Menuju konten utama
Maxim dan Bitcar

Ramai-Ramai Asing Masuk Bisnis Transportasi Online Indonesia

Sejumlah perusahaan asing mulai mencoba peruntungan di bisnis transportasi online. Sebut saja Maxim, FastGo dan Bitcar.

Ramai-Ramai Asing Masuk Bisnis Transportasi Online Indonesia
Moda transportasi berbasis aplikasi digital diharapkan dapat mengurangi pertumbuhan jumlah mobil melalui konsep carpool. FOTO/Istimewa

tirto.id - Suatu siang di depan salah satu perkantoran di bilangan Jakarta Selatan, Nanang (42 tahun) terlihat asyik memainkan gawainya. Pria yang bekerja sebagai pengemudi ojek online ini rupanya tengah beristirahat sejenak usai mengantar tujuh penumpang sejak pagi itu.

Namun, ada yang berbeda dari pengemudi ojek online atau ojol ini. Jika pengemudi ojol biasa memakai jaket berwarna hijau, jaket Nanang justru berwarna kekuningan. Pria asal Depok ini ternyata adalah pengemudi ojek online Maxim.

“[Maxim] Ini ojol baru mas. Pesaing barunya Gojek atau Grab,” katanya kepada Tirto sambil tertawa lepas.

Tiga bulan bekerja, Nanang merasa cukup nyaman dengan pekerjaan barunya itu. Upah yang diterima juga cukup untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Rata-rata, ia biasa membawa penghasilan bersih sekitar Rp140.000 per hari.

Tak seperti Gojek dan Grab yang sudah menerapkan insentif atau bonus, Nanang mengaku penghasilannya saat ini seluruhnya berasal dari jasa antar, belum ada tambahan bonus. Hal itu dikarenakan Jakarta belum menjadi fokus Maxim saat ini.

Kondisi berbeda apabila di luar daerah, Maxim justru memberikan tambahan insentif kepada para pengemudinya. Menurut Nanang, Maxim memang sedang fokus mengembangkan bisnis di luar daerah.

“Kalau di Jakarta, pesaingnya Gojek dan Grab. Berat mas. Apalagi sekarang ojol-ojol baru makin banyak. Kaya ojol Anterin. Lalu ada lagi tapi saya lupa, sedang bukaan (cari driver) di Depok,” tuturnya.

Minat investor untuk berkecimpung di bisnis transportasi berbasis aplikasi atau online di Indonesia belakangan ini semakin besar. Tak hanya investor lokal, tetapi investor asing pun juga tak ingin ketinggalan mencicipi kue pasar transportasi online di Indonesia.

Maxim adalah salah satunya. Diam-diam, perusahaan asal Rusia ini sudah melayani sejumlah kota di Indonesia, di antaranya seperti Jakarta, Yogyakarta, Pekanbaru, Batam, Balikpapan, Lampung, Samarinda, dan Surakarta.

Siapa Maxim?

Dalam laman resminya, Maxim didirikan oleh Kurgan Maxim Belonogov pada 2003 di kota Chardinsk, Pegunungan Ural. Saat ini, Maxim merupakan perusahaan taksi terbesar ketiga di Rusia.

Maxim sendiri mulai membuka cabang di luar negeri pada 2014. Negara-negara yang sudah dilayani Maxim di antaranya seperti, seperti Ukraina, Italia, Georgia, Bulgaria, Tajikistan, Belarusia, Azerbaijan, Kazakhstan, termasuk Indonesia.

Kendati demikian, kehadiran Maxim di Indonesia tampaknya tidak begitu mulus. Beberapa kali, Maxim bersitegang dengan para pengemudi transportasi online maupun konvensional di daerah setempat.

Dilansir dari SindoBatam, sopir taksi konvensional dan sopir taksi online kompak menolak Maxim beroperasi di Batam lantaran tidak memiliki izin dari Dinas Perhubungan, tapi sudah beroperasi mengambil dan mengantar penumpang.

