Menuju konten utama
Budi Waseso:

"Presiden Tadi Menegur Saya"

Satu jaringan pengedar narkoba dalam setahun ada yang bisa memutar uang 36 triliun. Bagaimana dengan metode tembak mati ala Duterte di Filipina? Benarkah Jokowi menegur Budi Waseso?

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Budi Waseso (tengah) berbicara pada acara ngopi bareng kepala BNN RI bersama insan media di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (26/10) malam. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mensinergikan hubungan antara wartawan dengan pihak Badan Narkotika Negara dalam memberantas narkoba. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/pd/16

tirto.id - Badan Narkotika Nasional (BNN) terus memberantas narkoba di Indonesia. Di bawah kepemimpinan Komjen Budi Waseso, BNN bekerja sama dengan Polri-TNI, Dirjen Bea Cukai, dan instansi terkait telah menyita sabu 990 kilogram, ganja 3 ton 51 kilogram, ekstasi 616.534 butir dari 196 tersangka selama 2016. Bahkan, dalam salah satu kasus, BNN menemukan adanya tindak pidana pencucian uang dengan nominal hingga Rp 3,6 triliun.

Selasa (6/12/2016), BNN memusnahkan barang bukti hasil penangkapan bulan Oktober-November 2016. Acara yang dihadiri Presiden Jokowi itu merupakan pemusnahan ke-15 BNN dalam periode 2016. Dalam acara tersebut, BNN memusnahkan sabu sebesar 445 kilogram, ekstasi sebanyak 190.840, ganja 422 kilogram, dan happy five sebanyak 323.000.

Buwas, sapaan Budi Waseso, enggan merinci hasil keuntungan dari pemusnahan yang berlangsung pada saat itu. Menurut mantan Kabareskrim ini, nilai pemusnahan yang dilakukan BNN hanya 20 persen dari total narkoba yang beredar. Oleh karena itu, dia tidak mau menjelaskan nominal hasil sitaan agar pengedar tidak bertambah di Indonesia.

"Ini, kan, berapapun nilainya lebih berharga nyawa manusia. Karena kalau nanti dibesarkan, orang akan berasumsi nilai besar lebih baik saya cari uang dengan narkoba. Kan begitu?" kata Buwas kepada Tirto di Jakarta, Selasa (6/12/2016).

Buwas pun bercerita tidak hanya masalah jumlah sitaan maupun jaringan. Ia juga menjelaskan segala pencapaian BNN serta gerakan-gerakan yang dilakukan BNN untuk mencegah narkoba terus berkembang di Indonesia. Bahkan, ia juga bercerita bagaimana cara pemberantasan narkoba.

Berikut wawancara Tirto dengan Budi Waseso di Monas, Jakarta.

Polisi atau penegak hukum berhak menembak mati pengedar narkoba?

Lho, kalau ada perlawanan ya pasti. Di mana-mana juga begitu. Nggak usah kena narkoba, apalagi narkoba ya? Kan selalu Anda sudah lihat sendiri di beberapa tempat ada perlawanan. Nah, itu wajar karena mereka punya kekuatan itu. Artinya jangan dibiarkan. Masa kita biarkan aparat jadi korban?

Penerapan akan seperti Filipina?

Kita punya cara lain. Yakinlah nggak seperti itu.

Begini. Sekarang nggak usah setuju-setuju. Artinya, aturan undang-undangnya sudah mengatur itu. Tingkatan di KUHAP juga diatur. Upaya paksa itu ada. Artinya tidak perlu lagi diundang-undangkan. Menurut saya, sudah ada aturan dan ketentuan bilamana ada upaya perlawanan atau menghilangkan bukti, dia melarikan diri, boleh dilumpuhkan. Kalau dalam pelumpuhan berdampak hilangnya nyawa yang bersangkutan itu konsekuensi atau risiko undang-undang. Dalam undang-undang dibenarkan juga.

Kalau penembakan bandar narkoba dari sisi HAM gimana?

