Menuju konten utama

Rekomendasi Tak Direspon Direksi, Dua Direktur Sriwijaya Air Mundur

Direktur Operasi Captain Fadjar Semiarto dan Direktur Teknik Ramdani Ardali Adang mengundurkan diri dari manajemen Sriwijaya Air lantaran surat permohonan untuk menghentikan operasional sementara Sriwjaya Air Group tak direspon dewan direksi.

Rekomendasi Tak Direspon Direksi, Dua Direktur Sriwijaya Air Mundur
Seorang pegawai berada di depan gerai penjualan tiket maskapai Sriwijaya Air di Jakarta, Senin (30/9/2019). NTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

tirto.id - Dua direktur Sriwijaya Air, yakni Direktur Operasi Captain Fadjar Semiarto dan Direktur Teknik Ramdani Ardali Adang mengundurkan diri lantaran surat permohonan untuk menghentikan operasional secara sementara Sriwjaya Air Group tidak direspon oleh dewan direksi.

Dalam hal, dewan direksi yang dimaksud adalah Pelaksana Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson I Jauwena.

“Kita pikirkan karena surat ini tidak direspon dan tetap melanjutkan penerbangan secara normal, kami berdua mengundurkan diri untuk menghindari kepentingan konflik,” kata Direktur Operasi Captain Fadjar Semiarto dalam konferensi pers di Jakarta, seperti dilansir Antara, Senin (30/9/2019).

Fadjar menjelaskan, sebelumnya ia telah menyampaikan surat rekomendasi penghentian sementara operasional Sriwjaya karena dinilai tak laik dari sisi operasional, teknis dan finansial.

Dia menjelaskan berdasarkan penilaian Hazard, Identification and Risk Assessment (HIRA) bahwa status Sriwijaya Air Group berada dalam rapor merah.

Artinya, operasional pesawat Sriwijaya Air berpotensi membahayakan keselamatan penerbangan.

Dualisme di Tubuh Sriwijaya

Selain itu, Fadjar juga menuturkan adanya dualisme kepemimpinan di Sriwijaya. Hal tersebut lantaran Plt Direktur Utama dijabat oleh Jefferson I Jauwena, sementara yang tertulis di akta perusahaan yang terbaru adalah Robert Waloni.

“Ada dualisme kepemimpinan, yaitu direktur utama untuk urusan kontigensi, Pak Jefferson dan yang tertulis di akta resmi Pam Robet Waloni membuat susah untuk koordinasi, dan ini tidak rasional,” katanya.

Dalam kesempatan sama, Direktur Teknik Sriwjaya Air Ramdani Ardali Adang menjelaskan bahwa putusnya kerja sama dengan PT GMF AeroAsia usai pergantian direksi Sriwjaya 10 September lalu membuat perawatan pesawat terbengkalai.

“Perlu kami sampaikan, kami peduli keselamatan, laporan terkini sejak putus dengan GMF, Sriwijaya kondisi suku cadang saja tidak ada, hanya oli saja, ban terseok-seok,” tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, tenaga kerja teknisi yang terbatas membuat tiga teknisi dan dua mekanik digenjot untuk bekerja 12 jam. Padahal, diperlukan istirahat cukup untuk merilis pesawat layak terbang.

“Saya terus terang sejak putus GMF hingga saat ini saya khawatir sekali HIRA-nya cukup merah, memang belum terjadi sesuatu tapi dari indikasi tersebut berpotensi terhadap penerbangan. Surat kami tidak dipedulikan lebih baik mengundurkan diri,” ungkapnya.

Sebelumnya beredar rekomendasi penghentian sementara operasional Sriwijaya Air Group dari Direktur Quality, Safety, dan Security Sriwijaya Air Toto Subandoro kepada Plt Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson I. Jauwena.

Dalam surat nomor Nomor: 096/DV/1NT/SJY/1X/2019 tertanggal 29 September 2019 yang beredar, Toto menjelaskan, rekomendasi itu diputuskan usai Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan yang melakukan pengawasan terhadap keselamatan penerbangan Sriwijaya menemukan adanya ketidaksesuaian pada laporan yang disampaikan perusahaan 24 September 2019 pada DKPPU.

Temuan tersebut adalah bahwa ketersediaan tools, equipment, minimum suku cadang dan jumlah tenaga tekhnisi berkualifikasi yang ada di perusahaan ternyata tidak sesuai dengan laporan yang tertulis dalam kesepakatan yang dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara dan Menteri Perhubungan.

Termasuk bukti bahwa Sriwijaya Air belum berhasil melakukan kerja sama dengan JAS Engineering atau MRO lain terkait dukungan Line Maintenance.

Hal ini berarti Risk Index masih berada dalam zona merah 4A (Tidak dapat diterima dalam situasi yang ada), yang dapat dianggap bahwa Sriwijaya Air kurang serius terhadap kesempatan yang telah diberikan pemerintah untuk melakukan perbaikan.

Baca juga artikel terkait SRIWIJAYA AIR atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Bisnis
Reporter: Antara
Penulis: Hendra Friana
Editor: Gilang Ramadhan