Sementara di Balikpapan, kantor Maxim yang berlokasi di Kompleks Mall Fantasi Blok A5 disegel oleh pengemudi transportasi online setempat. Mengutip dari Jawapos, penyegelan itu dikarenakan Maxim menerapkan tarif yang lebih murah.

Selain Maxim, investor lainnya yang mengincar pasar Indonesia adalah Bitcar. Merek taksi online asal Malaysia ini akan mengembangkan bisnisnya di Indonesia dalam waktu dekat ini melalui PT Bitokenpay Digital Indonesia (Bitcar Indonesia).

Namun demikian, Bitcar Indonesia bukanlah merupakan anak usaha dari Bitcar Malaysia Sdn Bhd. Menurut Chief Operational Officer Bitcar Indonesia Christiansen F. Wagey, perusahaan hanya sekadar memegang lisensi Bitcar saja.

“Saat ini, kami hanya pegang lisensinya untuk menjalankan aplikasi Bitcar di Indonesia. Jadi pengelolaannya murni oleh perusahaan dalam negeri, termasuk investasinya,” tutur pria yang biasa disapa Yansen ini kepada Tirto.

Selain Bitcar dan Maxim, perusahaan asing lainnya yang dikabarkan siap masuk ke Indonesia adalah FastGo. Melansir dari Reuters, Indonesia dan Myanmar merupakan sasaran pertama FastGo dalam mengembangkan bisnisnya di Asia Tenggara.

FastGo merupakan perusahaan transportasi online asal Vietnam yang dikelola oleh NextTech Grup. Aplikasi FastGo diluncurkan mulai Juni 2018. Selang tiga bulan, jumlah armadanya sudah mencapai 30.000 mobil pribadi dan 1.000 unit taksi.

Infografik Bisnis Transportasi Aplikasi

Infografik Bisnis Transportasi Aplikasi. tirto.id/Nadia

Pasar Transportasi Online di Indonesia

Lantas mengapa investor asing menyasar pasar Indonesia? Christiansen menilai pangsa pasar bisnis transportasi daring di Indonesia saat ini masih sangat besar. Namun demikian, kue pasar tersebut selama ini hanya dinikmati oleh dua perusahaan, seperti Grab dan Gojek.

Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila investor asing membidik pasar Indonesia, meski perusahaan lokal juga banyak yang mencoba peruntungannya untuk ikut mencicipi kue pasar tersebut.

Apa yang dikatakan Christiansen ada benarnya. Bisnis pasar transportasi online di Indonesia memang prospektif. Menurut Statista, pengguna transportasi online saat ini ditaksir mencapai 21,7 juta orang, naik 28 persen dari tahun sebelumnya.

Pada 2023, jumlah pengguna transportasi online di Indonesia diprediksi naik 75 persen menjadi 40 juta orang. Jumlah ini tentu masih akan tumbuh ke depannya mengingat pengguna ponsel pintar di Indonesia saja saat ini sudah mencapai lebih dari 100 juta orang.

Selain dari sisi pengguna, penghasilan dari bisnis transportasi online ini juga tidak kecil. Pada 2019, Statista memperkirakan pendapatan transportasi online di Indonesia sudah menembus US$3,63 miliar.

Dalam lima tahun ke depan, rata-rata pendapatan transportasi online diprediksi tumbuh 23 persen per tahun. Jika tidak ada aral melintang, nilai pasar transportasi online di Indonesia ini akan mencapai US$8,27 miliar pada 2023.

Meskipun di atas kertas prospek bisnis transportasi online sangat menggiurkan, akan tetapi tidak gampang untuk dilakukan. Menilik ke belakang, tak sedikit merek-merek transportasi online yang terpaksa gugur, sehingga pada akhirnya hanya menyisakan Gojek dan Grab.

Perusahaan senilai US$67,31 miliar asal AS, Uber Technologies Inc saja tidak bertahan lama di Indonesia. Apalagi, regulasi yang mengatur transportasi online saja saat ini masih belum menemukan formula yang tepat, dan kerap berubah-ubah.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti