tirto.id - Direktur Riset Lembaga survei Polmark Indonesia, Eko Bambang Subiantoro mencurigai penambahan siginifikan jumlah Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) di 542 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di putaran pertama Pilkada DKI Jakarta 2017.
Eko menyindir TPS-TPS itu “ajaib” sebab jumlah daftar pemilih tambahannya lumayan besar.
"Mengapa kami sebut 542 TPS itu ajaib, karena di TPS-TPS itu jumlah daftar pemilih tambahannya melebihi 2,5 persen dari total daftar pemilih tetap," kata Eko dalam diskusi yang diselenggarakan Komunitas Pers Peduli Pemilu Jakarta (KP3J), di Jakarta, pada Senin (10/4/2017) seperti dikutip Antara.
Polmark Indonesia merupakan lembaga survei yang didirikan oleh pakar politik Eep Saefullah Fatah. Di Pilkada DKI Jakarta 2017, Eep merupakan konsultan politik pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Eko beralasan berdasarkan Peraturan KPU Nomor 10/2015 pasal 22 jumlah surat suara cadangan dipatok harus 2,5 persen dari daftar pemilih tetap (DPT) yang ada. Karena itu seharusnya data DPTb tidak bisa melebihi angka tersebut.
Makanya, Eko khawatir proses pemilihan di 542 TPS itu di putaran kedua rawan terjadi kecurangan. TPS-TPS itu dalam catatannya tersebar di lima kabupaten dan kota di DKI Jakarta.
Perinciannya, berdasar data Eko, di Jakarta Utara ada sebanyak 258 TPS, Jakarta Barat 252 TPS, Jakarta Pusat 16 TPS, Jakarta Timur 14 TPS, dan Jakarta Selatan dua TPS.
Eko menegaskan seluruh pihak harus berpartisipasi menjaga pilkada DKI Jakarta agar berlangsung adil, jujur dan demokratis serta bebas dari kecurangan.
"Siapa pun pemenangnya, Pilkada DKI Jakarta harus dapat berlangsung adil, jujur dan demokratis, karena pilkada DKI Jakarta juga merupakan barometer (politik nasional)," jelas dia.
Sementara itu, pakar politik LIPI, Siti Zuhro mengatakan persoalan daftar pemilih memang kerap terjadi dalam pemilihan umum di Indonesia.
Kasus seperti ini, menurut Zuhro, seharusnya mendorong pemerintah segera memperbaiki sistem data kependudukan yang akurat dan terpercaya serta kredibel.
"Indonesia sebagai negara besar tidak memiliki data kependudukan yang baik, pemerintah perlu segera mendapatkan data kependudukan yang akurat dan kredibel. Saat ini sudah keluar dana hampir triliunan untuk KTP elektronik tapi malah jadi bahan bancakan," kata Zuhro.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom