Menuju konten utama

Proyek 35.000 MW Tak Sesuai Target, Jokowi Ingin Kerja Keras

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut proyek pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW) masih jauh dari target yang direncanakan. Untuk itu, ia meminta kepada selruh pihak yang terkait untuk bekerja lebih keras untuk mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya.

Proyek 35.000 MW Tak Sesuai Target, Jokowi Ingin Kerja Keras
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kedua kiri), Mensesneg Pratikno (kedua kanan) dan Seskab Pramono Anung (kanan) memimpin rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (1/11). Rapat tersebut membahas soal perkembangan pembangunan proyek listrik 35.000 MW. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf.

tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut proyek pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW) masih jauh dari target yang direncanakan. Untuk itu, ia meminta kepada seluruh pihak yang terkait untuk bekerja lebih keras untuk mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Jokowi, pada dasarnya investor siap masuk sayangnya realisasi proyek masih demikian kecil, sehingga arus investasi yang diharapkan menjadi tak maksimal.

"Informasi yang saya terima masih jauh dari yang kita inginkan, dari yang sudah kita rencanakan," kata Jokowi pada Rapat Terbatas (Ratas) membahas Perkembangan Pembangunan Proyek Listrik 35.000 MW yang digelar di Kantor Presiden di Jakarta, Selasa 91/11/2016).

Presiden menerima informasi bahwa realisasi commercial operational date (COD) program pembangunan listrik 35.000 MW baru mencapai 36 persen dari target kumulatif pada 2016. Sedangkan realisasi pembangkit COD Program TP1/TP2 reguler yang merupakan bagian dari program 7.000 MW mencapai 83 persen dari target kumulatif sampai 2016 atau 53 persen dari target keseluruhan.

"Dengan demikian realisasi COD pembangkit listrik secara keseluruhan sampai 24 Oktober 2016 masih 29,4 persen dari target keseluruhan," katanya.

Presiden menyatakan ingin mengetahui kendala lapangan yang menghambat pencapaian tersebut sehingga ia menggelar rapat terkait itu di Kantor Presiden. "Saya ingin mengetahui kendala hambatan apa di lapangan apakah investornya, perizinannya yang masih berbelit-belit, apakah di pembebasan lahan, apakah di PPA-nya ataukah di financial close-nya," katanya.

Tak Realistis

Sementara itu, jauh sebelum program pembangunan pembangkit listrik berdaya 35.000 MW itu berjalan lebih jauh, proyek yang ditargetkan selesai pada tahun 2019-2020 tersebut dinilai tak realistis. Pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan hingga kini belum ada terobosan-terobosan berarti yang dilakukan PT PLN maupun pemerintah untuk mempercepat penyelesaian proyek 35.000 MW.

"Sejak awal saya sudah menyampaikan bahwa program ini butuh terobosan dan proses bisnis yang tidak biasa. Hanya saja, sejauh ini saya mencermati apa yang dilakukan pemerintah dan PLN masih pendekatan bisnis biasa," ujarnya pada Rabu (31/6/2016).

Notonegoro juga sependapat PT PLN harus memperbaiki pelaksanaan tender pembangkit, sehingga tidak menyebabkan mundurnya jadwal penyelesaian proyek 35.000 MW. "Mundurnya tender jelas akan berdampak terhadap tidak tercapainya target pengerjaan 35.000 MW," imbuhnya.

Ia juga meminta PLN tidak terlalu fokus pada pengadaan energi primer, hingga melupakan bisnis inti yakni pembangkitan dan transmisi. "Energi primer memang penting, tetapi jangan sampai melupakan bisnis intinya," tuturnya.

Agus Pambagio selaku pengamat kebijakan publik memperkirakan program pembangunan pembangkit listrik berdaya 35.000 MW cuma terealisasi 30 persen sampai 2019-2020. "Selesai 30 persen atau 10.000 MW saja, itu sudah bagus," katanya, di Jakarta, Rabu (31/6/2016) kepada Antara.

Ia mengatakan, kendala penyelesaian proyek 35.000 MW tidak hanya soal pembebasan lahan dan regulasi, namun juga disebabkan PT PLN (Persero) kurang berminat membangun jaringan transmisi dan distribusi.

"Banyak PLTMH dan PLTA di Indonesia timur seperti Sulawesi terkendala ketiadaan transmisi, karena jaraknya memang jauh dari kabel PT PLN," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PLN atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan