tirto.id - Kota Kupang adalah ibu kota dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan merupakan kota terbesar di Pulau Timor.
Pulau Timor sendiri merupakan pulau di bagian selatan Nusantara yang terbagi menjadi dua negara yaitu di bagian TimorBarat adalah milik Indonesia (Provinsi NTT) dan bagian lainnya milik Timor Leste.
Kota Kupang terkenal dengan angkutan perkotaannya yang sering disebut bemo (mikrolet) yang memiliki tampilan unik karena penuh aksesoris, dekorasi, serta musik full bass sehingga tak jarang juga disebut diskotek berjalan Kupang.
Kupang memiliki tingkat toleransi tinggi di Indonesia sehingga berjuluk kota Kasih serta dikenal juga dengan sebutan Kota Karang karena gugusan karangnya.
Sejarah Kota Kupang
Penamaan Kupang sendiri berasal dari batu-batu yang disusun menjadi pagar untuk mengelilingi istana kerajaan atas perintah Raja Koen Bissi II atau Koen Am Tuan. Pagar batu itu menyusun ke atas sampai dengan empat lapisan batu.
Dalam bahasa Helong, kondisi seperti itu di sebut Pan sehingga oleh mereka yang ingin menemui Raja Koen di tempat tersebut maka terciptakan istilah Koenpan.
Lambat laun kata Koenpan sendiri berubah menjadi Koepang dan kemudian menjadi Kupang karena menyesuaikan dengan ejaan baru.
Dahulu kala, hanya terdapat dua kampung tradisional di wilayah tersebut yakni Kaisalun dan kampung Buni Baun yang warganya sendiri merupakan bagian dari suku Helong yang datang dari negeri di sebrang laut.
Menurut sebuah data, pulau Timor telah dihuni sejak 13.500 tahun silam oleh sekelompok kecil penduduk yang hidupnya bergantung pada berburu serta mengumpulkan hasil hutan.
Ishak Arries Luitnan dalam bukunya yang berjudul Koepang Tempo Doeloe menjelaskan bahwa penghuni Kupang umumnya berasal dari klan-klan Pulau Seram (Maluku) yang melakukan pelayaran yang panjang hingga tiba di sebelah timur pulau Timor.
Menurut Memorie Resident Karthaus,terdapat empat rombongan suku yang tiba di Koepang pada abad ke–17 yaitu:
1. Suku Pitais dari Takaeb dan Pasi yang oleh raja pada saat itu diberi tempat di Polla (Oepura)
2. Suku amaabi dari Amanuban yang diberi tempat di dekat Kebon raja, Bonipoi (sebelah gereja Katolik).
3. Suku Taebanu yang berasal dari pegunungan Mollo yang diberi tempat di Baumata dan membentuk kerajaan Taebanu.
4. Suku Sonbai yang diberi tempat di bukit sebelah barat Benteng Portugis (Nunhila) lalu berpindah ke Bakunase dan membuat kerajaan Sonbai.
Geografi Kota Kupang
Kupang secara astronomis terletak antara 10º 36’ 14’’ – 10º 39’ 58’’ Lintang Selatan 123º 32’ 23’’ – 123º 37’ 01’’ Bujur Timur dan terletak di bagian tenggara Provinsi NTT.
Luas wilayahnya adalah 260,127 km persegi yang terdiri dari 180,27 km daratan dan 94,79 km persegi lautan.
Kupang sendiri merupakan daerah pantai, dataran rendah serta perbukitan dengan ketinggian antara 0 – 350 mdpl.
Bagian pantai terletak di utara dan berbatasan langsung dengan Teluk Kupang.
Sementara itu untuk bagian dataran rendah adalah kawasan pesisir dan wilayah perbukitannya sendiri terdapat di bagian barat daya dan selatan dan merupakan potensi air tanah di Kupang.
Potensi Wisata Kota Kupang
Pantai Lasiana adalah salah satu potensi wisata Kota Kupang yang berada di Kecamatan Kupang Tengah dan berjarak sekitar 12 kilometer dari pusat Kupang.
Pantai Lasiana merupakan pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Sawu dengan ombak yang tenang, air yang bening dan dasar laut berupa pasir putih.
Pantai Lasiana merupakan pantai berpasir putih sepanjang 2 kilometer yang memanjang dari timur ke barat di sisi utara pulau Flores.
Pantai Lasiana sendiri terbilang pantai yang unik karena memiliki variasi antara dataran rendah dan perbukitan serta pantai.
Selain pantai Lasiana, terdapat juga Gua Kristal yang masih berada di Kecamatan Kupang Tengah, Pantai Oesapa di Kecamatan Kelapa Lima, Pantai Tablolong di Tablolong, Bukit Cinta yang di sana juga terdapat gua peninggalan Belanda, Pantai Batu Nona, Air Terjun Oenesu di Kecamatan Kupang Barat, Air Terjun Tesbatan di Kecamatan Amarasi, Pantai Ketapang Satu, dan Taman Rekreasi Gua Monyet di Kelapa Satu.
Penulis: Fajri Ramdhan
Editor: Dhita Koesno