Menuju konten utama

PKB Ingin Presidential Threshold Pemilu 2024 Turun Jadi 10 Persen

PKB mengusulkan pada revisi UU Pemilu presidential threshold turun menjadi 10 persen, sementara parliamentary threshold naik di angka tujuh persen. 

Wakil Presiden terpilih Ma'ruf Amin, Ketua Dewan Syuro PKB Dimyati Rois, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo, Menpora Imam Nahrawi, Ulama Manarul Hidayat dan Ulama Abdul Gofur berfoto saat penutupan Muktamar PKB 2019 di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (21/8/2019). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/pras.

tirto.id - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan agar ambang batas presiden (presidential treshold) diturunkan menjadi 10 persen dalam revisi Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Usulan itu turun dari ambang batas parlemen pada Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 yaitu 20 persen.

Sekretaris Fraksi PKB Fathan Subchi mengatakan penurunan ambang batas presiden bertujuan menghindari tajamnya polarisasi dukungan yang berpotensi memecah belah masyarakat. Selain itu dengan angka tersebut, PKB berharap banyak muncul calon presiden dan calon wakil presiden.

“Kami mendorong agar Presidential Threshold diturunkan hingga 10 persen sehingga dalam Pemilihan Presiden mendatang dimungkinkan munculnya lebih dari dua pasangan calon. Dengan demikian rakyat lebih banyak opsi untuk memilih pemimpin mereka,” kata Fathan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/6/2020).

Fathan menjelaskan berdasarkan pengalaman Pilpres 2014 dan 2019, ambang batas presiden sebesar 20% terlalu berisiko. Tingginya ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden tersebut hanya berdampak pada minimnya keikutsertaan pasangan calon.

Akibatnya, lanjut Fathan dalam dua kali perhelatan Pilpres tersebut yang muncul hanya dua pasangan calon sehingga memunculkan polarisasi dukungan yang begitu tajam di tengah masyarakat.

“Kami menilai polarisasi dukungan di tengah tingginya keragaman serta kesenjangan ekonomi masyarakat Indonesia sangat berbahaya. Pengalaman di 2014 dan 2019 menunjukkan betapa masyarakat begitu terbelah. Bahkan hingga saat ini kalau kami lihat di media sosial aroma perpecahan itu masih terasa,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjutnya maka peluang munculnya lebih dari dua pasangan capres-cawapres akan menjadi terbuka.

“Penurunan ini juga harus diikuti dengan penghapusan redaksi “atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR Sebelumnya” pada Pasal 187 RUU Pemilu 2020. Sedangkan basis perhitungan Presidential Threshold didasarkan pada jumlah suara nasional yang diperoleh partai politik yang menempati kursi DPR,” jelasnya.

Terkait ambang batas parlemen (parliamentary threshold), partai yang dipimpin Muhaimin Iskandar ini ingin ada di angka 7 persen kursi DPR yang diraih oleh partai politik peserta Pemilu. Ia menilai batasan 7 persen tersebut akan menciptakan lembaga parlemen yang sederhana dan stabil .

“Kami ingin lembaga parlemen di masa depan kian ramping sehingga menyederhanakan proses-proses politik dalam pelaksanaan fungsi sebagai wakil rakyat baik dalam hal pengawasan, anggaran, maupun proses legislasi,” katanya.

Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold adalah syarat perolehan suara bagi partai politik untuk bisa mendapat kursi di DPR. Parliamentary threshold dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang sekarang masih sah berlaku adalah 4 persen.

Artinya, partai peserta pemilu yang tidak mampu meraih suara 4 persen secara nasional, maka suaranya hangus dan tidak mendapat kursi di parlemen.

Baca juga artikel terkait REVISI UU PEMILU atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto
-->