tirto.id - Salah satu bunyi pasal dalam RUU Kesehatan Omnibus Law yang menuai polemik adalah: tembakau atau hasil olah tembakau yang disamakan dengan zat adiktif seperti narkotika.
Salah satu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga ikut menolak RUU Kesehatan, terutama pada pasal kontroversi yang seolah menyamakan tembakau sama dengan narkotika.
Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU KH Mahbub Maafi mengatakan, meski sama-sama mengandung zat adiktif, namun tembakau dan narkotika memiliki perbedaan yang signifikan, yakni dalam hal adiksinya.
Jika memang benar pasal di dalam RUU Kesehatan menyamakan tembakau dengan narkotika, maka yang akan sangat terimbas adalah para petani tembakau.
Sebelumnya, ribuan tenaga kesehatan dari lima organisasi kesehatan secara serentak menggelar demo pada Senin, 8 Mei 2023, di beberapa daerah dan rumah sakit Indonesia.
Organisasi itu adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), serta Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
RUU Kesehatan Omnibus Law banyak ditentang oleh kalangan tenaga kesehatan karena pembahasannya terlalu terburu-buru, serta adanya indikasi dapat melemahkan perlindungan dan kepastian hukum bagi nakes.
Selain itu, melansir laman idionline.org, penolakan RUU Kesehatan juga dinilai tidak profesional karena perancangannya tidak melibatkan kelima organisasi profesi kesehatan di Indonesia.
Pasal Kontroversi RUU Kesehatan Omnibus Law: Tembakau Disamakan dengan Zat Adiktif
Dalam RUU Kesehatan Omnibus Law, terdapat pasal kontroversi yang menyinggung soal rokok dengan narkotika, yakni pada pasal 154.
Pasal itu menyebut bahwa rokok merupakan zat adiktif di mana hasil tembakau bersama dengan narkotika dan psikotropika. Secara tidak langsung, menurut RUU Kesehatan bahwa rokok ini dikategorikan sebagai jenis narkotika.
Di samping itu, meskipun rokok pada dasarnya memiliki zat adiktif, namun tembakau yang menjadi bahan dasar rokok ini tentunya memiliki perbedaan yang signifikan dengan narkotika, terutama dalam hal adiksinya.
Hal ini tentunya berpotensi memicu polemik baru jika RUU Kesehatan tentang tembakau disahkan, para petani bisa terindikasi melakukan tindak pidana karena menanam tembakau yang bisa disebut dikategorikan bagian dari narkotika.
Isi Draft RUU Kesehatan Omnibus Law 2023
Melansir laman resmi Kementerian Kesehatan, terdapat beberapa pasal yang mengatur dan sudah masuk dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) Pemerintah yang diajukan ke DPR untuk dimasukkan ke dalam RUU Kesehatan, di antaranya:
Pasal 322 Ayat 4
Pasal ini menyinggung soal perlindungan hukum dan mengatur tentang penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Secara tidak langsung, menurut pasal tersebut, para tenaga kesehatan tidak akan langsung berurusan dengan aparat penegak hukum jika terdapat suatu masalah, melainkan melalui sidang etik dan disiplin terlebih dahulu atau menggunakan mekanisme keadilan restoratif.
Pasal 208 E Ayat 1 Huruf a
Pasal ini mengatur tentang perlindungan bagi peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan. Mereka memiliki hak untuk memperoleh bantuan hukum ketika terjadi sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan.
Pasal 282 Ayat 2
Pasal 282 Ayat 2 ini mengatur tentang tenaga medis dan tenaga kesehatan yang dapat menghentikan pelayanan kesehatan, terlebih jika mendapat perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia.
Pasal 208 E Ayat 1
Pasal ini mengatur tentang peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, mental, dan perundungan.
Pasal 408 Ayat 1
Pasal tersebut menyinggung lagi soal tenaga medis dan tenaga kesehatan yang melaksanakan upaya Penanggulangan KLB dan Wabah memiliki hak atas perlindungan hukum dan keamanan serta jaminan kesehatan pada saat melaksanakan tugas.
Pasal 448 B
Pasal ini mengatur tentang tenaga medis dan tenaga kesehatan yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lainnya yang menyebabkan kehamilan tindak pidana.
Selain itu, terdapat pasal-pasal perlindungan hukum yang saat ini berlaku di undang-undang yang diadopsi serta tidak dikurangi, di antaranya:
Pasal 282 Ayat 1 Huruf a
Tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak mendapatkan perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Pasien.
Pasal 327
Tenaga medis atau tenaga kesehatan yang diduga melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya, sehingga menyebabkan kerugian kepada pasien, diselesaikan terlebih dahulu melalui alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Pasal 141
Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memberikan Pelayanan Kesehatan pada bencana.
Pasal 296 Ayat 1
Dalam keadaan tertentu, tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya.
Pasal 188
Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan Rumah Sakit.
Penulis: Imanudin Abdurohman
Editor: Alexander Haryanto