Menuju konten utama

Putusan Hakim Terkait Setya Novanto Diduga Hasil Titipan

Pengamat menilai, Ketua PN Jakarta Selatan harus diperiksa karena putusan Cepi Iskandar bisa jadi merupakan "titipan" ketua pengadilan.

Putusan Hakim Terkait Setya Novanto Diduga Hasil Titipan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggelar sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Ketua DPR RI, Setya Novanto, Jakarta, Selasa, (12/11/2017). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Komisi Yudisial (KY) dinilai harus memeriksa ketua pengadilan yang menangani sidang praperadilan Setya Novanto, bukan hanya memeriksa hakim Cepi Iskandar. Hal tersebut diungkapkan pengamat hukum Universitas Bung Karno Azmi Syahputra.

"Itu sebagai pintu gerbang distribusi penunjukan hakim pemeriksa perkara praperadilan Setya Novanto," kata Azmi Syahputra kepada Antara di Jakarta, Senin (2/10/2017).

Ia menduga hakim Cepi Iskandar memang membangun argumen pertimbangan hukum yang mendalilkan untuk dan akan mengabulkan permohonan praperadilan atau hakim tersebut bekerja karena ada permintaan khusus atau "titipan" perkara dari ketua pengadilan.

Karena, kata dia, dalam praktiknya kebanyakan hakim akan sulit menolak jika ada permintaan dari ketua pengadilan dan bisa jadi hakim Cepi merupakan tipe hakim yang tidak bisa menolak permohonan pimpinan.

Modus kelicikan pengkondisian hakim yang diciptakan atau di-setting ini juga harus diungkap sebagai wujud reformasi peradilan.

"Dalam praktiknya jika hakim sudah dikondisikan sejak awal personelnya melalui ketua pengadilan maka yang terjadi ada tawaran dalam bentuk penerimaan uang atau janji menerima atau ada kepentingan sesuatu yang akan diperoleh," katanya.

Azmi menambahkan jika hal itu dapat dibuktikan oleh KY atau pengawal internal MA, maka sejak awal sudah ada tindakan yang disengaja dengan maksud oleh ketua pengadilan untuk mengkondisikan kasus praperadilan itu.

"Karena itu, hal ini harus diusut dengan teliti dan tuntas," tandasnya, seperti dikutip Antara.

Dalam putusannya, Hakim Tunggal Cepi Iskandar menyatakan bahwa penetapan Setnov sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.

"Hakim berkesimpulan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh termohon untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka tidak didasarkan pada prosedur dan tata cara Perundang-Undangan Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KUHAP, dan 'SOP' KPK," kata Cepi saat membacakan putusan praperadilan Setya Novanto.

Hakim Cepi juga memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No.Sprin.Dik-56/01/07/2017 tanggal 17 Juli 2017.

Putusan Cepi yang memenangkan praperadilan Setya Novanto ini juga mendapat respons dari Komisi Yudisial (KY). Lembaga pemantau dan pengawas hakim itu menilai putusan Cepi patut ditelusuri.

"Kami akan periksa. Ini [putusan] praperadilan sudah masuk. KY akan melakukan pemantauan setelah selesai kami periksa putusan," kata Ketua Komisi Yudisial Aidul F. Azhari kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (30/9/2017).

Kecurigaan KY bukan tanpa dasar. Aidul mengungkapkan Cepi sudah empat kali dilaporkan ke KY. Pertama, tahun 2014 saat menjadi hakim di Purwakarta. Kedua, tahun 2015 saat menjadi hakim di Depok. Ketiga, saat menjadi hakim Praperadilan pada 2016.

Terakhir, saat menangani sebuah kasus Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Tapi semuanya tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik," kata Aidil.

Aidul mengatakan KY akan mendalami aspek-aspek yang berpotensi memengaruhi putusan Cepi. Misalnya saja aspek hukum, keadilan, atau ada muatan politis. "Apakah yang bersangkutan murni dan imparsial atau ada aspek politik?" kata Aidul.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra