Menuju konten utama

PUPR Perlu Rp2.000 T Bangun Infrastruktur di Periode Kedua Jokowi

Kebutuhan biaya infrastruktur di pemerintahan kedua Jokowi perlu dana Rp2.000 triliun. Namun, pemerintah hanya sanggup memenuhi 30 persen.

PUPR Perlu Rp2.000 T Bangun Infrastruktur di Periode Kedua Jokowi
Mobil melintas di proyek pembangunan Tol Cimanggis-Cibitung Seksi 1A yang belum beroperasi di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Kamis (11/7/2019). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj.

tirto.id - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membutuhkan anggaran hingga Rp.2.000 trilun untuk memenuhi kebutuhan infrasturktur Indonesia selama 5 tahun ke depan.

Namun, sebagaian besar anggaran tersebut rencananya akan dipenuhi oleh pihak swasta melalui skema kerja sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).

Dirjen Pembiayaan Infrasturktur Kementerian PUPR, Eko Djoeli Heripoerwanto mengatakan, pemerintah hanya akan memenuhi 30 persen dari total kebutuhan dana tersebut.

"Total sebetulnya Rp2.000 triliun. Itu untuk jalan, SDA, housing dan seterusnya. [Kebutuhan] 30 persen itu dipenuhi oleh APBN. Sisanya oleh private atau skema public private partnership (PPP)," ujar Eko di kantor Kementerian PUPR, Rabu (14/8/2109).

Dari jumlah kebutuhan dana tersebut, lebih dari sepertiganya atau sekitar Rp780 triliun bakal digunakan untuk membangun infrastruktur perumahan beserta kawasannya.

Sebab, selama ini pemerintah punya masalah keterbatasan dana sementara backlog perumahan tak mengalami penurunan signifikan dari tahun ke tahun.

"Kita mempunyai tantangan untuk menyediakan dana sekitar Rp780 triliun selama 5 tahun ke depan. Itu untuk [pembiayaan] dengan skema KBU, karena budget dari government cuma sedikit, tidak lebih dari sepertiga angka itu," imbuh dia.

Sebelumnya, kata Eko, skema KPBU atau sudah diterapkan dalam membangun infrastruktur jalan dan jembatan. Namun, khusus untuk perumahan, skema KPBU itu baru akan dimulai 2019 ini.

Proyek perumahan itu nantinya dapat berbentuk public housing seperti rumah susun sewa sederhana hingga private housing berupa rumah tapak yang bisa dimiliki individu.

Eko juga memastikan bahwa ke depan, persentase hunian untuk kelas menengah ke bawah atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akan diutamakan.

Dalam lima tahun ke depan, pemerintah dengan asistensi dari Bank Dunia bakal melakukan reformasi struktural yang bakal jadi dasar pengembangan sektor perumahan, baik dari sisi regulasi maupun kelembagaan.

Namun demikian, pemerintah harus terlebih dahulu menentukan status tanah yang akan digunakan untuk pembangunan.

Sebab, kata dia, bidang yang dikembangkan nantinya bukan hanya sebatas rumah, melainkan juga kawasan baru yang dapat menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

"Project yang harus diangkat ada 3, dengan tanah negara, kemudian tanah swasta dan satu lagi di tanah Pemda. Nah dari situ, kalau sudah sattle, kita tentukan. Misalnya lebih cocok skemanya yang ini, kemudian kita sosialisasikan dalam bentuk market sounding untuk undang pengembangan," ujar dia.

Baca juga artikel terkait KEMENTERIAN PUPR atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Zakki Amali