tirto.id - Kepolisian memastikan akan segera mengeluarkan Red Notice bagi tersangka kasus penyebaran percakapan dan foto berkonten pornografi, yang kini sedang berada di luar negeri, Rizieq Shihab.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mochamad Iriawan mengatakan polisi sudah melakukan segala tahapan untuk pengajuan penerbitan Red Notice kepada interpol.
Ia mengatakan usulan pengajuan Red Notice ke interpol itu sudah disetujui setelah penyidik kasus Rizieq melakukan gelar perkara dengan Bareskrim dan Divisi Hubungan Internasional Polri di Mabes Polri pada hari ini.
"Kita tadi sudah gelar perkara dengan Bareskrim dan Hubinter (Divisi Hubungan Internasional Polri). (Rizieq) juga sudah ditetapkan tersangka, (masuk) DPO, (ada) surat penjemputan, dan sekarang Red Notice," kata Iriawan di Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu (31/5/2017).
Iriawan mengimbuhkan, "Jadi sekarang kita tunggu saja dari Hubinter apakah memenuhi syarat untuk dikabulkan (interpol) atau tidak."
Dia mengaku belum bisa memastikan permohonan penerbitan Red Notice itu akan dikabulkan oleh interpol atau tidak.
Karena itu, menurut dia, kepolisian baru memikirkan langkah berikutnya untuk penangkapan Rizieq setelah interpol menyetujui pengajuan Red Notice.
Menurut Iriawan, polisi memang berencana menjemput Rizieq di Arab Saudi. Dia meyakini, pentolan Front Pembela Islam (FPI) itu sudah mengetahui kalau dia kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Saya pikir sudah (Rizieq tahu namanya masuk DPO) karena (dia) bisa kontak-kontakan (komunikasi) dengan kerabatnya," kata Iriawan.
Pengacara Rizieq Sebut Interpol Sulit Kabulkan Red Notice
Penasihat hukum Rizieq Shihab, Kapitra Ampera mengingatkan pengajuan Red Notice untuk kliennya berpeluang tidak dikabulkan oleh Interpol karena tak memenuhi syarat.
Dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tirto, Kapitra mengatakan Pasal 82 INTERPOL’s Rules on the Processing of Data (Interpol’s RPD) menyatakan, red notice bisa dikeluarkan jika polisi nasional atau tim investigasi internasional ingin mencari dan menangkap seseorang dengan tujuan ekstradisi.
Sementara, berdasar Pasal 44 Undang-Undang No.1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi, obyek ekstradisi harus tersangka pelaku kejahatan atau terpidana. Kejahatan itu juga harus memenuhi tiga syarat yakni, kejahatan yang luar biasa, kejahatan itu bukanlah sesuatu yang kontroversial dalam hal tingkah laku dan kebudayaan Negara-negara lain, dan kejahatan itu tidak berkaitan dengan persoalan keluarga dan pribadi.
Kapitra menambahkan, ada 19 kualifikasi kejahatan serius yang layak mendapatkan pengajuan Red Notice. Adapun 19 jenis kejahatan itu ialah penggunaan senjata berbahaya seperti nuklir atau kimia dan sejenisnya, korupsi, kejahatan terhadap anak, kejahatan di bidang olahraga, dan kejahatan siber.
Selain itu, kejahatan narkotika, tindak pidana lingkungan hidup, kejahatan keuangan, kejahatan penggunaan senjata, menyangkut pengusutan narapidana, pembajakan di laut dan kejahatan terorganisasi.
Sementara lainnya ialah kejahatan di bidang farmasi, terorisme, perdagangan manusia, perdagangan gelap dan pemalsuan, kejahatan menyangkut kendaraan, kejahatan perang dan kejahatan terkait karya seni.
"Berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan interpol tersebut, dalam kasus “chat WA” yang disidik Polda Metro Jaya, kepolisian tidak dapat meminta Interpol untuk menerbitkan Red Notice terhadap Habib Rizieq," kata Kapitra.
Kapitra menambahkan penerbitan Red Notice bagi Rizieq juga tidak mungkin dikaitkan dengan statusnya sebagai tersangka di di Polda Jabar, yakni penodaan lambang negara dan pencemaran nama baik Bung Karno. Sebabnya, kasus itu terkait kejahatan politik. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Ekstradisi menyebutkan, “Ekstradisi tidak dilakukan terhadap kejahatan politik.”
Kapitra mengakui kepolisian bisa saja mengaitkan Rizieq dengan pelanggaran UU ITE, yang setara kejahatan siber, untuk memenuhi syarat pengabulan pengajuan Red Notice ke Interpol.
"Namun tetap tidak mudah bagi kepolisian untuk meminta Interpol Red Notice tersebut, karena akan diuji oleh Sekretaris Jenderal Interpol," ujar Kapitra.
Apalagi, menurut Kapitra, kasus percakapan Whatsapp berasal dari percakapan antara Firza Husein dengan seseorang yang masih diduga sebagai Rizieq, yang termasuk ranah pribadi.
"Lebih tepat kepolisian melakukan langkah persuasif (untuk memulangkan Rizieq) dan menjamin penegakan hukum yang berkeadilan,” kata Kapitra.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom