tirto.id - Apa yang ada di benakmu ketika mendengar istilah modest fashion?
Mungkin kamu langsung terpikir pada busana Muslim yang menutup aurat dari atas kepala sampai mata kaki. Anggapan ini wajar karena mayoritas penduduk di negeri kita beragama Islam, sehingga modest fashion asosiasinya lekat dengan pakaian Muslim.
Meski begitu, modest fashion secara garis besar dapat merujuk pada busana yang sopan dan menutupi sebagian besar tubuh.
Acap kali perempuan memilih modest fashion untuk mengekpresikan self-respect dan nilai-nilai budaya dan agama yang mereka percayai. Di luar itu, sebagian perempuan lain mengenakannya untuk alasan kenyamanan, kepercayaan diri, dan pola asuh keluarga.
Pendeknya, pemilihan modest fashion di masa kini telah melampaui batas-batas agama dan kultural. Perempuan bebas memilih gaya pakaian yang mereka sukai, termasuk pakaian lebih tertutup ini.
Selain perempuan yang beragama Islam, ada juga perempuan penganut agama Katolik dan minoritas Mormon serta Yahudi yang menjadikan gaya pakaian tertutup ini sebagai preferensi.
Abigail, influencer asal Amerika Serikat yang memperkenalkan dirinya sebagai seorang “Katolik tradisional”, melalui akun Instagram suka membagikan tips berpakaian tertutup nan elegan berikut saran tempat-tempat untuk membelinya. Tak sedikit pengikut Abigail adalah perempuan Muslim berhijab.
Penganut ajaran Mormon, Rach Parcell, dalam blognya Pink Peonies, juga suka memperlihatkan tampilan stylish mengenakan rok panjang dan sepatu heels warna-warni.
Ada juga Chaya Chanin dan Simi Polonsky, founderFrock NYC, jenama pakaian yang berpegang pada hukum Torah, kitab suci Yahudi. Dalam tradisi Yahudi Ortodoks, kesopanan merupakan bagian dari cara hidup.
Sementara itu, jajaran pesohor dan selebriti dunia, seperti Emma Watson, si kembar Mary-Kate dan Ashley Olsen, serta anggota Kerajaan Inggris Kate Middelton dikenal juga sebagai penyuka gaya berpakaian yang cenderung tertutup.
Dalam satu-dua dekade terakhir, modest fashion semakin disorot di panggung mode dunia.
Jenama-jenama besar mulai mengakomodasi permintaan pasar dengan meluncurkan produk pakaian longgar dan tertutup.
Louis Vuitton, Max Mara, DKNY, Mango memperkenalkan koleksi-koleksi modest fashion mereka selama bulan Ramadan dan Idul Fitri, untuk melayani konsumen yang beragam secara budaya dan agama.
Menyadari pasar terbesar modest fashion ialah Iran, Turki, Arab Saudi, Indonesia, dan Malaysia, jenama Zara dan Pull and Bear memperluas jangkauan produk modest fashion mereka kawasan tersebut.
Terkait pasar modest fashion di daratan Eropa, jenama seperti Asos dan Shein menawarkan koleksi dengan potongan yang lebih panjang, garis leher yang lebih tinggi, dan berbahan tebal.
Kamu mungkin juga sudah sempat mengamati, jenama seperti H&M, Nike, dan Gap sudah meluncurkan kampanye dengan model berhijab. Kini, model berhijab sangat lazim dijumpai di billboard dan catwalk.
Selain pakaian sehari-hari, activewear atau baju olahraga juga mengalami pergeseran tren.
Dulu, baju olahraga didominasi crop top, legging ketat, dan celana pendek untuk memudahkan pergerakan. Kini, Nike misalnya, yang memperkenalkan hijab pertamanya pada 2017, sukses memantik perbincangan tentang inklusivitas dalam pakaian olahraga.
Pada tahun 2020, Nike memperluas lini produknya dengan meluncurkan pakaian renang modest seperti baju renang menyerupai blus longgar, jilbab renang, dan legging renang.
Adidas tak mau ketinggalan. Berkolaborasi dengan desainer Afrika Selatan, Thebe Magugu, jenama ini menciptakan pakaian renang modest, perlengkapan lari, hingga pakaian santai.
Banyaknya perempuan yang bangga mengenakan modest fashion, juga membuat pergeseran di industri lain, seperti media.
Sejak 2016, pagelaran khusus Modest Fashion Week mulai diselenggarakan secara bergilir, pertama di Istanbul, kemudian di London, Dubai, Jakarta, sampai Amsterdam.
Dari segi ekonomi, pasar modest fashion mengalami peningkatan yang signifikan. Menurut State of the Global Islamic Economy Report (2022), pengeluaran di pasar modest fashion meningkat 5,7 persen pada 2021, dari 279 miliar dolar AS ke 295 miliar dolar AS.
Pertumbuhan ini dipicu pelanggan yang mencari pakaian yang sejalan dengan nilai yang mereka pegang, tanpa mengorbankan gaya. Global Islamic Economy Report memprediksi, industri ini akan mencapai 311 miliar dolar AS pada 2024.
Pertumbuhan ekonomi yang potensial tersebut didorong oleh 1,8 miliar umat Islam pada tahun 2050, kelak mencakup 31 persen populasi dunia.
Sebanyak dua per tiganya berusia di bawah 30 tahun—otomatis mereka menjadi segmen konsumen termuda di dunia. Selama ini, mereka mengeluh pasar ritel tak berbuat banyak atau kurang berinteraksi dengan mereka, namun hal ini perlahan berubah.
Selain itu, maraknya modest fashion lahir dari kebutuhan akan pilihan pakaian yang lebih modis. Semakin banyak desainer muslim dan selebgram yang membawa pengaruh besar bagi pasar. Instagram dibanjiri influencer modest fashion seperti Maria Alia, Habiba da Silva, hingga Dian Pelangi.
Dian Pelangi, yang memiliki 5 juta pengikut, dijuluki sebagai tour de force in the global Muslim fashion scene and beyond oleh The Business of Fashion, penyelenggara peragaan busana di Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, dan kota-kota besar dunia.
Menurut situs Cloami, Indonesia tak perlu waktu lama untuk menjadi pusat modest fashion global. Dengan populasi penduduk Muslim terbesar di dunia, negara kita menjadi kandidat yang kuat sebagai pusat pasar modest fashion yang terus berkembang.
Seiring itu, jenama-jenama lokal modest fashion mulai bermekaran.
Ketika industri ini memperoleh momentum, bukan hanya pemain internasional besar seperti H&M, Uniqlo, dan COTTONINK yang menaruh perhatian. Jenama lokal turut unjuk gigi dan membawa arus baru yang digemari pasar. Sebut saja, Buttonscarves, Heaven Lights, dan This is Bendina.
Perkembangan di dalam negeri semakin apik seiring kemunculan berbagai peragaan busana yang spesifik merayakan modest fashion, seperti Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW), acara tahunan untuk industri fesyen lokal dengan potensi transaksi sebesar 20,1 juta dolar AS.
Desainer modest fashionJeny Tjahjawati tak menampik pasang-surut dalam industri ini, "Setelah pandemi terutama tahun 2023, penjualan modest fashion meningkat, sempat menurun di awal tahun ini hingga pemilu, namun Ramadan penjualan naik kembali."
Momen Ramadan dan Idul Fitri, terang Jeny, adalah masa penjualan terbaik. "Omzet saya bisa sampai 5-10 kali lipat dibandingkan bulan-bulan lain."
Jeny bangga dengan semakin banyaknya kehadiran desainer modest fashion baru dengan karya-karya bagus.
"Apalagi, pasar di Indonesia masih luas, banyak pelanggan yang justru dari Indonesia Timur, Kalimantan dan luar Jawa," terangnya.
Ia optimis, Indonesia mampu menjadi pusat modest fashion global didorong oleh desainer dan jenama lokal, masyarakat yang memilih produk lokal, dan tentunya pemerintah.
Baru saja Februari kemarin, Jeny menerima ajakan dari Konsulat Jenderal RI di Los Angeles untuk mengikuti pameran dan fashion show di sana.
Menurut Jeny, tantangannya adalah bersaing dengan raksasa ritel internasional yang berjualan di ceruk bisnis yang sama.
"Desainer lokal harus memiliki kelebihan dan keunikan agar tetap dapat menarik pasar," pungkasnya.
Penulis: Daria Rani Gumulya
Editor: Sekar Kinasih