tirto.id - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah meneken kontrak kerja sama jual beli listrik dengan 11 pengembang listrik yang berbasis energi baru terbarukan (EBT). Adapun total kapasitas yang bakal dikembangkan ialah sebesar 291,4 MW (mega watt).
Dari total kapasitas itu, sebesar 239 MW merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan sisanya, yakni 52,4 MW merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM). Lokasi kesebelas pengembang listrik pun tersebar mulai dari Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, hingga Sulawesi Selatan.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengaku penandatanganan dengan kesebelas perusahaan baru bisa dilakukan setelah adanya penghitungan ulang harga listrik yang mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Dengan dikeluarkannya peraturan yang merupakan revisi dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tersebut, Sofyan mengatakan para pengusaha pengembang listrik merasa lebih cocok dengan harga listrik yang dipatok.
“Mungkin mereka menghitung ulang dan sudah cocok angkanya. Karena memang kan pengusaha itu bicaranya, saya mau untung besar sekali, untung besar, atau untung sedang,” ungkap Sofyan seusai acara penandatanganan kerja sama di Kementerian ESDM, Jakarta, pada Jumat (8/9) siang.
Kesebelas proyek pembangkit dengan basis EBT tersebut saat ini memiliki harga yang berbeda-beda. Harga jualnya sendiri berada di kisaran 6,52 sen dolar Amerika/kWh hingga 8,60 sen dolar Amerika/kWh.
“Harga tergantung pada pengembang dan setiap daerahnya. Karena setiap daerah memiliki BPP (biaya pokok produksi) dan tingkat kesulitan alam yang berbeda,” ucap Sofyan lagi.
Sementara itu, Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Nicke Widyawati membenarkan faktor harga menjadi alasan kesebelas perusahaan itu menjalin kerja sama dengan PLN.
Sebagaimana diketahui, pada 2 Agustus lalu seharusnya PLN telah meneken kontrak dengan 64 produsen listrik swasta berbasis EBT. Akan tetapi, 11 di antaranya mengundurkan diri dan hanya 53 perusahaan yang akhirnya mencapai kesepakatan dengan perusahaan pelat merah tersebut.
“Memang di mana-mana itu harga menjadi dominan banget. Kita lihat (harga) ini yang terbaik, dan akhirnya kita tanda tangan,” ucap Nicke.
Di sisi lain, Menteri ESDM Ignasius Jonan yang turut hadir dalam acara penandatanganan mengingatkan bahwa tarif listrik EBT harus efisien.
“Di dalam Rencana Umum Energi Nasional sudah ditetapkan bahwa porsi EBT di bauran energi pada 2025 harus sudah mencapai 22 persen, dari yang saat ini 11-12 persen. Tentu ini harus diiringi dengan tarif yang kompetitif,” kata Jonan dalam pidato sambutannya.
Berdasarkan klaim PLN, setidaknya di sepanjang tahun ini mereka telah menandatangani jual beli listrik berbasis EBT lebih dari 700 MW di luar geotermal. Adapun nilai investasi kesebelas pembangkit listrik EBT tersebut ditaksir mencapai Rp8 triliun.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto