tirto.id - Pengurus Banteng Muda Indonesia (BMI) Jakarta berkonsultasi dengan Polda Metro Jaya terkait kata "pribumi" dalam pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Senin (16/10/2017).
Wakil Ketua Bidang Hukum BMI DKI Jakarta Ronny Talapessy mengatakan, kedatangan mereka ke Polda Metro Jaya untuk mengetahui ada atau tidak unsur pidana dalam pidato Anies tersebut.
BMI beralasan konsultasi itu dilakukan karena mereka khawatir ada unsur pidana dari pernyataan Anies apabila mengacu pada Inpres No 26 Tahun 1998 terkait larangan penggunaan kata pribumi serta UU 40 Tahun 2008 juga mengenai larangan menggunakan ujaran kebencian terhadap suku dan golongan tertentu.
"Kita berharap bahwa ini tidak menjadi polemik yang lebih besar lagi sehingga menjadi kegaduhan. Jadi hari ini kita datang konsultasi ke Polda Metro Jaya. Kami coba melihat dulu unsur pidananya masuk atau tidak," tutur Ronny.
Ronny menegaskan, laporan mereka masih perlu ditelaah lebih lanjut oleh pihak kepolisian. Ia pun masih belum bisa membuka bukti yang diajukan untuk melaporkan mantan Mendikbud itu.
"Laporan masih diproses. Sekarang kita diminta gelar perkara dulu di siber," kata Ronny.
Pidato politik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai pelantikan pada Senin kemarin menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Dalam pidatomya Anies menyinggung warga Jakarta haruslah merdeka di kotanya sendiri. Anies mengatakan, dulu semua pribumi ditindas dan dikalahkan, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
“Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah Madura. Itik se atellor, ajam se ngerremmi. Itik yang bertelor, ayam yang mengerami,” kata Anies dalam pidatonya, di Balaikota Jakarta, Senin.
Anies menyebut Jakarta satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme dari dekat, penjajahan di depan mata, selama ratusan tahun. Di tempat lain mungkin penjajahan terasa jauh, tapi di DKI, kata Anies, yang namanya kolonialisme itu di depan mata.
“Dirasakan sehari hari. Karena itu bila kita merdeka, maka janji-janji itu harus terlunaskan bagi warga Jakarta,” demikian cuplikan pidato Anies. Sontak kalimat itu pun mendapat sorakan dari pendukung Anies-Sandi yang memadati Balaikota.
Pernyataan Anies itu memantik respons negatif setelah sejumlah media memberitakannya. Anies dianggap membangkitkan kembali sentimen anti-pribumi di DKI Jakarta. Padahal, isu sara sudah mereda pasca kemenangannya dalam Pilkada DKI Jakarta 2017
Anies pun mengklarifikasi pidatonya. Mantan Mendikbud ini menegaskan bahwa istilah “pribumi” digunakan dalam konteks menjelaskan era penjajahan. Sebab, kata Anies, Jakarta merupakan kota yang paling merasakan penindasan di era kolonial Belanda.
"Yang lihat Belanda jarak dekat siapa? Orang Jakarta. Coba kita di pelosok-pelosok Indonesia, tahu ada Belanda? Kita lihat di depan mata enggak? Tapi yang lihat di depan mata itu kita yang di Jakarta,” kata Anies, di Balakota Jakarta, Selasa (17/10/2017).
Bagi Anies, ucapannya soal “pribumi” dalam pidato tersebut diplintir oleh beberapa media online hingga menjadi viral di media sosial. “Kan pelintiran satu dua website itu sekarang sudah dikoreksi ya. [Berita] Detik.com sudah dikoreksi, kemudian Kumparan,” kata dia.
Anies juga bersikukuh bahwa istilah “pribumi” yang ia pakai tidak melanggar etika publik, serta tidak menyalahi Instruksi Presiden Nomor 26 tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program ataupun Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan.
"Pokoknya itu [kata "pribumi"] digunakan untuk menjelaskan era kolonial Belanda dan itu memang kalimatnya begitu," ujar Anies.
.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH