Menuju konten utama

Pilkada Serentak Dinilai Masih Belum Ramah Terhadap Perempuan

Angka keterpilihan perempuan pada Pilkada 2018 ini hanya sebesar 30,69 persen.

Pilkada Serentak Dinilai Masih Belum Ramah Terhadap Perempuan
Ilustrasi Kotak suara KPU. ANTARA News/Ridwan Triatmodjo

tirto.id - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) masih belum ramah terhadap perempuan.

Hal tersebut disampaikan Maharddhika selaku Peneliti Perludem di KPU dalam acara diskusi media bertemakan “Potret Perempuan Kepala Daerah Terpilih di Pilkada 2018 dan Prospek Perempuan di Pemilu 2019.”

"Kontestasi Pilkada dari gelombang pertama hingga saat ini masih belum ramah perempuan dan cenderung fluktuatif," kata Maharddhika, Rabu (1/8/2018).

Ia menjelaskan, berdasarkan data Pilkada 2015, angka keterpilihan keterwakilan perempuan berjumlah 37,1 persen. Sementara pada Pilkada 2017, angka keterpilihan perempuan 26,67 persen, sedangkan Pilkada tahun ini angka keterpilihannya hanya sebesar 30,69 persen.

Senada dengan Perludem, Pusat Kajian Politik FISIP UI juga menyimpulkan hal yang sama. Menurut mereka, perempuan yang ingin menjadi calon kader partai politik harus berjuang dua sampai tiga kali lebih keras dibandingkan dengan calon laki-laki.

Direktur Pusat Kajian Politik FISIP UI Aditya Perdana menjelaskan, dalam proses pencalonannya saja, calon kader perempuan harus bisa meyakinkan partai politiknya sendiri. Selain itu, para perempuan juga memiliki akses politik yang lemah kepada para elite partai politik.

"Perempuan tidak pernah menempati posisi pimpinan partai. Kebanyakan dari mereka melakukan tugas administratif seperti sekretaris, bendahara, bukan di posisi sentral dalam parpol sehingga mereka tidak bisa turut serta memberi keputusan strategis untuk parpolnya", ujar Aditya Perdana dalam kesempatan yang sama.

Pilkada yang tak ramah perempuan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya belum adanya kesempatan yang luas bagi perempuan untuk berpartisipasi.

Menurut Destika Gilang, Aktivis Solidaritas Pembela Keterwakilan Perempuan, terjadinya ketimpangan antara calon laki-laki dibandingkan dengan perempuan di Pilkada juga disebabkan oleh badan penyelenggara Pilkada yang masih timpang gender.

Selain itu, perspektif elite juga masih menganggap bahwa perempuan belum mampu bersaing. Selain itu, lemahnya logistik yang dimiliki oleh calon kader perempuan. Sempitnya basis rekrutmen parpol yang hanya menaruh concern pada elektabilitas calon kader yang tinggi juga merupakan penyebab Pilkada yang tak ramah terhadap perempuan.

"Isu perempuan hanya disematkan begitu saja dalam visi, misi dan program yang diusung dengan mengabaikan substansi, tanpa menjelaskan atau menjabarkan bagaimana keadilan gender itu diterapkan dalam program yang mereka miliki", ujar Maharddika.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Reporter: Larasai Ayuningrum
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto