tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menemukan akun media sosial yang diduga telah menyebar konten provokatif. Polri menuding konten akun-akun itu memicu unjuk rasa di Papua dan Papua Barat pada awal pekan ini.
"Ada lima akun, Direktorat Siber [Bareskrim Polri] masih memprofilkan akun Youtube, Instagram maupun Facebook," ujar Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, Selasa (20/8/2019).
Menurut Dedi, ada satu akun media sosial yang menghapus unggahannya soal perkataan rasisme kepada mahasiswa Papua di Surabaya. Namun, kata dia, jejak digital masih bisa ditemukan meski pemilik akun menghapus unggahan tersebut.
Mengenai situasi di Papua dan Papua Barat pada hari ini, Dedi mengklaim sudah mulai berangsur kondusif. Aksi unjuk rasa sempat meluas di Papua dan Papua Barat pada Senin kemarin untuk menolak tindakan respresif dan diskriminatif terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur.
Dedi mengatakan Polri mengerahkan empat Satuan Setingkat Kompi (SSK) dari Polda Sulawesi Tenggara, Polda Sulawesi Utara dan Polda Maluku, untuk memperkuat pengamanan di Papua dan Papua Barat.
"Sudah di posisi masing-masing, dan yang terpenting kehadiran anggota di sana memastikan situasi dan menjamin keamanan serta ketertiban," ujar Dedi.
Dedi mengakui masih ada demonstrasi sekitar 500 orang pada hari ini. Kata dia, negosiasi antara aparat, tokoh masyarakat dan massa masih terus dilakukan.
"Apa yang jadi aspirasi [massa] akan diterima, ditampung ke pemerintah pusat. Situasi di Sorong boleh dikatakan cukup membaik," ucap Dedi.
Dia mencontohkan Bandara di Sorong dan Manokwari juga telah kembali beroperasi. Hal ini, kata Dedi, menunjukkan situasi di Papua sudah mulai kondusif.
Pada Senin kemarin, masyarakat di Sorong, Manokwari dan Jayapura menggelar aksi memprotes intimidasi dan diskriminasi terhadap mahasiswa di Surabaya dan Malang, Jawa Timur.
Massa juga marah karena tindakan berbau diskriminasi rasial terekam saat peristiwa pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya terjadi. Apalagi, ada pernyataan Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko yang membuka opsi pengusiran terhadap mahasiswa Papua dari daerahnya.
Aksi massa itu berbuntut pada terjadinya kerusuhan dan pembakaran gedung DPRD Provinsi Papua Barat, Kantor Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat serta beberapa kantor pemerintahan setempat. Kerusuhan juga merembet ke Kota Sorong, Papua Barat.
Peneliti senior Human Rights Watch (HRW) di Indonesia, Andreas Harsono menilai pemerintah RI harus segera turun tangan menyelesaikan persoalan diskriminasi rasialisme yang kerap menyasar masyarakat Papua.
“Presiden Jokowi dan kepala-kepala daerah tersebut harus mendidik soal rasialisme bahwa menyebut orang hitam sebagai 'monyet' adalah tidak baik, tidak menghormati orang dengan kulit hitam,” kata Andreas saat dihubungi reporter Tirto.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom