tirto.id - Kepolisian Negara Republik Indonesia akan melakukan interogasi mendalam terhadap para pelaku kekerasan kepada pemuka agama dan jemaat serta rumah ibadah yang sudah tertangkap. Pemeriksaan mendalam dilakukan guna mengungkap kemungkinan koneksi antara satu kasus dengan kasus lain.
"Saya sudah mengingatkan polda-polda untuk lebih mendekat pada tempat ibadah dan ulama, dan kemudian setelah itu yang sudah tertangkap kita akan deep interview," ujar Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (14/2/2018).
Peristiwa penyerangan tokoh agama dan rumah ibadah terjadi beruntun pada beberapa pekan terakhir. Peristiwa terkini terjadi 11 Februari 2018, saat pemuda bernama Suliono yang bersenjata pedang mendatangi Gereja Santa Lidwina di Bedog, Sleman, DIY.
Aksi Suliono saat itu melukai tiga jemaat, satu pastor, dan seorang polisi. Kemudian di akhir Januari 2018 seorang ulama pimpinan pesantren di Cicalengka, Bandung menjadi sasaran serangan. Selain itu, ada juga tokoh Persis (Persatuan Islam) di Jawa Barat yang meninggal usai terluka akibat diserang seseorang diduga mengalami gangguan jiwa.
Tito berkata, aparat kepolisian tetap melakukan langkah pencegahan untuk menekan angka kekerasan pada pemuka agama dan rumah ibadah. Namun, ia tak merinci detail upaya prevensi yang sudah dan akan dilakukan polisi.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan bahwa polisi akan menambah jumlah petugas Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarat (Bhabinkantibmas) di berbagai daerah. Menurut Setyo, strategi itu bisa mengantisipasi serangan-serangan terutama di tempat ibadah. Nantinya, bukan hanya petugas bhayangkara, tetapi perwira pun bisa jadi masuk dalam Bhabinkantibmas.
“Kami tetap tempatkan di masing-masing desa atau kelurahan dengan maksud anggota ini mampu mendeteksi lebih awal, deteksi dini, terhadap semua perubahan-perubahan yang terjadi di wilayahnya,” kata Setyo di Mabes Polri, Selasa (13/2/2018).
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Dipna Videlia Putsanra