Menuju konten utama

Polri Minta PPATK Telusuri Rekening Peretas Surabaya Black Hat

Polisi meminta bantuan kepada PPATK untuk menelusuri aliran dana di rekening kelompok hacker "Surabaya Black Hat", terkait adanya kemungkinan pihak lain yang juga ikut terlibat dalam kasus tersebut.

Polri Minta PPATK Telusuri Rekening Peretas Surabaya Black Hat
Ilustrasi. Gambar seorang hacker. FOTO/Istock

tirto.id - Polri meminta bantuan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran uang yang masuk ke rekening kelompok peretas, "Surabaya Black Hat" (SBH). Hal tersebut disampaikan oleh Kadivhumas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto.

Menurut dia, nantinya setelah hasil laporan analisis dari PPATK keluar, penyidik akan menelusuri kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat kasus itu.

"Tim penyidik sudah menyurati PPATK secara resmi untuk memantau rekening ini. Nanti kalau sudah keluar laporan hasil analisisnya, penyidik akan mendalami siapa saja yang terlibat dan dicek lagi kebenaran sumber itu," kata Irjen Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (20/3/2018).

Dari hasil penyidikan sementara, motif para tersangka dalam kasus ini adalah motif ekonomi.

"Hacker (peretas) kan biasanya kerja sendiri yang ujungnya pemerasan kepada korbannya," ucapnya.

Kelompok tersebut juga diketahui "bekerja" secara mandiri tanpa ada pesanan peretasan dari siapapun.

Sebelumnya tiga tersangka anggota kelompok SBH, berinisial KPS (21), NA (21) dan ATP (21) ditangkap penyidik Polda Metro Jaya dan Biro Investigasi Federal AS (FBI) karena telah meretas ratusan situs yang tersebar di 44 negara.

Belakangan diketahui bahwa tiga tersangka itu merupakan mahasiswa S1 Stikom Surabaya jurusan Sistem Informatika.

Sebelumnya, Kepolisian Polda Metro Jaya mengungkapkan bahwa komplotan hacker Surabaya Black Hat (SBH) telah berhasil membobol sistem yang digunakan di 40 negara. Komplotan hacker ini memperoleh keuntungan antara Rp50 juta sampai Rp200 juta pada 2017.

"Para tersangka melakukan hack terdapat sistem elektronik korban, kemudian mengirimkan email kepada korban, yang mengharuskan korban untuk membayar sejumlah besar uang. Pembayaran dilakukan melalui akun PayPal atau akun Bitcoin. Jika korban tidak melakukan pembayaran maka kelompok ini akan menghancurkan sistem korban tersebut," jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, di Polda Metro Jaya Jakarta, Selasa (13/3/2018) .

Berdasarkan bukti yang dimiliki polisi, Argo mengklaim bahwa puluhan negara telah menjadi korban pembobolan. Negara tersebut adalah Thailand, Australia, Turki, UEA, Jerman, Perancis, Inggris, Swedia, Bulgaria, Ceko, Taiwan, Cina, Italia, Kanada, Argentina dan Pantai Gading.

Negara selanjutnya menurut Argo yakni Korea Selatan, Cillie, Kolombia, India, Singapura, Irlandia, Meksiko, Spanyol, Iran, Nigeria, Rusia, Selandia Baru, Rumania, Uruguai, Belgia, Albania, Vietnam, Belanda, Pakistan, Portugal, Slovenia, Maroko, Libanon dan termasuk Kepulauan Karibia.

Baca juga artikel terkait PERETASAN SITUS

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo