tirto.id -
Lukman lantas mengusulkan agar mantan napi tersebut hanya perlu dibedakan dengan yang lainnya. Caranya adalah foto, nama, dan partai mereka dipublikasikan di setiap tempat pemungutan suara dan disebutkan sebagai mantan narapidana koruptor.
"Kalau mau progresif umumkan saja di pintu TPS [tempat pemungutan suara] itu, ini caleg-caleg yang mantan napi," ujar Lukman, Senin (17/9/2018).
Lukman mendukung Komisi Pemilhan Umum (KPU) agar mempublikasikan secara masif di media pemberitaan ataupun pintu TPS nantinya. Penandaan itu, malah bisa menjadi bumerang. Selain bertentangan dengan aturan bahwa surat suara harus bersih, ada kemungkinan masyarakat justru memilih mantan napi yang ditandai.
"Justru ada tanda itu, mereka mencoblos mantan napi yang ada tandanya," katanya. "Jangan-jangan itu yang malah dicoblos kecuali sosialisasinya masif," ujar dia.
Mahkamah Agung pada Kamis 13 Septmber lalu memutuskan untuk mengabulkan gugatan uji materi pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018. Ketentuan yang dibatalkan MA tersebut mengatur larangan terhadap eks narapidana (napi) korupsi, mantan napi bandar narkoba dan eks napi kejahatan seksual pada anak menjadi calon legislatif (caleg).
Selain itu, MA juga mengabulkan gugatan uji materi terhadap Pasal 60 huruf j PKPU Nomor 26 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD. Ketentuan ini juga mengatur larangan bagi mantan napi korupsi, bandar narkoba dan kasus kejahatan seksual pada anak menjadi bacaleg.
Keputusan ini memastikan para mantan napi korupsi, bandar narkoba dan kejahatan seksual pada anak bisa maju sebagai caleg DPR/DPRD maupun DPD.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan keputusan Majelis Hakim MA yang mengabulkan permohonan pembatalan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) ini. Menurut peneliti ICW Donal Fariz, putusan itu menguatkan anggapan bahwa MA selama ini enggan membuat terobosan hukum yang progresif.
"Jarang sekali MA memberikan putusan yang progresif dan mencerminkan aspirasi publik" kata Donal hari Minggu (16/9/2018).
Apabila telah mencermati materi putusan MA, Donal menyarankan KPU mengambil langkah agar pemilih tetap bisa mengetahui siapa saja caleg yang pernah menjadi narapidana kejahatan serius, terutama di kasus korupsi.
Misalnya, kata dia, KPU bisa memberikan tanda terhadap caleg, yang pernah terbukti terlibat korupsi, di dalam surat suara. Langkah ini, menurut Donal, sesuai wacana yang pernah dilempar Presiden Jokowi, bahwa caleg eks koruptor tidak perlu dilarang melainkan “ditandai” saja.
"Kalau itu dilakukan tentu akan merugikan partai. Maka cara yang paling bijak sekarang adalah partai [sebaiknya] tidak mencalonkan orang tersebut [eks koruptor] untuk menghindari polemik dan kerugian [di pemilu]," ujar Donal.
Editor: Agung DH