Nggaklah. Sudah pelanggar HAM berat, kok, mereka itu. Masa hak asasi dia yang dimunculkan. Kalau saya bilang, bandar itu pelanggar HAM terberat dan dia sudah tidak manusia. Bukan manusia, loh. Dia bunuh manusia, kok. Bangsa sendiri dia bunuh. Masa harus kita ampuni? Kalau saya nggak ada.

Di lembaga pemasyarakatan (Lapas), kan, 60 persen lebih kasus narkoba. Efektif tidah, sih, peran BNN mengurangi peredaran narkoba di Lapas?

Sekarang begini, yang punya tanggung jawab di Lapas itu yang punya kewenangan. Harus punya komitmen. Tidak terus dibiarkan karena bisa beroperasi, bukankah itu kewenangan dan pengawasan (mereka)? Kita masuk di Lapas juga susah. Sekarang kenapa di Lapas terjadi (pengedaran narkoba), itu berarti pengawasannya yang kurang.

Soal upaya pencegahan sendiri seberapa efektif pencegahan yang dilakukan BNN pada 2016?

Oh banyak. Saya kira efektif. Sekarang, kan, kita gencar melakukan pencegahan karena memang tidak pernah dipublikasikan dan tidak menjadi bahan yang menarik untuk dipublikasikan. Padahal upaya pencegahan dengan pemberantasan malah lebih besar pencegahan karena kita bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat. Kita membangun pegiat-pegiat, duta-duta narkoba. Kita menyiarkan, termasuk ada kendaraan-kendaraan yang mensosialisasikan bahaya narkoba. Sebenarnya sudah banyak.

Seberapa persen penurunan penggunaan narkoba di Indonesia setelah Presiden Jokowi menyatakan darurat narkoba?

Nanti kita lihat. Secara jumlah kasusnya memang sudah ada penurunan, tapi secara kualitas meningkat. Kualitas artinya begini. Kalau dulu jenis narkoba secara umum kelas-kelas yang rendah banyak bersebaran. Nah, sekarang sudah semakin khusus. Karena apa? Karena kualitasnya yang lebih tinggi seperti ekstasi. Sekarang dari negara-negara Eropa dimasukkan dengan kadar yang luar biasa sehingga masuk ke sini nanti bisa diracik satu jadi sepuluh. satu jadi lima.

Satu barang/bahan jadi beragam macam?

Nah, itu yang di sini diracik kembali. Kualitasnya meninggi, tetapi secara kuantitas kejahatannya menurun.

Tapi jaringannya sendiri sudah dipetakan?

Oh sudah. Jaringan sudah kita petakan.

Pak, acara (pemusnahan) ini, kan, tangkapan dua bulan. Satu jaringan atau beragam jaringan?

Ada beberapa jaringan.

Internasional terlibat juga?

Ya pasti, dong. Ini melibatkan jaringan internasional. Jaringan dalam negeri itu hanya menjadi bagian dari jaringan internasional.

Jaringan berkembang?

Ya. Karena mereka selalu membuat jaringan baru. Itu terus regenerasi kekuatan mereka.

Estimasi nilai taksiran pemusnahan dua bulan ini berapa?

Saya tidak mau berbicara nilai karena yang saya selamatkan adalah generasi, nyawa. Nyawa itu lebih berharga daripada nilai berapa pun. Yang jelas kita selamatkan tiga juta jiwa manusia yang ada di Indonesia. Itu yang paling penting.

Maksudnya nilai barang jika ditotal?

Nggak akan saya keluarkan. Karena apa? Ini, kan, berapapun nilainya lebih berharga nyawa manusia. Karena kalau nanti dibesarkan, orang akan berasumsi nilai besar lebih baik saya cari uang dengan narkoba. Kan begitu?

Kita nggak boleh begitu. Sekarang kita balik, nyawa tidak bisa dihargai dengan berapa pun. Oleh sebab itu yang sebaiknya kita perhitungkan adalah harga nyawa. Harga nyawa itu tidak bisa dihargai dengan berapa pun.

Sepertinya beberapa tahun terakhir masih berat pemberantasan di Jakarta?

Ya sampai hari ini juga DKI masih menempati urutan pertama karena ini daerah ibu kota. Terus kemudian dari seluruh wilayah juga ada di sini. Terus dari beberapa negara. Itu warga negara asing juga banyak berpusat di Jakarta, sehingga mereka-mereka itu termasuk bagian dari pangsa pasar. Di kala pangsa pasar besar, maka suplainya akan besar juga.

Salah satu penggunaan narkoba, kan, penyalahgunaan obat-obatan yang berakibat ketergantungan. Saat ini ada beberapa tempat di Jakarta menjual obat kuat. Itu bagaimana?

Sekarang begini, kalau pengawasan obat ada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan ada yang lain-lainnya dari perindustrian dan segala macam. artinya kita mengawasi peredaran yang berkaitan dengan narkoba. Kalau obat-obatan dari farmasi, berarti BPOM. Tapi kita tetap kerja sama jika diperlukan. Sekarang, kan, ada juga narkotika jenis baru. Di dunia ini ada 644 jenis narkotika. Di Indonesia sudah kita temukan ada 48 jenis baru. Itu yang masuk Indonesia.

Artinya ini pengawasan yang kita ikuti secara terus-menerus, perkembangan-perkembangan dari jenis-jenis baru yang diedarkan, seperti kemarin dimasukkan ke permen. Itu tipe-tipe baru, jenis baru. Sekarang ada permen-permen untuk anak-anak padahal itu ekstasi.

Pelakunya 20 orang?

Pelakunya 29 orang sudah kita ungkap. Dari beberapa kasus yang kita ungkap ini ada.

Dari berbagai jaringan juga?

Iya.

Sudah diproses?

Sekarang proses hukum, tapi kita sudah buktikan dari jaringan-jaringan yang kita ungkap ini TPPU-nya (Tindak Pidana Pencucian Uang) kita sertakan. Kita juga sudah bisa mengungkap 3,6 trilyun dari hasil satu jaringan dalam peredaran narkotikanya. Hasil pencucian uang dari hasil kejahatan itu nilainya sampai 3,6 trilyun, loh. Sekarang kita kerja sama dengan pihak PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), OJK (Otorita Jasa Keuangan), BI (Bank Indonesia) untuk penelusuran, penelisikan aset-aset yang jumlahnya sebesar itu. Itu sudah sebagian besar di luar negeri.

Siapa mereka ini?

Nanti. Karena belum selesai, saya nggak bisa sebutkan karena nanti nutup semua.

Serius nilainya sekitar segitu?

Ya, sekitar segitu, karena kita sudah telisik, kita audit jumlahnya 3,6 trilyun.

Jumlah satu tahun?

Satu tahun.

2016 aja?

Dari satu jaringan hanya satu tahun saja menghasilkan segitu. Banyak, kan?

Mereka WNI atau WNA?

Ya melibatkan WNA, WNI. Kan Karena hasil penjualan di sini, itu dikeluarkan atau dikirim ke luar.

Mayoritas jaringan internasional dikuasai benua mana?

Ada sebelas negara yang dominan dalam peredaran narkotika atau mengirim narkotika ke Indonesia. Jadi ada jaringan Eropa, Afrika, ada jaringan Cina. Jadi macam-macam.

Cina sangat berperan?

Oh iya. Produksi sabu terbesar, kan, tetap dari Cina.

Kebanyakan dari mana?

Dari China rata-rata, tetapi ada beberapa dari Eropa, termasuk dari Jerman, Belanda, Amerika sendiri

Ini data berdasarkan penemuan kapan?

Dua bulan terakhir saja. Yang lain sudah kita musnahkan secara bertahap begitu ada penetapan. Nah ini karena mau tutup tahun dan kita sudah ada penetapan, Pak Presiden berkenan memusnahkan karena memang ini memang jumlahnya besar karena sabunya saja 445 kg. Hampir setengah ton dalam dua bulan. Ganjanya juga besar, ekstasinya 160an ribu. Ya, kan? Juga termasuk jenis happy five.

Tentu masih banyak yang bisa diungkap BNN?

Ya. Karena ini keterbatasan kemampuan kita. Jadi sebenarnya kalau kita mau presentase, ini tidak lebih dari 20 persen saja dari yang beredar.

Hanya 20 persen?

Nggak lebih dari 20 persen. Yang 80 persen itu lolos karena keterbatasan kita. Karena belum terbangun kepedulian masyarakat untuk bersama-sama mencegah dan mengatasi. Kalau peredaran di Lapas bisa dihentikan, maka sudah mengurangi 50 persen peredaran di Indonesia.

Tapi kebanyakan yang ada di penjara itu para kepala pengedar. Apa bisa pendekatan persuasif seperti saat menggali pengakuan para teroris untuk membongkar jaringan?

Mereka tidak bisa diajak persuasif karena cara berpikirnya sudah beda. Jadi tidak sederhana. Jadi bukan mencari pengakuan seperti teroris itu. Ini bukan. Mereka memang dagang. Yang kedua, ada misi untuk penghancuran generasi.

Di Lapas pasti banyak oknum?

Iya. Sudah kita sampaikan kepada Kemenkumham. Dirjen Lapas sudah, tapi ya sudah. Itu kan kewenangan-kewenangan beliau. Saya nggak boleh mencampuri, kan?

Ada oknum TNI yang mengedarkan?

Ya, kalau namanya oknum selalu ada. Bisa saja satu ketika nanti ada oknum yang kita tangkap. Oknum bisa siapa saja.

Perkembangan penanganannya bagaimana jika oknum TNI?

Itu kembali ke kewenangan TNI. TNI, kan, punya kewenangan khusus dalam pengawasan, penindakannya. Ya, kita serahkan. Kalau di lapangan ada oknum, ya kita kembalikan. Hukumnya, kan, yang berlaku hukum TNI. Tapi jangan seperti kemarin oknumnya berkolaborasi bersama dengan mafianya. Konsekuensinya sudah terjadi. Kita tetap serahkan juga.

Indikasi atasan ikut main?

Ya, kita nggak tahu. Itu kewenangan mengembangkan dari TNI sendiri. Bahannya dari kita, yang mengembangkan TNI.

Tadi Pak Jokowi tanya jumlah pengedar. Bagaimana?

Berarti perintah presiden kepada saya harus lebih tegas, lebih massif, artinya harus mensinergikan kekuatan yang ada sesuai harapan presiden jangan dibiarkan para bandar itu leluasa. Mereka bisa melakukan peredaran yang berakibat mematikan generasi-generasi bangsa kita ini. Ya, saya akan memperkuat dengan berkomitmen bersama kepolisian, TNI, bea cukai dan lain-lainnya nanti.

Baru dalam sejarah ini mengundang Presiden untuk menyaksikan pemusnahan bukti?

Memang beliau punya komitmen pada saya kalau akhir tahun tolong dilapori. Saya kemarin melaporkan kepada beliau bahwa yang sudah kita lakukan begini. Untuk bulan ini rencana kami penyitaan dan menjelang tutup tahun kami sudah menyita sekian, tapi mungkin akhir Desember baru akan kita bisa hitung semua. Loh, kok banyak? Ya sudah. Dimusnahkan deh. Saya ikut hadir. Ya sudah makanya Presiden hadir.

Atas permintaan Presiden sendiri?

Ya. Karena itu komitmen beliau, kan. Presiden tadi menegur saya. Nah.

Menegur itu, kan, bagus?

Sebagai anak buah beliau, saya anak buah beliau, di bawah presiden. Berarti saya belum bisa mencapai maksimal seperti yang beliau inginkan. Itu harus dipahami, disadari. Ya nggak apa-apa. Memang itu yang diharapkan Pak Presiden karena ingin menyelamatkan bangsa ini ke depan. Salah satunya masalah narkoba dan narkoba ini yang jadi inisiatornya BNN. Nah, Kepala BNN saya. Maka saya harus tanggung jawab. Jadi apa segala konsekuensi risiko nanti akan saya ambil, tapi saya akan bekerja sebaik mungkin.

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Mild report
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zen RS