tirto.id - Keputusan Presiden Joko Widodo yang menyetujui pembebasan Abu Bakar Ba'asyir mendapat respons beragam. Tak sedikit yang mengapresiasi, tapi banyak juga yang memprotes, salah satunya adalah Perdana Menteri Australia Scott Morrison.
Protes Australia ini terkait keterlibatan Abu Bakar Ba'asyir dalam Bom Bali I yang terjadi pada 2002. “Posisi Australia tentang masalah ini tidak berubah, kami selalu menyatakan keberatan yang paling dalam,” kata dia seperti dikutip Reuters.
Namun, kritikan dari PM Australi tersebut justru ditanggapi berbeda oleh KH Ma'ruf Amin. Cawapres nomor urut 01 ini menilai hal tersebut merupakan kedaulatan negara dan Australia tak bisa mengintervensi.
“Itu urusan dalam negeri kita. Saya kira pemerintah punya kebijakan-kebijakan. Ada yang sifatnya penegakan hukum dan ada sifatnya kemanusiaan. Dan Pak Jokowi sudah mengambil langkah itu,” seperti dikutip Merdeka.
Menanggapi hal itu, Pengajar Hubungan Internasional dari Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta (UPNVJ) Rizky Hikmawan mengatakan protes yang dilayangkan Australia bukanlah sebuah intervensi, seperti yang disebut Ma'ruf.
Rizky menilai, protes Australia sebagai hal yang lumrah karena menyangkut kepentingan negaranya.
“Ini juga tak hanya perkara Indonesia-Australia. Semua negara yang merasa dirugikan kepentingannya oleh suatu aktifitas kebijakan dari negara lain, sah-sah saja melakukan nota protes,” kata Rizky kepada reporter Tirto.
Menurut Rizky, setiap negara berhak mengajukan protes terhadap kebijakan negara lain yang dianggap merugikan kepentingannya. Menurut dia, protes seperti yang disampaikan PM Australia soal rencana pembebasan Ba'asyir bukan intervensi.
Rizky menambahkan, yang dikatakan “intervensi” suatu negara adalah ketika negara tersebut memaksakan kepentingannya. “Dengan cara menekan pemerintah negara lain secara paksa atau melakukan serangan,” kata Rizky.
Hal senada diungkapkan Dosen Hubungan Internasional dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Yosef Djakababa. Ia menepis anggapan Ma'ruf soal protes Australia merupakan sebuah intervensi.
Menurut Yosef, hal itu merupakan sikap yang wajar dilakukan sebuah negara yang merasa dirugikan.
“Kalau menurut saya tidak masuk kategori intervensi, itu hanya protes. Tidak ada upaya aksi langsung, seperti boikot atau embargo. Itu hal biasa,” kata dia kepada reporter Tirto.
Yosef menjelaskan protes suatu negara merupakan sebuah hal yang lumrah. Sama halnya dengan Indonesia yang kerap melakukan protes yang sama, seperti memprotes kejadian di Palestina, Rohingya, hingga terakhir di Uyghur, Cina.
“Itu lumrah selama tidak melakukan tindakan nyata,” kata Yosef.
Yosef menambahkan protes Scott Morrison terhadap kebijakan Jokowi dikarenakan banyak warga negara Australia yang menjadi korban saat Bom Bali I, pada 2002. Sebab, Abu Bakar Ba'asyir secara hukum terbukti terlibat.
“Tak hanya itu, karena ABB [Ba'asyir] juga dilihat sebagai bagian ancaman keamanan regional, bagian jaringan teror internasional. ABB dihukum karena terbukti terlibat dalam soal aksi terorisme,” kata Yosef.
Dengan demikian, kata Yosef, maka sikap Australia soal keberatan atau protes kepada pemerintah Indonesia menjadi sangat wajar.
Urusan Kedaulatan Negara
Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Verry Surya Hendrawan mengatakan pernyataan Ma'ruf Amin hanya mengingat bahwa hal tersebut merupakan urusan dalam negeri, yang mana Indonesia punya kedaulatan.
"Pak cawapres hanya bilang, ini urusan dalam negara, memang ada aspek penegakan hukum dan aspek kemanusiaan yang menjadi landasan kebijakan. Pak Ma'ruf pun sudah minta pengurangan hukuman bagi Abu Bakar Ba'asyir sejak tahun lalu. Ini urusan dalam negeri kita,” kata Verry.
Mengenai keluarnya kata "intervensi" dari ucapan Ma'ruf Amin, Verry mengklarifikasi bahwa hal tersebut hanya kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi.
“Pak cawapres hanya bicara seandainya, jangan sampai ada intervensi. Jadi bukan bilang itu intervensi. Karena kita negara berdaulat. Protes Australia saya yakin pemerintah siap menampung masukan dan menjawab lewat Kemenlu,” kata Verry.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz