Menuju konten utama

Polemik Modal OK-OCE: Janji Kampanye dan Bantahan Sandiaga Uno

Menurut Sandi, ia tak menjanjikan pemberian modal peserta OK-OCE akan diberikan dari APBD.

Polemik Modal OK-OCE: Janji Kampanye dan Bantahan Sandiaga Uno
Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Salahuddin Uno, kampanye di Jalan Bojong Pulo, Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (31/1/2017). Tirto.id/Arief Rachman

tirto.id - Wakil Gubernur Sandiaga Salahuddin Uno menampik dirinya pernah menjanjikan bantuan modal buat peserta program OK-OCE yang didengungkannya saat kampanye Pilkada DKI Jakarta 2018. Menurut Sandi, yang dijanjikan selama kampanye adalah mempermudah akses warga mengajukan peminjaman modal.

“Lihat saja dari awal, kami enggak pernah ada janji memberikan modal [untuk OK-OCE],” kata Sandiaga di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (15/12/2017).

Menurut Sandi, pemberian modal untuk peserta OK-OCE merupakan kekeliruan pemberitaan. Ia bilang, dirinya dan Anies sejak masa kampanye mengatakan akan mempermudah mekanisme permodalan melalui industri perbankan, bukan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Kami memfasilitasi permodalan. Tidak pernah kami dalam program maupun dalam penyelenggaraan untuk memberikan permodalan. Permodalan itu yang berkapasitas memberikan permodalan adalah industri perbankan. Jadi sudah jelas dari awal," ujar Sandi.

Sandi kembali menegaskan OK-OCE dicetuskan pertama kali sebagai gerakan, bukan sebagai program. Dalam hal ini, Pemprov DKI hanya menjadi fasilitator untuk mendukung kegiatan tersebut dengan menggunakan aset-aset yang ada seperti kantor kecamatan sebagai co-working space.

Para peserta dalam kegiatan tersebut, sebut Sandi, haruslah didik terlebih dahulu menjadi pengusaha yang baik sehingga industri perbankan tak ragu untuk memberikan kredit modal.

"Begitu ada pelatihan, mereka ada pendampingan. Lahan usahanya sudah ada. Bank DKI sudah siap. Beberapa Bank sudah mau. Ada beberapa institusi mau juga," kata Sandi menambahkan.

Beda Saat Kampanye dan Menjabat

Jika merujuk ke laman jakartamajubersama.com, ada sublaman “Membuka Akses Lapangan Kerja & Membangun Kewirausahaan”, yang di dalam terdapat kalimat “Co-working space yang tidak hanya memberikan ruang fisik, namun juga memberikan dukungan modal, akses market, dan mentor bagi pewirausaha.”

Dalam kalimat tersebut memang tak dijelaskan lebih jauh makna dukungan modal. Tapi, mari kita menilik lagi ucapan Sandiaga dalam Debat Final Pilkada DKI Jakarta 2017 pada Rabu, 12 April 2017. Sandi pernah menyebut masalah kredit saat menyampaikan visi-misinya.

Sandi: “Saya mengerti pengusaha dipersulit untuk mendapatkan permodalan. Oleh karena itu program OK-OCE yang kami dorong, kami adalah melihat bagaimana memberikan kredit khusus bagi perempuan. Kredit khusus bagi perempuan kita berikan tanpa jaminan dan kita berikan pendampingan mentoring.”

Dalam pernyataan itu, Sandi memang tidak menyebut soal modal, tapi ia dengan terang menyebut “memberikan kredit khusus bagi perempuan tanpa jaminan.” Kalimat ini memang tidak menjelaskan soal sumber kredit. Sandi pun tak menjelaskan apa yang dia maksud sebagai kredit. Jika merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kredit memiliki arti pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.

Saat diklarifikasi tentang penjelasannya dalam pemaparan visi-misi, Sandi baru menjelaskan bahwa kredit yang dimaksudnya ialah yang bersumber dari bank. Poin penjelasan ini sebelumnya tak pernah Sandi jelaskan dalam berbagai kesempatan, termasuk dalam pemaparan visi misi di Debat Pilkada DKI Jakarta.

Meski tak pernah menjelaskan, Sandi tetap meminta media untuk mengklarifikasi kesalahan persepsi yang selama ini terjadi di masyarakat. “Jadi teman-teman media, mohon mengingatkan kami semua supaya jangan sampai kesalahan [informasi] terulang lagi. Saya dari pertama jelas dalam posisi ini,” ujar Sandi.

Ketidaksesuaian Jumlah Pengusaha OK-OCE

Selain masalah modal, ada hal lain yang juga menjadi soal yakni jumlah pengusaha yang tergabung dalam program OK-OCE. Dalam acara debat terakhir itu, Sandi mengklaim jumlah peserta program OK-OCE sudah mencapai 12 ribu per 12 April 2017. Klaim itu ternyata berkebalikan dengan data yang tercatat di Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) DKI Jakarta.

Kepala Dinas KUMKM DKI Jakarta Irwandi menjelaskan, peserta OK-OCE yang tercatat di dinasnya baru mencapai 2.610 orang hingga Jumat, 15 Desember 2017. Kedua ribu enam ratus sepuluh peserta itu tersebar di 44 kecamatan yang ada di DKI Jakarta.

Jumlah itu disesuaikan dengan ketersediaan anggaran yang dialokasikan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) saat kontrol APBD-Perubahan masih berada di tangan Gubernur Djarot Saiful Hidayat. Ada pun peserta yang disasar, berasal dari berbagai kalangan mulai dari lulusan SMA hingga pensiunan pegawai negeri.

"Jadi di setiap kecamatan, saat ini ada 50 wirausahawan yang kita kumpulkan. Ini sudah termasuk kepulauan seribu yang jumlahnya 60 wirausahawan," ujarnya saat dihubungi Tirto.

Soal ketidaksesuaian ini, Sandi belum memberikan komentar. Sama dengan Sandi, Ketua Gerakan OK-OCE Faransyah Jaya Agung juga belum merespon pertanyaan yang dikirimkan Tirto melalui pesan singkat dan sambungan telepon.

Konteks Polemik OK-OCE

Pangkal polemik pemberian modal Ok-OCE ini bermula ketika Sandiaga Uno mengatakan bahwa Pemprov DKI tidak akan memberikan bantuan modal berupa dana bergulir kepada para pesertanya.

Pernyataan ini pun mendapat banyak respons negatif dari publik lantaran pada masa kampanye Pilkada Jakarta, Sandi dan Anies Baswedan selalu melontarkan bahwa program OK-OCE tak hanya akan memberikan pelatihan, melainkan juga penyertaan modal.

Menurut dia, Pemprov tak bakal memberikan kredit kepada para pengusaha dalam program OK-OCE melalui APBD. Sebab, sebelumnya, modal bergulir yang diberikan Pemprov kepada pelaku usaha tak bisa dikontrol dan tak dikembalikan.

"Itu dulu Pemprov ngasih kredit. Dipinjamkan dalam bentuk dana bergulir dan akhirnya macet. Itu bukti bahwa Pemprov tidak bisa ngasih pinjaman ke dunia usaha karena tidak memiliki kompetensi untuk mengawasi pemakainya," ujarnya.

"Dan kesalahan pemprov itu sampai [menyebabkan kredit] macet Rp400 miliar lebih," kata dia. Dalam hal ini, lanjut Sandi, "Pemprov tidak memiliki kemampuan untuk menilai mana yang bisa diberikan pendanaan, mana yang enggak."

Baca juga artikel terkait ANIES-SANDIAGA atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Bisnis
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Maulida Sri Handayani