tirto.id -
"Dari tahun 2017 ke 2018 itu kan naiknya Rp2,7 triliun secara total. Kalau 2017 itu target pajak Rp35,4 triliun. Ini masih jauh dan kami harus kejar target pajak ini," ujarnya saat ditemui di kantor BPRD DKI Jakarta, Rabu (18/4/2018).
Tahun ini, BPRD DKI memiliki 60 orang juru sita pajak untuk meminimalisir pengemplangan dan tunggakan pajak. Mulai bulan ini, kata Edi, peran para juru sita akan dimaksimalkan untuk mengerek realisasi pajak yang masih berada di bawah 30 persen.
"Sampai akhir tahun akan kita efektifkan untuk melakukan penagihan pajak dengan surat paksa," imbuhnya.
Surat paksa yang ia maksud, sambung Edi, diatur dalam Undang-Undang No 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak secara paksa.
Surat paksa tersebut bakal diberikan jika wajib pajak tidak melakukan pembayaran dalam waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh BPRD.
"Misalnya 7x24 jam belum melakukan pembayaran, maka kita akan melakukan pemaksaan. Asetnya kita lakukan penyitaan di tempat dulu," terangnya.
Selain itu, Pemprov juga bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melakukan penagihan. Menurutnya, kerjasama tersebut sangat efektif untuk melakukan penagihan pajak terutama dalam jumlah besar.
Ia menuturkan, "tahun 2017 saja, kami pernah memanggil wajib pajak yang menunggak. Dalam waktu 2 jam, ada 6 wajib pajak langsung bayar Rp40 miliar. Sebenarnya kan itu uang rakyat yang dititipkan ke mereka. Akhirnya mereka membuat pernyataan bayar. Dengan BPK juga seperti itu. Termasuk hutang PBB, kami tagih bersama KPK dan BPK RI."
Kendati demikian, Edi berharap para wajib pajak lebih punya kesadaran untuk memenuhi kewajibannya tanpa harus dipaksa. "Kan sebelum diberikan surat paksa, kita berikan pemberitahuan dan peringatan. Ini kita sampaikan, setelah ini mungkin bulan Mei sampai Akhir Tahun, tim juri sita pajak akan bergerak ke lapangan didampingi KPK," kata Edi.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri