan benar-benar terjadi ketika kader mereka diangkat jadi menteri.

PAN dan Demokrat jadi dua partai oposisi yang paling sering disebut akan berbalik mendukung Jokowi. Ketua Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean pernah bilang kalau mereka akan keluar dari koalisi Prabowo jika Jokowi yang menang Pilpres 2019.

Begitu pula dengan Wakil Ketua Umum PAN, Bara Hasibuan, yang bilang komitmen mereka mendukung Prabowo-Sandiaga memang hanya sampai pilpres.

"Bisa nambah, bisa saja berkurang [partai pendukung]. Karena partai koalisi merasa berjasa. Tapi Pak Jokowi juga ingin pemerintahannya bagus [dengan cara] mengambil [politikus] dari oposisi," kata Kunto Adi.

Pernyataan Kunto Adi juga selaras dengan apa yang sempat disinggung Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding. 3 Mei lalu Karding bilang Jokowi "membutuhkan konsolidasi baru sampai Oktober mendatang" (bulan pelantikan presiden-wakil presiden baru).

Namun dugaan memberi kursi bagi oposisi disangsikan Erick Thohir, Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf. Menurutnya Jokowi adalah orang yang lebih mengutamakan profesionalisme. Dia akan mencari orang terbaik, alih-alih mengakomodir partai oposisi agar pindah haluan.

"Saya yakin beliau akan memilih orang yang baik. Enggak mau ada hitung-hitungan kekuasaan," kata Erick di Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (8/5/2019) kemarin.

Johan Budi sendiri mengatakan belum tahu siapa yang akan ditunjuk Jokowi. Dia hanya bilang yang dipilih adalah yang punya kapasitas.

Baca juga artikel terkait RESHUFFLE atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino