Menuju konten utama
Jelang Debat ke-5 Pilpres 2019

PR Jokowi-Prabowo Saat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Masih 5 Persen

Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menilai saat ini kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 6 hingga 7 persen berada pada industri hulu dan hilir.

PR Jokowi-Prabowo Saat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Masih 5 Persen
Sesi pertama debat pilpres 2019 di hotel bidakara. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Debat ke-5 Pilpres 2019 akan membahas ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan, investasi, serta perdagangan dan industri. Isu pertumbuhan ekonomi diprediksi menjadi salah satu pembahasan debat yang akan berlangsung besok lusa, Sabtu (13/4/2019).

Saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen. Kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden pun sepakat pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai 6-7 persen dalam beberapa tahun ke depan.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati menilai banyak hal yang perlu dilakukan untuk mencapai angka tersebut, terutama agar tak mandek di teori.

Pada 2014, misalnya, kata Enny, Indef telah membuat simulasi bagaimana formulasi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi di angka 7 persen, tetapi tak terealisasikan padahal target tersebut sangat mungkin dicapai.

"Hampir semuanya [dua paslon] hanya komitmen, tapi realisasi enggak terjadi," ucap Enny saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (10/4/2019).

Enny menilai saat ini kunci untuk mencapai target tersebut berada pada industri hulu dan hilir. Ketergantungan Indonesia pada sektor hulu sudah harus digeser sepenuhnya ke hilir.

Ia mencontohkan mengolah hasil komoditas tambang dengan pembangunan smelter, industri baja, hingga industri pengolahan hasil perkebunan bagi komoditas kelapa sawit.

Enny menjelaskan pembenahan di sektor hilir ini diyakini mampu mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor, baik untuk produk jadi maupun bahan baku. Pada saat yang sama, pembenahan ini dapat meningkatkan kapasitas sektor padat karya yang dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja.

"Kalau kita bisa fokus ke industri itu mencapai pertumbuhan ekonomi 6 persen bukan sesuatu hal yang sulit," ucap Enny.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal mengamini betapa gentingnya menggenjot pertumbuhan ekonomi. Ia menjabarkan, Bank Dunia mencatat setidaknya terdapat 4 kelompok pendapatan yaitu high income (lebih dari 12 ribu dolar AS), upper middle income (3,89-12,05 ribu dolar AS), lower middle income (0,95-3,89 ribu dolar AS), dan lower income (kurang dari 955 dolar AS).

Faisal mengatakan Indonesia menghabiskan waktu 23 tahun sejak 1968 hanya untuk merangkak naik ke lower middle income. Sementara Brazil yang pernah menyentuh high income saja dapat turun. Belum lagi Afrika Selatan menjadi salah satu negara yang merasakan pengalaman terjebak 50 tahun di kelompok pendapatan menengah.

"Kalau masih di kisaran 5 persen, bisa dipastikan sampai 50 tahun ke depan kita masih ada di level middle income. Paling enggak kita perlu 7 persen untuk mengejar," ucap Faisal kepada para pewarta, Selasa (9/4/2019).

Menurut Faisal, jika pemerintahan hasil Pilpres 2019 tak mampu menangani masalah pertumbuhan ekonomi, ia memperkirakan Indonesia akan disalip banyak negara lain. Apalagi saat ini Indonesia sendiri sedang mengalami gejala kemunduran industri dini dalam 10 tahun terakhir. Padahal negara tetangga seperti Vietnam, industrinya terus tumbuh di angka 14,4 persen, dua kali lipat dari PDB-nya.

"Kalau kita masih di 5 persen, kita akan banyak dilalui negara-negara padahal kita ingin mengejar capaian negara-negara lain," ucap Faisal.

Strategi Kedua Kubu

Ekonom cum Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Drajad Wibowo mengatakan paslon nomor urut 02 telah menyiapkan formulasi agar target pertumbuhan ekonomi di angka 6-7 persen tercapai.

Drajad menuturkan, Prabowo-Sandiaga akan fokus menggenjot produksi di pertanian, energi, dan pekerjaan umum terutama pada sisi suplai. Mulai dari aren untuk biodiesel, sawit, gas, hingga mineral-batu bara.

Selain itu, Drajad memastikan industri manufaktur juga diperhatikan seperti rencana produksi mobil nasional.

"Keunggulan kompetitif industri di situ. Intinya supply side digenjot," ucap Drajad saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (10/4/2019).

Drajad melanjutkan, Prabowo-Sandiaga juga akan menggenjot konsumsi rumah tangga. Ia mengatakan salah satu caranya melalui pembenahan sistem pajak. Ini dilakukan agar harga barang lebih terjangkau sehingga bisa mendongkrak konsumsi.

"Kalau harga tidak stabil, kan, pada enggak bisa belanja. Lalu kalau sistem pajak akan lebih ramah. Jadi kalau belanja enggak perlu takut kecuali bagi penjahat pajak," ucap Drajad.

Sementara itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Johnny G. Plate mengatakan paslon nomor urut 01 lebih memilih memperhatikan kualitas ketimbang angka pertumbuhan ekonomi.

Menurut Plate, pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu baik jika tidak disertai pemerataan. Lagi pula, kata dia, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen saja banyak asumsi makro yang harus dirancang dengan cermat oleh pemerintah dan DPR.

Karena itu, Plate mengatakan fokus Jokowi-Ma'ruf pada perekonomian desa untuk memastikan pemerataan ekonomi. Selain itu, kata dia, Jokowi-Ma'ruf juga akan menggenjot pembangunan ekonomi digital.

Politikus Nasdem ini menambahkan, Jokowi-Ma'ruf tentu tidak lupa merampungkan pembangunan infrastruktur yang masih berlangsung dan tetap menjaga kemampuan produksi dalam negeri.

"Kalau mau 6,5 atau 7 persen belum tentu berguna kalau enggak merata. Pertumbuhan naik tapi wilayahnya masak tertinggal," ucap Plate saat dihubungi reporter Tirto, kemarin.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan