Menuju konten utama

Pimpinan KPK: Bupati Nganjuk Terduga Koruptor yang Nekat

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan heran dengan kenekatan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman dalam melakukan tindak pidana korupsi.

Pimpinan KPK: Bupati Nganjuk Terduga Koruptor yang Nekat
Dua petugas disaksikan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) menunjukkan barang bukti uang yang diamankan dari operasi tangkap tangan (OTT) Nganjuk, di Jakarta, Kamis (26/10/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan heran dengan keterlibatan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman di kasus dugaan korupsi baru-baru ini.

Pasalnya, Taufiqurrahman tertangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) penerimaan suap tak lama usai status kasusnya yang lain di KPK dilimpahkan ke kejaksaan atas perintah sidang praperadilan.

"Kami sendiri juga bingung, 'nekat' banget itu Bupati,” kata Basaria di gedung KPK, Jakarta, pada Kamis (26/10/2017) seperti dikutip Antara.

Menurut Basaria, KPK belum lama menyerahkan berkas kasus dugaan gratifikasi dan penyalahguanaan jabatan di pengadaan barang dan jasa, yang melibatkan Taufiqurrahman, kepada pihak kejaksaan. Pelimpahan kasus atas perintah hakim sidang praperadilan itu juga baru saja ditindaklanjuti oleh kejaksaan dengan penyelidikan.

“Masih posisinya selesai praperadilan kemudian baru juga selesai kami serahkan ke Kejaksaan, dan posisi di sana juga sedang dilakukan penyelidikan, tetapi masih nekat juga, kami juga bingung," kata Basaria.

Keputusan sidang praperadilan terkait gugatan Taufiqurrahman atas penetapannya sebagai tersangka oleh KPK muncul pada Senin, 6 Maret 2017 di PN Jakarta Selatan. Gugatan itu terkait status Taufiqurrahman sebagai tersangka penerimaan gratifikasi dan dugaan korupsi di lima proyek pembangunan dan perbaikan jalan di Kabupaten Nganjuk pada tahun 2009.

Hakim Tunggal I Wayan Karya mengabulkan sebagian gugatan Taufiqurrahman. Putusan itu memerintahkan KPK melimpahkan kasus Taufiqurrahman ke pihak kejaksaan. Sebab, kejaksaan lebih dulu mengusut dugaan korupsi yang melibatkan Taufiqurrahman itu.

Putusan itu memakai dasar kesepakatan tiga instansi hukum, KPK, Kejaksaan Agung dan Polri yang disahkan pada 29 Maret 2012. MoU yang sebenarnya memasuki masa daluarsa pada 29 Maret 2016 lalu itu menyebutkan bahwa bila sebuah kasus diusut oleh lebih dari satu lembaga penegak hukum, penanganannya dilimpahkan ke pihak yang pertama melakukan penyelidikan.

Sekitar tujuh bulan usai putusan praperadilan itu keluar, Taufiqurrahman menjadi salah satu dari lima tersangka yang ditetapkan oleh KPK terkait kasus tindak pidana suap hasil OTT pada Rabu kemarin. OTT ini meringkus sekitar 20 orang di Jakarta dan Nganjuk, Jawa Timur. Di antara mereka juga ada istri Taufiqurrahman yang juga menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Jombang.

Kasus itu berkaitan dengan penerimaan hadiah atau janji oleh Bupati Nganjuk Taufiqurrahman dalam perekrutan dan pengelolaan ASN/PNS di Kabupaten Nganjuk Tahun 2017.

Basaria menjelaskan bahwa Taufiqurahman dan rekannya ditangkap di salah satu hotel di Jakarta tempatnya menginap. Di dalam hotel itu, ada aktivitas penyerahan uang sebesar Rp298.020.000 kepada Taufiq. Uang tersebut ada di dalam dua tas, dengan masing-masing sebesar Rp149.120.000 dan Rp148.900.000.

Taufiqurahman menjadi tersangka penerima suap bersama Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk Ibnu Hajar, dan Kepala SMP Negeri 3 Ngronggot Kabupaten Nganjuk Suwandi. Sementara tersangka pemberi suap adalah Kepala Bagian Umum RSUD Kabupaten Nganjuk Mokhammad Bisri dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk Harjanto.

Baca juga artikel terkait OTT KPK BUPATI NGANJUK

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom