Menuju konten utama

Pilihan Tidak Punya Anak & Alasan Pasangan Menolak Jadi Orang Tua

Keputusan untuk tidak mempunyai anak ini bisa dipengaruhi oleh alasan ekonomi, politis, hingga faktor idealisme yang lain.

Pilihan Tidak Punya Anak & Alasan Pasangan Menolak Jadi Orang Tua
Pasangan lansia yang menikah bahagia. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Keputusan untuk tidak memiliki anak memang masih sulit diterima di tengah masyarakat Indonesia yang masih melihat keluarga dengan anak sebagai keluarga ideal. Namun, kecenderungan mengambil pilihan ini semakin jamak.

Keputusan untuk tidak mempunyai anak ini bisa dipengaruhi oleh alasan ekonomi, politis, hingga faktor idealisme yang lain.

Psychology Today menulis, menurut Pusat Penelitian Ekonomi dan Bisnis, pada tahun 2016, biaya membesarkan anak sejak lahir hingga berusia 21 tahun rata-rata membutuhkan lebih dari 230.000 dolar AS, hal itu termasuk lebih dari 70.000 dolar untuk perawatan anak. Angka ini untuk anak yang bersekolah di sekolah negeri.

Untuk anak di sekolah asrama, biayanya naik menjadi kurang dari 500.000 dolar. Biaya itu melampaui harga rata-rata sebuah properti di Inggris yang hanya mencapai 218.255 dolar pada Indeks Harga Rumah tahun 2017.

Third Way Jonathan Cowan dan Elaine C. Kamarck dalam bukunya The Fatherhood Bonus and The Motherhood Penalty: Parenthood and the Gender Gap in Pay menjelaskan bahwa bagi kebanyakan pria, fakta menjadi ayah menghasilkan beberapa bonus saat gajian, namun untuk sebagian besar wanita, menjadi ibu adalah ‘hukuman’ saat gajian.

Dalam makalah akademis, penulis Michelle J. Budig, seorang profesor di Universitas Massachusetts-Amherst, menulis bahwa meskipun kesenjangan upah gender telah menurun, kesenjangan upah terkait dengan menjadi orang tua terus meningkat.

Dalam 15 tahun penelitiannya tentang topik itu, Budig menemukan, rata-rata pria mendapatkan 6 persen lebih banyak ketika mereka memiliki dan hidup dengan seorang anak, sementara wanita mendapatkan 4 persen lebih sedikit untuk setiap anak yang mereka miliki.

Sementara itu, Travis Rieder, direktur program gelar Master of Bioethics berpendapat bahwa memiliki anak merupakan salah satu kontributor perubahan iklim.

Rieder mengutip penelitian dari Oregon State University yang menemukan bahwa memiliki satu anak lebih sedikit akan memiliki efek yang jauh lebih besar pada emisi karbon dioksida.

“Dengan memiliki lebih sedikit anak menjadi salah satu hal terbaik yang dapat Anda lakukan untuk lingkungan, dibandingkan dengan mengurangi penggunaan bahan bakar, bepergian, dan kegiatan rutin lainnya yang menghasilkan emisi karbon dioksida,” tulis Rieder.

Ketika majalah Child mensurvei sekitar 1.000 orang tua, hampir separuh ayah dan ibu yang disurvei mengatakan bahwa mereka memiliki lebih sedikit teman setelah anak-anak mereka dilahirkan.

Dari penelitian itu juga disebutkan, sebanyak 69 persen wanita dan 67 persen pria merasa puas dengan persahabatan mereka sebelum memiliki anak, sedangkan hanya sekitar 54 persen wanita dan 57 persen pria mengatakan mereka merasakan persahabatan yang baik sesudah menikah.

Sebelum mereka memiliki anak, wanita menghabiskan 14 jam seminggu dengan teman-teman, sementara pria menghabiskan rata-rata 16 jam seminggu dengan teman-temannya. Setelah anak-anak mereka lahir, angka-angka itu turun hingga menjadi hanya lima jam untuk wanita dan enam jam untuk pria.

Studi lain menyebutkan, menjadi orang tua cenderung lebih banyak mempunyai beban pikiran yang mempengaruhi kesehatan.

John Dick, pendiri CivicScience, menemukan orang tua cenderung mempunyai gaya hidup yang tidak sehat.

Menurut hasil polling yang dibagikan Dick, 75 persen orang yang tidak menjadi orang tua rata-rata lebih dari delapan jam tidur setiap malam, sementara orang tua 29 persen kurang dari enam jam tidur per malam. Tidak mengherankan, orang tua 28 persen lebih mungkin minum kopi.

Sebanyak 73 persen yang bukan orang tua mengatakan “tidak pernah” makan di restoran cepat saji dan 38 persen lebih mungkin untuk berolahraga di gym sekali seminggu atau lebih.

Sementara orang tua 17 persen lebih cenderung mengatakan mereka tidak pernah berolahraga, 10 persen lebih cenderung menganggap diri mereka kelebihan berat badan, dan 54 persen lebih mungkin untuk merokok setiap hari.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Febriansyah
Editor: Yulaika Ramadhani