tirto.id - Subdit IV Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap delapan pelaku pemalsuan surat keterangan hasil swab antigen dan PCR COVID-19. Para pelaku terdiri dari lima laki-laki dan tiga perempuan.
Mereka adalah RSH (20), RHM (22), IS (23), MA (25), SP (38), MA (20), Y (23) dan DM (diduga masih kategori anak dan tidak ditahan). Modus mereka yakni menawarkan hasil tes melalui akun Facebook bernama redy1109, lantas pelaku membuat surat keterangan dengan menggunakan draf kop 'Klinik Denti Sari' dengan hasil pemeriksaan nonreaktif yang ditandatangani dan distempel oleh pelaku.
"Tanpa dia sadar mencari keuntungan (namun) merugikan masyarakat. Kasihan (masyarakat) yang sudah mengikuti aturan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Senin (25/1/2021). Berdasarkan penyelidikan sementara, kelompok ini beraksi sejak November 2020. Namun polisi masih mengusut perkara guna kepastian.
Kasus ini bermula ketika polisi menyelidiki informasi soal jual-beli surat hasil tes palsu itu pada 18 Januari. Kemudian polisi menangkap RSH, RHM, IS dan DM. Petugas lalu mengembangkan perkara, dan kembali berhasil meringkus MA, AY, Y dan S.
"Pelaku Y sebagai karyawan PT. Inti Dharma Global Indo yang bertugas sebagai admin server basis data Fastlab, aplikasi Fastlab dan aplikasi Cristal Mix. Di Laboratorium Fastlab dia mengakses sendiri basis data dan aplikasi tersebut tanpa izin," jelas Yusri.
Awalnya IS dan DM memesan surat keterangan itu kepada RSH. Mereka hendak menggunakan sebagai persyaratan perjalanan luar kota. RSH yang bertugas sebagai pelaksana farmasi di Klinik Denti Sari mengopi draf surat, kemudian mengirimkan fail itu ke RHM.
RHM akan mengisi data pemesan. Rampung pengisian identik, dia akan mencetak, menandatangani, serta mengecap surat yang berisi hasil nonreaktif. Lantas dia menyerahkan kepada IS. Kini mereka resmi menjadi tersangka dan dijerat Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 268 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.
Mereka juga dipersangkakan Pasal 35 juncto pasal 51 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 268 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat berujar, yang dilakukan oleh para pelaku ini membuat penanggulangan COVID-19 tak optimal.
"Kalau ini didiamkan maka upaya pemerintah di bidang apapun dalam menanggulangi COVID-19 akan terus (berlanjut)," ucap dia. Artinya, orang terpapar Corona akan makin tinggi karena tidak melakukan tes ketika ingin melakukan perjalanan. Imbasnya akan merugikan sesama.
Polisi juga memperingatkan masyarakat bahwa pengguna hasil tes palsu juga dapat dipidana. Dalam Pasal 263 ayat (2), menyebutkan "diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian."
"Yang membuat (surat) kena (hukuman), yang menyuruh (juga) kena, dan yang menggunakan surat palsu, (turut) kena," kata Tubagus.
Kini polisi juga berupaya menelusuri siapa pengguna surat keterangan palsu tersebut, apalagi belum dapat dipastikan apakah para pengguna surat itu bebas dari virus COVID-19.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri