Menuju konten utama

Presiden Mugabe Batal Mengundurkan Diri, Zimbabwe Kisruh

Presiden Zimbabwe Robert Mugabe menyampaikan sebuah pidato bertele-tele yang tidak memberikan konsesi dalam sebuah siaran langsung, meski partai berkuasa Zanu-PF memecatnya sebagai pemimpin.

Presiden zimbabwe Robert Mugabe. FOTO/REUTERS

tirto.id - Presiden Robert Mugabe batal mengumumkan pengunduran dirinya dalam sebuah pidato yang disiarkan secara langsung di televisi nasional. Hal ini menyebabkan krisis Zimbabwe terus berlanjut hingga menjadi kekacauan langsung pada Minggu (19/11/2017) waktu setempat.

Ali-alih mengumumkan mundur, dalam sebuah pidato 30 menit yang bertele-tele itu, Mugabe tidak memberikan konsesi kepada puluhan ribu orang yang berbaris meminta pengunduran dirinya dan komandan tentara yang memimpin pengambilalihan militer pekan lalu.

"Kita tidak dapat dibimbing oleh kepahitan atau balas dendam yang tidak akan membuat kita menjadi lebih baik, masyarakat Zimbabwe," ujar Mugabe dalam pidatonya, sebagaimana dilansir The Guardian.

Pria berusia 93 tahun itu juga mengatakan akan memimpin sebuah kongres khusus partai berkuasa Zanu-PF yang dijadwalkan bulan depan. Ini menunjukkan bahwa dia tidak memiliki niat segera untuk mengundurkan diri.

Mugabe, yang berulang kali menyebutkan warisan perang pembebasan brutal Zimbabwe pada tahun 1970an, mengatakan bahwa dia yakin bahwa "operasi" militer yang diluncurkan pada Selasa (14/11/2017) lalu oleh komandan militer dimotivasi oleh "keprihatinan patriotik yang dalam terhadap stabilitas bangsa" dan "tidak merupakan ancaman terhadap tatanan konstitusional kita yang disayangi.”

"Saya sadar bahwa banyak perkembangan telah terjadi di partai tersebut, mengingat kegagalan masa lalu, dan kemarahan yang mungkin mereka picu di beberapa tempat .... [tapi] saya yakin bahwa dari malam ini seluruh bangsa kita akan memberikan dukungan kepada roda [pemerintahan], "kata Mugabe.

Sebelumnya pada hari itu, pemimpin veteran yang telah berkuasa selama 37 tahun itu dipecat sebagai pemimpin Zanu-PF. Ia diberitahu oleh 200 pejabat tinggi partai tersebut pada sebuah pertemuan luar biasa di Harare untuk mengundurkan diri sebagai kepala negara atau menghadapi pemakzulan saat parlemen berkumpul kembali pada Selasa (21/11/2017) mendatang.

Setelah pidato tersebut, kepala partai berkuasa di Zimbabwe itu mengatakan komite pusat akan melanjutkan dengan memberlakukan pemakzulan Mugabe pada Selasa.

Lovemore Matuke berkata: "Pidato itu hanya mengejutkan. Hal ini tidak sesuai dengan yang kami harapkan. Kami telah mengerti bahwa pengunduran dirinya datang untuk menghindari rasa malu akan impeachment.”

"Tentara mengambil rute sendiri, dan sebagai politisi kita mengambil rute kita sendiri, namun tujuan utamanya adalah memastikan dia pergi, yang seharusnya dia lakukan malam ini."

Emmerson Mnangagwa, wakil presiden yang dipecat 13 hari yang lalu, ditunjuk sebagai pemimpin sementara partai tersebut. Mnangagwa secara luas diperkirakan akan mengambil alih jabatan Mugabe sebagai presiden.

Langkah yang dilakukan oleh Zanu-PF ini menyusul demonstrasi besar di kota-kota di seluruh negeri pada Sabtu (18/11/2017) yang menuntut kekuasaan Mugabe. Penolakannya untuk mundur menjerumuskan negara ini ke dalam ketidakpastian yang mendalam.

Pemimpin veteran perang berpengaruh Zimbabwe mengatakan rencana pemakzulan akan berlanjut sesuai jadwal.

Chris Mutsvangwa, yang telah memimpin sebuah kampanye untuk mengusir Mugabe, mengatakan kepada Reuters dalam sebuah pesan singkat setelah Mugabe mengakhiri pidatonya bahwa orang-orang akan turun ke jalan di Harare pada Rabu (22/11/2017).

Pengamat mengatakan Mugabe mungkin berharap untuk mewajibkan militer untuk menggulingkannya dengan paksa, yang secara teoretis dapat memicu intervensi kekuatan regional.

Menurut sumber yang dekat dengan militer, presiden yang ditahan di kediamannya yang luas di Harare itu ingin diizinkan untuk tetap berkuasa sampai pemilihan yang dijadwalkan pada musim panas mendatang diadakan.

Pihak militer telah mengatakan bahwa pihaknya tidak berniat mengambil kendali penuh atas pemerintah namun mengindikasikan bahwa pihaknya tidak ingin meninggalkan Mugabe di kantornya.

Sejumlah komandan senior duduk di samping Mugabe saat dia berpidato. Jenderal Constantino Chiwenga, jendral yang memimpin pengambilalihan, memembantu membalikkan halaman pidato presiden saat dia berbicara. Banyak yang tampak tercengang saat Mugabe mengakhiri pidatonya dengan mengatakan: "Terima kasih, Selamat malam."

Mikrofon menangkap beberapa komentar teredam dari pemimpin lansia, mengacu pada pidato yang "lama" atau "salah". Muncul spekulasi bahwa Mugabe mungkin telah dengan sengaja atau mengabaikan halaman atau membaca konten yang divariasikan dari pidato itu.

Partai oposisi Zanu-PF juga mengusir Grace Mugabe, wanita pertama yang dianggap memecah belah, dan 20 rekan terdekatnya.

Komandan militer mengklaim pengambilalihan pekan lalu diperlukan untuk menyingkirkan "penjahat" yang dekat dengan presiden, sebuah referensi untuk Grace Mugabe dan fraksi "G40"-nya.

Mugabe membuat beberapa rujukan ke divisi internal dalam pidatonya, dengan mengatakan: "Jalan ke depan tidak dapat didasarkan pada kelompok-kelompok yang bersaing yang bersikap kasar terhadap peraturan dan prosedur."

"Konstitusi partai harus berlaku di semua situasi dan untuk semua anggota ... pembohongan dan keputusan sewenang-wenang harus diajukan.

"Partai harus memiliki pemain yang lebih tua dan pendatang baru melalui hierarki yang didefinisikan dengan baik. Hal-hal ini akan dibahas pada kongres yang akan datang. Saya akan memimpin proses kongres. "

Grace Mugabe (52) belum terlihat sejak pengambilalihan. Sumber mengatakan kepada Guardian bahwa dia berada di kediaman suaminya di Harare saat dia ditahan pada Selasa dan belum pindah sejak itu.

Pemimpin oposisi di Zimbabwe telah menyerukan pembentukan pemerintah transisi yang inklusif namun berisiko dikesampingkan oleh tentara yang berkuasa dan Zanu-PF. Ada juga kekhawatiran bahwa militer akan mempertahankan pengaruh signifikan di masa depan.

"Partai yang berkuasa telah mengizinkan militer untuk merasakan kekuatan politik [dan] ... Kita harus mengharapkan beberapa peran angkatan bersenjata berlanjut untuk beberapa lama," kata Martin Rupiya, seorang mantan jenderal militer Zimbabwe.

Baca juga artikel terkait ZIMBABWE atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari