Menuju konten utama

Pulau-Pulau yang Menunggu Tenggelam

Pemanasan global menaikkan permukaan laut, ribuan pulau terancam hilang dan tenggelam, termasuk di Indonesia.

Pulau-Pulau yang Menunggu Tenggelam
Gugusan pulau kecil tak berpenghuni yang nyaris tenggelam berada di perairan Batam. Antara Foto/Joko Sulistyo

tirto.id - Dalam sebuah cerpen berjudul Senja di Pulau Tanpa Nama, Seno Gumira, menggambarkan adegan tentang pulau-pulau di Indonesia. Dalam cerita itu, Seno menuliskan kerinduan tentang perempuan yang tak pernah ia temui. Tapi deskripsinya tentang pulau, senja, dan kesunyian demikian bagus, membuat pembacanya bertanya-tanya, benarkah ada pulau dengan senja keemasan di Indonesia?

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah belasan ribu pulau. Tapi jumlah itu tidak selalu tetap. Ketua Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (IK2MI), Laksamana Madya TNI (Purn) Y Didik Heru Purnomo mengatakan, jumlah pulau di Indonesia belum bisa dipastikan, karena kondisi geografis yang selalu berubah-ubah. Penyebab sulitnya memastikan jumlah pulau, menurut dia, karena kondisi alam seperti pasang surut, erosi tanah, bencana alam dan iklim yang berubah. Pulau-pulau kecil pun sering muncul kemudian hilang.

Data yang lama menunjukkan, jumlah pulau di Indonesia sebanyak 17.504. Angka tersebut belum termasuk pulau-pulau kecil dan daerah terluar perbatasan RI. Pulau-pulau kecil sering hilang karena erosi dan air pasang. Namun, ketika air laut surut, sering ditemukan daratan-daratan baru. Ancaman terbesar kepulauan Indonesia adalah naiknya permukaan air laut dan juga abrasi karena tidak adanya perlindungan alami seperti bakau.

Kepala Kelompok Peneliti Dinas Hidro Oseanografi TNI AL, Kolonel Laut Haris Djoko Nugroho menyebut tahun ini Indonesia akan kehilangan 3.000 pulau karena naiknya permukaan laut akibat pemanasan global. Dengan adanya pemanasan global, kondisi pulau-pulau kecil di Indonesia sangat rentan. Beberapa terancam tenggelam, yang lain terancam hilang karena abrasi.

Indonesia bukan satu-satunya negara di Pasifik yang terancam akan kehilangan pulau-pulau kecilnya. Penelitian Environmental Research Letters berdasarkan citra satelit dari 1947-2014 di kepulauan Solomon, ditemukan dari 33 pulau yang ada di daerah itu lima pulau telah dinyatakan hilang dan tenggelam. Sementara enam pulau lainnya menunggu untuk hancur dan hilang. Salah satunya adalah habitat dari masyarakat yang telah tinggal di kepulauan itu sejak 1935.

National Geographic merilis, sampel inti bumi, pembacaan gelombang laut dan citra satelit menemukan bahwa selama satu abad terakhir garis permukaan laut atau Global Mean Sea Level (GMSL) telah naik 10 sampai 20 sentimeter. Sementara selama 20 tahun terakhir, garis permukaan laut naik 3,2 milimeter dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat 80 tahun mendatang. Ini alarm yang sangat genting dan perlu direspons jika tidak ingin pulau-pulau di Indonesia makin banyak yang tenggelam.

John D. Sutter dari CNN, menuliskan laporan panjang tentang Kepulauan Marshal di laut Pasifik. Republik Kepulauan Marshall adalah sebuah negara kepulauan yang terletak di Samudera Pasifik bagian barat. Dia berbatasan dengan Nauru dan Kiribati di sebelah selatan, Mikronesia di barat, dan Pulau Wake di utara. Nauru, Kiribati dan Wake adalah negara-negara yang paling merasakan dan jelas tahu dampak dari naiknya permukaan laut. Jika suhu bumi naik 2 derajat lagi, dipastikan negara-negara itu akan tenggelam dan tidak lagi bersisa.

Negara-negara pasifik lainnya yang terdiri dari enam pulau besar seperti Choiseul, Isabel, Malaita, dan New Georgia, Guadalcanal, Makira sedang berusaha keras untuk berjuang melindungi daerah teritorialnya. Pemanasan global juga mengancam Indonesia. Jika tidak ada usaha nyata dari pemerintah, bukan tidak mungkin pulau yang tenggelam itu akan merugikan dan mengancam kehidupan masyarakat yang tinggal di atasnya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan DKP diketahui sejak tahun 2005, Indonesia sudah kehilangan setidaknya 24 dari 17.504 pulau-pulau. Pulau-pulau itu adalah Gosong Sanjai, Karang Linon Kecil, Karang Linon Besar, Pusung, Mioswekel, Tikus, Inggit, Begonjai, Kikis, Urbinasi Kiakep, Lereh, Terumbu Daun, Sijaujau, Lawandra, Laut, Niankin, Ubi Besar, Ubi Kecil, Nirwana, Dapur, Payung Kecil, Air Kecil, dan Nyamuk Kecil.

Kementerian Kelautan dan Perikanan memperkirakan hingga tahun 2030, Indonesia akan kehilangan ribuan pulau karena tenggelam. KKP menyebut jika tak ada upaya penyelamatan maka ratusan pulau kecil di perairan Maluku, Pulau Batu Beranting, Nipa, Putri dan Pelampong di daerah Batam, dan pulau cantik, Samalona, di pantai selatan Sulawesi Barat akan tenggelam menjelang 2020.

BBC pada 2009 memberikan liputan khusus tentang pulau Bone Tambung di Sulawesi yang terancam tenggelam jika tidak ada penenganan khusus. Sementara di Jakarta, Pulau Kelor yang terletak di Kepulauan Seribu diperkirakan tenggelam paling cepat 45 tahun lagi. Pulau ini pada 1980 hanya punya luasan wilayah 1,5 hektare. Hari ini terus menyusut menjadi hanya 1 hektare akibat abrasi yang terus terjadi ditambah meningkatnya muka air laut akibat pemanasan global

Hira Jhamtani, aktivis Third World Network, menyebut bahwa akibat pemanasan global, sebagian wilayah Bali terancam tenggelam. Saat ini saja ada 140 titik abrasi dari 450 bentangan garis pantai di Bali. Fakta tersebut ditambah faktor adanya lahan kritis dan perubahan iklim akan mengakibatkan kenaikan air laut hingga 6 meter. Akibatnya, sebagian wilayah Bali pun terancam tenggelam pada 2030.

Wilayah yang terancam tenggelam itu memang terutama di bagian pinggir Bali seperti Kuta, Sanur, Nusa Dua, Tanah Lot, Candi Dasa, Tulamben, dan Nusa Lembongan. Untuk itu pemerintah perlu membuat penanganan terpadu untuk pencegahan tenggelamnya pulau-pulau di Indonesia. Tentu mustahil menghentikan tenggelamnya semua pulau yang ada. Tapi pemerintah bisa membuat skala prioritas untuk mencegah tenggelamnya pulau yang memiliki sejarah panjang, populasi manusia, dan nilai ekonomis.

Baca juga artikel terkait PULAU atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Arman Dhani