tirto.id - Di saat Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) melakukan deklarasi terbuka di Tugu Proklamasi, Jakarta, Selasa (18/8/2020) lalu, keriuhan lain terjadi di media sosial. Perkumpulan orang yang kebanyakan adalah oposisi pemerintahan Joko Widodo itu mendapat berbagai macam tudingan di media sosial.
Pertemuan pertama KAMI dilaksanakan 5 Agustus lalu di salah satu restoran di bilangan Fatmawati, Jakarta Selatan. Beberapa nama seperti Rocky Gerung, Refly Harun, hingga Said Didu datang.
KAMI mendeklarasikan diri sebagai gerakan moral. Beberapa kritik yang telah mereka lancarkan sejauh ini adalah pemerintah abai terhadap kesejahteraan masyarakat hingga penegakan hukum yang loyo.
Saat deklarasi Selasa lalu, tepat satu hari setelah hari perayaan kemerdekaan 17 Agustus, KAMI mengklaim telah mengangkat tiga orang sebagai presidium. Mereka adalah Din Syamsuddin, Rochmat Wahab, dan Gatot Nurmantyo.
Di saat itulah keriuhan di media sosial terjadi. Akun Twitter @AV4tarPemburu menuding KAMI dengan berbagai hal. Akun itu misalnya menuding kalau KAMI akan membawa Indonesia kembali ke masa Orde Baru karena saat deklarasi datang anak Soeharto, Siti Hediati Hariyadi alias Titiek.
Akun itu juga menuding Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan fasilitas untuk deklarasi. Disebut demikian karena sebelumnya ia tak memperbolehkan kegiatan berkumpul ketika perayaan HUT Kemerdekaan ke-75 di Jakarta, dalam rangka mengantisipasi wabah Corona.
Yang paling jauh adalah tudingan bahwa KAMI ingin melengserkan Jokowi alias makar. Tudingan itu berlandaskan ucapan seorang akademisi hukum tata negara dari Universitas Jenderal Soedirman, Muhammad Fauzan.
Di akhir utas akun itu, ia menjelaskan dengan panjang lebar kalau Gatot Nurmantyo, mantan Panglina TNI, adalah satu salah deklarator yang mendapat kucuran dana dari cukong dan taipan asal Cina. Akun itu juga menuding kalau Din Syamsuddin mendapat kucuran dana tak terbatas dari Amerika Serikat dan Israel.
Tudingan dan upaya penggembosan yang dilakukan berbagai pihak ke KAMI di media sosial tak hanya berhenti dari situ. Beberapa waktu setelahnya, entah terkait atau tidak, Din Syamsuddin mengaku akun Twitter-nya disadap.
Respons Tudingan
Salah satu pegiat KAMI, Syahganda Nainggolan, menepis tudingan-tudingan itu.
"Tudingan-tudingan negatif tentang kembali ke Orde Baru, belum saya pahami. Karena Orde Baru adalah sebuah orde yang lama dan di masa itu saya, Jumhur Hidayat, Ahmad Yani, dan mayoritas deklarator KAMI justru teraniaya di masa Orde Baru. Sebagiannya dari itu dipenjara," kata Syahganda saat dikonfirmasi wartawan Tirto, Kamis (20/8/2020) pagi.
Ia juga menepis kalau salah satu agenda KAMI adalah untuk melengserkan Presiden Jokowi. Menurutnya, tudingan itu tidak berdasar sama sekali.
Syahganda pun menolak anggapan KAMI didanai pihak asing seperti Cina, Amerika Serikat, bahkan Israel. Ia mengatakan tudingan tersebut "sangat berlebihan." "Sebab gerakan moral KAMI adalah gerakan yang berbasis pada kemandirian dan partisipasi rakyat, artinya tidak butuh uang uang dari mana pun."
Pegiat KAMI lainnya, Adhie Massardi, pun mengatakan hal serupa. Dan ia menilai KAMI tak perlu menanggapi tudingan-tudingan itu secara berlebihan sebab "malah kontraproduktif dengan tuntutan-tuntutan kami ke penyelenggara negara untuk menjalankan tugas konstitusinya," katanya saat dihubungi Kamis pagi.
Ia juga mengatakan "tudingan itu menyedihkan" "Karena mereka [yang menuding] enggak melihat bahwa ada masalah di Indonesia. Masyarakat hampir di seluruh Indonesia merasakan sense of crisis," tambahnya.
Pengajar hukum tata negara Muhammad Fauzan juga memberikan klarifikasi terhadap pencatutan namanya. Kepada wartawan Tirto, Fauzan mengatakan ada pihak yang berusaha memelintir dan tak mengutip utuh ucapannya.
#KAMImauMAKAR
— ☕ RMS ☕ (@Robert__Moses) August 17, 2020
Paham kan kita semuanya bahwa : Penggantian Kepala Negara secara Inkonstitusional adalah MAKAR...
Kita hrs paham terhadap gerakan dan statement" dr KAMI bahwa pernyataan itu tergolong MAKAR pic.twitter.com/oPvDUzrBj7