tirto.id - Kapolri Jenderal Tito Karnavian kembali mengajak KPK untuk membentuk tim investigasi penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan. Dalam pemaparan di Istana Negara, polisi kembali mengundang KPK untuk menyidik bersama-sama.
Akan tetapi, KPK menilai penanganan perkara tetap harus berada di wilayah kepolisian. Publik pun tetap menilai tidak tepat KPK ikut terlibat kasus Novel.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, KPK belum membentuk tim untuk bersama-sama mengungkap kasus Novel. Menurut KPK, Polri-lah yang berwenang untuk melakukan investigasi.
"Belum ada tim dalam artian tim yang bersama-sama lakukan investigasi. seperti yang disampaikan Kapolri, karena investigasi tersebut bersifat pro yustisia dan berada di ranah pidana umum tentu kewenangan saat ini berada di Polri," kata Febri saat dikonfirmasi Tirto, Selasa (1/8/2017).
Febri menambahkan, mereka belum membentuk tim karena tidak mempunyai kewenangan untuk menyidik kasus Novel. Dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, kewenangan penyelidikan dan penyidikan KPK hanya untuk tindak pidana korupsi.
Meskipun tidak membentuk tim, KPK tetap mengapresiasi pertemuan Kapolri dengan Presiden Joko Widodo kemarin sebagai hal positif. Mereka menilai, perhatian Presiden pada teror terhadap Novel yang sejak awal langsung mengutuk pelaku penyerangan dan memerintahkan Kapolri, dan 111 hari kemudian memanggil Kapolri perlu dihargai.
KPK berharap, koordinasi tersebut bisa berjalan dengan baik setelah pertemuan. Mereka berharap, pertemuan Presiden Jokowi dengan Kapolri bisa mempercepat proses penanganan perkara Novel.
Di saat yang sama, Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar juga menilai Polri tidak perlu melibatkan KPK dalam pengungkapan kasus Novel. Berdasarkan hasil pembicaraan antara Dahnil dengan Novel langsung, ia mengatakan, KPK tidak bisa ikut penyidikan kecuali ada unsur korupsi atau penyuapan dalam kasus Novel.
"Terkait dengan keinginan Kapolri untuk melibatkan KPK menjadi satu Tim bersama, dalam penyidikan pengungkapan Kasus Penyerangan terhadap dirinya, Novel menyampaikan, 'Menduga Kapolri memiliki bukti dugaan ada suap atau korupsi yang melibatkan pihak oknum kepolisian yang terkait dengan kasus penyerangan terhadap dirinya, sehingga harus melibatkan KPK dalam satu tim untuk membongkar kasus penyerangan terhadap dirinya. Karena bila tidak ada kasus korupsi, maka permintaan Kapolri membentuk tim bersama dengan KPK, keliru. Karena bukan tupoksi KPK menangani kasus terorisme atau kekerasan seperti yang Novel Baswedan alami," kata dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (1/8/2017).
Dahnil menegaskan mereka tetap meminta pembentukan tim independen. Kasus itu tetap tidak bisa selesai tanpa peran Novel.
"Novel Baswedan berkeyakinan, kasus penyerangan terhadap dirinya tidak akan diungkap dan dituntaskan kepolisian, bila hanya ditangani oleh pihak kepolisian sendiri tanpa TGPF (tim gabungan pencari fakta) yang independen dan kredibel. Upaya menggandeng pihak lain dalam hal ini KPK diduga oleh Novel sebagai upaya mencari pembenaran seolah-olah polisi serius," ujar Dahnil.
Menurut Dahnil, tim tersebut tetap harus dibentuk agar bisa memantau proses penanganan perkara Novel. Mereka menilai, tim tersebut justru menjadi pengawas dalam penindakan kasus Novel.
"Seharusnya dengan adanya tim independen yang kredibel, Kapolri dibantu untuk menghadirkan kepercayaan publik, Karena bisa ditemuken proses 'ganjil' dalam penanganan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan ini," kata Dahnil.
Dahnil menilai, pembentukan tim independen bisa membuat penyidikan obyektif dan kualitas pengusutan akan semakin baik. Kapolri pun terbantu untuk mempercepat pengungkapan kasus ini sesegera mungkin sehingga Tito bisa melakukan evaluasi terhadap kinerja aparatur kepolisian di bawahnya. Oleh sebab itu, agak aneh apabila penolakan keras dilakukan oleh Kapolri, padahal TGPF sejatinya membantu kualitas kerja beliau dalam penanganan kasus Novel Baswedan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari