tirto.id - Komitmen negara-negara di Timur Tengah yang sudah memperbaiki sistem perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) harus dimanfaatkan untuk membuka kembali penyaluran TKI ke wilayah tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa TKI Mahdi Hussein Alhamid di Jakarta, Jumat, (15/01/2016).
Ia menyatakan, komitmen negara-negara Timur Tengah merupakan hasil dari moratorium pengiriman TKI selama 10 tahun terakhir ini. Mereka menyadari peran mereka bahwa negara tujuan penempatan harus memberikan perlindungan maksimal kepada TKI.
Mahdi menambahkan, hal itu dapat dilihat dari sikap Arab Saudi yang melimpahkan penanganan TKI informal/domestic helper kepada Kementerian Ketenagakerjaannya.
Selain itu, Arab Saudi juga menetapkan jam kerja tetap bagi para TKI selama delapan jam dalam sehari, enam hari dalam seminggu dan tinggal di penampungan (shelter).
"Jika, majikan ingin TKI bekerja lebih, maka harus diberi uang lembur yang dihitung per jam," ujar Mahdi.
Mahdi menambahkan, Saudi turut mewajibkan perusahaan setempat memberi jaminan atas perlindungan tenaga kerja asing yang bekerja di rumah.
"Jadi, tidak lagi oleh perorang seperti dahulu, tetapi oleh sebuah perusahaan yang terdaftar dan memberi uang jaminan deposito 50-100 juta dan bersedia memberi uang jaminan 50 ribu dolar per job order kepada negara penyedia jasa tenaga kerja," ujarnya.
Mahdi mengaku telah mengundang mitra dari Saudi yang menyatakan bersedia berinvestasi untuk pelatihan calon TKI.
Sementara itu, mantan Ketua Umum Indonesia Employment Agencies Association (Idea) Adri Nelwan memperkirakan, jumlah total investasi untuk pelatihan, jika kondisi penempatan kondisif, bisa mencapai 200 juta Dolar AS di Indonesia.
"Tetapi mereka membutuhkan kepastian atas pembukaan penempatan," katanya.
Mahdi menyambut baik terbitnya Kepmen No.354/201--yang merupakan perbaikan dari Kepmen No.1/2015-- yang berisi uraian tugas dan persyaratan tujuh jabatan TKI yang bekerja di sektor domestik atau rumah tangga.
Profesi-profesi itu antara lain : pengurus rumah tangga (housekeeper), Penjaga bayi (baby sitter), tukang masak (family cook), pengurus lansia (caretaker), sopir keluarga (family driver), tukang kebun (gardener).
Kepmen tersebut menjadikan ketujuh profesi tersebut sebagai pekerjaan formal yang memiliki aturan/perjanjian kerja yang mengatur hak dan kewajiban pekerja dan pemberi kerja.
"Mereka (negara tujuan penempatan) juga bersedia menandatangani MoU untuk menjamin perlindungan TKI," ucap Mahdi.
Kondisi ini hendaknya segera ditangkap, kata Fitriyah Husein, Direktur PT Vita Melati Indonesia, karena saat ini terdapat 5.000 TKI yang berangkat secara nonprosedural (ilegal) setiap bulan.
"Mereka berangkat karena terpaksa. Tidak punya pekerjaan di dalam negeri, dan tanpa perlindungan dari pemerintah dan perusahaan resmi. Mereka berjibaku demi dapur dan sekolah anak," pungkasnya.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra