Menuju konten utama

PPATK akan Bentuk Tim Khusus Awasi Dana Politik di Pilkada 2018

PPATK sudah mengkaji data aliran dana politik selama Pilkada 2017. Analisis itu dilakukan untuk memetakan potensi adanya aliran dana politik besar selama Pilkada 2018.

PPATK akan Bentuk Tim Khusus Awasi Dana Politik di Pilkada 2018
(Ilustrasi) Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin (kiri) berdialog dengan Kepala PPATK sebelumnya Muhammad Yusuf (kanan) di Kantor PPATK, Jakarta, pada Rabu (26/10/2016). ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma.

tirto.id - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan membentuk tim pemantau aliran dana politik di Pilkada Serentak 2018. Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badarudin mengatakan langkah ini dilakukan untuk mengawasi potensi praktik politik uang saat Pilkada.

"Akan kita bentuk tim khusus untuk ini," kata Kiagus di kantor BNN, Jakarta, pada Rabu (28/2/2018).

Kiagus menerangkan PPATK sudah memiliki landasan hukum untuk terlibat dalam pengawasan Pilkada 2018. Dia mencontohkan PPATK sudah bekerja sama dengan Bawaslu untuk mencegah politik uang. Selain itu, PPATK juga mempersiapkan kerja sama dengan KPU dalam upaya mewujudkan Pilkada 2018 yang bersih.

Menurut Kiagus, tim khusus PPATK akan bergerak memantau seluruh tahap Pilkada, seperti saat kampanye, penghitungan suara, hingga penetapan perolehan suara calon kepala daerah.

Kiagus menambahkan PPATK menggunakan analisis terhadap data Pilkada Serentak 2017 untuk memetakan transaksi keuangan di Pilkada 2018 yang perlu diawasi. Saat ini, PPATK juga sudah memetakan daerah lokasi Pilkada 2018 yang rawan korupsi atau kecurangan.

"Biasanya daerah, yang potensi ekonominya tinggi, itu uangnya lebih banyak," kata Kiagus.

Kiagus mengimbuhkan sampai saat ini PPATK belum menemukan lonjakan aliran dana terkait Pilkada. Namun, berdasarkan dari pengalaman Pilkada 2017, lonjakan dana akan mulai terjadi pada tahapan kampanye dan setelahnya.

"Biasanya mulai tahapan kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara. Itu biasanya terjadi lonjakan (aliran dana terkait dengan pilkada)," kata Kiagus.

Indikasi korupsi politik terkait dengan Pilkada 2018 memang terus menguat. Kasus paling mencolok adalah terbongkarnya pemberian suap terhadap komisioner KPUD Garut dan Ketua Panwaslu Garut.

Selain itu, KPK juga beberapa kali menangkap calon kepala daerah dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) selama 2018. Selama 2018, KPK sudah menangkap Calon Gubernur NTT Marianus Sae, Calon Gubernur Lampung Mustafa, Calon Bupati Jombang petahana Nyono Suharli Wihandoko.

Terbaru, KPK menangkap Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun dan putranya yang juga Wali Kota Kendari periode 2017-2022 Adriatma Dwi Putra.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom