tirto.id - Kemenangan Donald Trump dalam Pemilu AS tidak hanya mengejutkan rakyat AS, tetapi juga seluruh warga dunia. Kondisi itu mengakibatkan pasar keuangan negara berkembang termasuk Indonesia langsung mengalami depresiasi cukup tajam. Nilai tukar rupiah yang tadinya sudah menembus level sekitar Rp12.000 per dolar AS, kini terdepresiasi ke kisaran Rp13.000 per dolar AS. Demikian pula indeks harga saham gabungan (IHSG) yang ikut terjun bebas.
''Kita belum tahu pasti seperti apa kebijakan yang akan diambil AS karena kabinet presiden terpilih pun belum ketahuan, tapi market udah lari duluan," ungkap Kepala Riset dan Kebijakan Strategis Bahana Securities, Harry Su.
Harry menambahkan, aksi demo yang terjadi pada bulan ini di Indonesia pun menambah risiko politik dalam negeri yang membuat investor tidak nyaman untuk berinvestasi.
Dalam catatan Bahana Securities, ada dana sekitar Rp 10 triliun sudah keluar dari pasar obligasi dan sekitar Rp8 triliun keluar dari pasar saham hanya dalam dua hari saja. Akibatnya, Rupiah terdepresiasi cukup tajam, meski bank sentral sudah melakukan stabilisasi pasar.
“Padahal hasil riset Bahana memperlihatkan setiap 1% rupiah terdepresiasi, maka pertumbuhan pasar saham akan tergerus 0,9%, hampir seimbang dampaknya. Tak heran saat rupiah melemah, indeks saham juga ikut melorot,” demikian yang dilansir tirto.id, Senin (21/11/2016), dari rilis Bahana Securities.
Hasilnya, Bahana kemudian merevisi ke bawah perkiraan level nilai tukar terhadap dolar AS sampai akhir tahun ini dari yang tadinya bakal berada pada kisaran Rp12.800, akhirnya ditinjau kembali ke level Rp13.200, setelah hasil Pemilu AS diumumkan.
Memasuki 2017, karena Trump sudah akan membentuk kabinetnya dan siap bekerja, rupiah diperkirakan hanya akan berada di kisaran Rp12.800. Sebelumnya, Bahana meyakini nilai tukar akan menguat ke kisaran Rp12.500 per dolar AS.
''Pemerintah masih harus tetap waspada karena volatility masih akan membayangi pasar keuangan Indonesia karena pasar masih menanti susunan kabinet presiden terpilih dan bagaimana kinerja Trump selama 100 hari pertama," terang Harry. ''Kalau bisa jangan lagi ditambah dengan persoalan di dalam negeri, Indonesia perlu segera membenahi diri terutama dengan persoalan politik".
IHSG Ikut Menurun
Sementara untuk pergerakan IHSG, Bahana memperkirakan hanya akan berada di kisaran 5.200 pada tahun ini. Bahana sebelumnya memperkirakan pergerakan IHSG di kisaran 5.600.
“Perkiraan tahun depan, karena Trump sudah akan memperlihatkan program kerjanya, indeks diperkirakan hanya akan berada di kisaran 5.900, padahal tadinya Bahana meyakini indeks akan melejit ke kisaran 6.600,” jelas Harry dalam rilisnya.
Sementara itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mencatat kinerja IHSG pada sepekan ini, 14-18 November 2016, mengalami penurunan sekitar 1,18 persen menjadi 5.170,11 poin dibandingkan pekan sebelumnya 5.231,97 poin.
"Kinerja IHSG BEI itu turut membuat kapitalisasi pasar modal Indonesia mengalami perubahan sebesar 1,21 persen menjadi Rp5.589,16 triliun dari sebelumnya Rp5.657,64 triliun," kata Kepala Komunikasi BEI Yulianto Aji Sadono dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (20/11/2016), seperti dikutip dari Antara.
Menghadapi hantaman eksternal tersebut, Indonesia sudah memiliki pondasi yang kuat dengan ekonomi yang tumbuh stabil 5%, saat ekonomi negara-negara lain masih lesu. Karenanya, meskipun nantinya Trump merealisasikan janji kampanyenya untuk melindungi produksi dalam negeri AS, Indonesia masih bisa tumbuh dari konsumsi rumah tangga yang masih menjadi motor penggerak utama perekonomian di dalam negeri.
“Apalagi kalau pemerintah bisa fokus membenahi serapan anggaran khususnya untuk infrastruktur, maka dua hal ini sudah bisa menjadi senjata pamungkas atas kekhawatiran pasar pasca kemenangan Trump,” papar Harry.
Ia menambahkan, keamanan politik juga tidak bisa diabaikan. Untuk itu, pemerintah harus bisa menciptakan iklim politik yang kondusif untuk membuat investor kembali percaya berinvestasi di Indonesia. ''Bagi investor asing, kestabilan politik menjadi isu penting dalam melakukan investasi," ungkap Harry.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari